PENDIDIKAN digital lebih santer terdengar sebagai pembelajaran pada ruang baru, saat teknologi informasi berbaur dengan eksistensi citra. Corak paling khas dalam kehadiran ruang tersebut adalah multidimensi percakapan antarsubjek-subjek.
Bila percakapan konvensional bersifat resipokral teks dengan teks, ruang digital mengharuskan percakapan berlangsung dengan keberagaman unsur (audio, visual, algoritma, viralitas, hingga ideologi). Bahasa bergerak jauh lebih kompleks, bukan lagi pada tubuh verbal dan nonverbal semata.
Gambar seorang tokoh dengan quotes di sampingnya sekarang dapat diartikan bahwa benar sosok tersebut yang mengucapkannya. Padahal, bisa saja antara gambar dan teks tidak pernah terhubung. Itu yang dirasakan Najwa Shihab beberapa waktu lalu, pada unggahan Threads-nya.
Najwa mengatakan, “Banyak banget quote-quote kehidupan yang bertebaran pakai fotoku. Dari soal dunia kerja sampai soal pernikahan. Plis jangan gampang percaya. Aku gak semotivator itu.”
Ada tantangan interaksi komunikasi yang dapat kita simak pada kasus tersebut. Percakapan kita hari ini begitu dipenuhi dengan rekayasa makna dan identitas.
Atas dasar tersebut, karakter kritis menjadi lebih penting ketimbang apapun. Nalar kritis dapat menjadi instrumen terdepan penyaringan informasi. Dapat saya katakan, nalar kritis harus menjadi kebutuhan, bukan lagi sarana dan alat.
Apa yang dikatakan Najwa hanya salah satu contoh kasus yang pasti kita jumpai tiap detik dari ketakterhinggaan persoalan serupa. Di sinilah peran pendidikan digital dengan karakter kritis sebenarnya perlu diletakkan sebagai bekal hidup.
Sekarang literasi telah masuk pada generasi kelima, yakni multiliterasi. Yunus Abidin, Dosen Universitas Pendidikan Indonesia dalam bukunya Pembelajaran Multiliterasi, menyatakan multiliterasi sebagai keterampilan menggunakan beragam cara untuk menyatakan dan memahami ide-ide dan inovasi, simbol, dan multimedia (2015; 51).
Menilik hal tersebut, guru sebagai pelaku utama sekaligus penggerak pendidikan menjadi subjek yang akan paling terbebani.
Bebannya bukan lagi pendidikan dan pengajaran materi text by text. Melainkan semakin meluas ke arah multimedia dan multidimensi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.