Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Hedonisme Pesta Lulusan Sekolah

Kompas.com - 20/06/2023, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebuah bentuk kebanggaan bagi sebagian orang, namun tidak luput dari adanya ketimpangan bagi sebagian orang lainnya. Biaya yang diperlukan tentu menjadi bagian beban tambahan bagi orangtua.

Ketidaksepakatan adanya wisuda di luar jenjang univeritas dan beberapa protes yang muncul terkait permintaan penghapusan maupun tuntutan aturannya, tentu menggairahkan sistem pendidikan untuk mengurai kekusutan yang ada.

Sistem pendidikan pada prinsipnya bekerja dengan bahasa dasar “beradab/tidak beradab” atau “benar/salah”.

Secara mendasar pendidikan sebagai sistem yang bekerja agar manusia dapat menghargai manusia dan makluk hidup lainnya.

Sistem pendidikan bertujuan memperoleh dan menghasilkan pengetahuan baru melalui simbol kebenaran (Luhmann, 1989).

Wisuda yang kini lebih identik dengan hedonisme melalui narasi pesta, kemeriahan, kegembiraan, kesan istimewa, tidak luput dari sistem fungsi ekonomi yang identik dengan untung/rugi, transaksi/non-transaksi.

Orangtua dihadapkan untuk mengalokasikan pendapatan untuk perayaan pesta. Mereka wajib menyisihkan anggaran di luar alokasi biaya utama pendidikan anak-anaknya. Artinya sistem pendidikan kini berinterpenetrasi dengan sistem lainnya.

Dalam upaya mencapai impian membangun sumber daya manusia yang beradab, terdapat penekanan dari adanya faktor luar lainnya. Penetrasi satu sistem dipengaruhi oleh penetrasi sistem lainnya.

Berpijak pada pemikiran Luhmann (1995), setiap subsistem sosial bekerja untuk mereduksi kompleksitas yang ada di masyarakat.

Setiap sistem fungsional memiliki kode dan programnya sendiri untuk menyelesaikan persoalannya.

Dalam hal ini persoalan wisuda yang merupakan bagian dari sistem pendidikan, alangkah ideal ketika mekanisme operasinya diselaraskan dengan kode sistem pendidikan.

Tentu paradoks, ketika pemerintah menggerakkan pemulihan ekonomi pascapandemi melalui berbagai terobosan, namun di sisi lain berbenturan dengan idealisme kepentingan lainnya.

Hedonisme yang lahir dari puncak kelulusan siswa tidak bisa dipungkiri akan mendukung kesejahteraan sektor lainnya.

Berbagai layanan jasa yang membingkai kemeriahan pesta sangat mendukung peningkatan sektor ekonomi.

Di sisi lain polemik kembali berulang dan akan menghadirkan kompleksitas berikutnya. Cara mengurai keruwetan sistem akan melahirkan keruwetan baru bagi sistem.

*Dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta; Mahasiswa Program Doktoral Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com