Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seragam Sekolah Mahal, Kemendikbud: Sekolah Tak Boleh Bebani Orangtua

Kompas.com - 28/07/2023, 10:49 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kasus seragam sekolah yang dijual mahal oleh pihak sekolah menuai kritik dari banyak kalangan.

Kasus itu terjadi di SMA Negeri 1 Kedungwaru, Tulungagung yang menjual seragam sekolah sebesar Rp 2 juta.

Baca juga: Seragam Sekolah Mahal, P2G: Tak Ada Pengawasan dan Sanksi dari Disdik

Atas kejadian itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengimbau pihak sekolah dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan Komite Sekolah dan persatuan orangtua murid dan guru (POMG) untuk menentukan pilihan yang terbaik untuk setiap sekolah.

Termasuk, dalam penentuan harga serta pilihan untuk mengatur adanya seragam sekolah.

"Pilihan yang ditetapkan tidak boleh membebani pihak orangtua," kata Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ristek, Anang Ristanto kepada Kompas.com, Jumat (28/7/2023).

Dia mengaku, Kemendikbud Ristek melalui Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menegaskan pihak sekolah bisa melakukan musyawarah terkait keluhan ini.

Dia berharap dengan musyawarah itu bisa memecahkan masalah yang ada.

"Lewat Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menegaskan bahwa kegiatan bersama antara satuan pendidikan yang melibatkan orang tua dapat didiskusikan dan dimusyawarahkan bersama dengan Komite Sekolah," jelas dia.

Praktik jual beli seragam sekolah sudah berlangsung lama

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga sangat menyesalkan praktik jual beli seragam sekolah yang sangat mahal di Tulungagung, Jawa Timur (Jatim).

Terlebih, sudah bukan rahasia umum lagi bahwa jual beli saragam sudah berlangsung lama di sekolah negeri.

"Mengapa praktik itu masih terjadi? Karena tidak adanya pengawasan dan sanksi tegas dari Dinas Pendidikan (Disdik) atau kepala daerah," ujar Dewan Pakar P2G, Anggi Afriansyah.

Bagi P2G, kata dia, seharusnya keberadaan Pengawas Sekolah berperan penting mencegahnya terulang. Namun, Pengawas Sekolah membiarkan dan menganggap penjualan segeram sekolah itu normal.

Baca juga: Mau Sekolah di SMA Pradita Dirgantara? Kenali Jalur Masuk dan Syaratnya

Tak lupa, faktor monitoring yang hanya administratif juga menjadi penyebab, sehingga tidak ada pencegahan atau penindakan praktik jual beli seragam dari pengawas.

Untung saja, lanjut dia, orangtua berani bicara mengangkat fakta tersebut di media sosial (medsos).

P2G meminta orangtua dan siswa jangan takut menyuarakan jika terjadi penyimpangan aturan di sekolah.

Bukan hanya itu, P2G meminta semua Disdik merevitalisasi peran pengawas, agar bekerja profesional, objektif, transparan, dan tegas sesuai hukum yang berlaku.

"Pengawas jangan bertindak formalitas dan seremonial saja dalam memantau, mendampingi, memonitoring, dan mengevaluasi sekolah," tegas Anggi.

P2G juga mendorong Disdik bersikap tegas memberi sanksi sesuai aturan kepada oknum guru, kepala sekolah, dan pengawas yang terindikasi kuat melakukan praktik jual beli seragam sekolah.

Baca juga: 10 Cara Mencegah Stroke dari Dosen FK UMM

"Beri sanksi juga bagi mereka yang membiarkan praktik itu terjaid," tegas Anggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com