KOMPAS.com - Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia berhasil membawa pulang medali emas di Sea Games 2023.
Keberhasilan mereka tak cuma didukung strategi dan fisik selama berlaga. Namun, didukung juga persiapan mental yang matang selama Sea Games 2023 berlangsung.
Demi mental yang terjaga selama bertanding, mereka dibantu peran tim psikolog yang ditunjuk oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Salah satunya, ada sosok Dosen Psikologi Universitas Airlangga (Unair) Afif Kurniawan.
Psikolog Unair, Afif Kurniawan bekerja bersama dua rekan psikolog lainnya, yakni Steven Halim dan Laksmiari Saraswati.
Baca juga: Pakar Unesa Sebut Ada 2 Masalah Besar dalam Sepak Bola Indonesia
Tugas mereka memastikan kondisi psikologis atlet dari pra-latihan, latihan, pra-pertandingan, pertandingan hingga pasca-pertandingan.
Afif menceritakan, persiapan berlangsung sejak dua bulan menjelang perhelatan hingga berakhirnya Sea Games 2023.
Dia menyebut terdapat tiga fase, yakni fase pemetaan profil, babak penyisihan grup, serta babak final dan semi final.
Dia mengatakan pada fase itu, tantangan tim psikolog harus cepat dan tepat dalam memetakan profil lebih dari 50 pemain yang masuk dalam proses seleksi.
Termasuk mengetahui kondisi latar belakang, profil keluarga dan lain-lain.
Sebab, tanpa data awal tersebut tidak mungkin psikolog bisa menyusun sebuah dinamika kepribadian seorang pemain.
Dia mengatakan pada fase grup, sebenarnya banyak komentar-komentar yang justru mencoba ‘melemahkan’ Timnas Indonesia.
Banyak pihak berkomentar bahwa Timnas Indonesia untung sebab berada dalam grup yang mudah, dan sudah pasti lolos ke semifinal lalu akan kesulitan menghadapi Thailand atau Vietnam dari grup B.
Baca juga: Kasus Peretasan BSI, Dosen Unair Jelaskan Ciri-ciri Ransomware
Indonesia satu grup dengan Kamboja sebagai tuan rumah, lalu Timor leste, Myanmar dan Filipina. Bagi mereka (merendahkan Timnas) memenangkan pertandingan adalah hal seharusnya sangat mudah.
"Secara tidak langsung, hal ini sebenarnya justru melemahkan sisi mental pemain terutama dari mindset. Ketika pemain menggunakan mindset ini. Maka mereka (red: pemain) akan menganggap lawan sebagai tim yang mudah, dan cenderung meremehkan. Hal yang kurang sesuai dengan mindset yang terbangun di Timnas, lantaran semua tim yang berkompetisi sama-sama bagus," jelas Afif, dilansir dari laman Unair.
Tim pendamping psikologis mengajak pemain untuk mengelola mindset memenangkan pertandingan bukan soal mengalahkan siapa yang menjadi lawan.