Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Jabatan Fungsional Dosen Perlu Diatur dalam Ketentuan "Lex Specialis"

Kompas.com - 04/05/2023, 06:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Asas lex specialis ini sangat penting untuk memberikan jaminan kepastian hukum jika terjadi peristiwa hukum terkait dengan pokok perkara tertentu yang bersifat spesialis/khusus terkait jabfung dosen.

Berdasarkan asas ini, maka jika ada peristiwa hukum terkait dengan jabfung dosen, maka yang “lebih dahulu” digunakan atau dirujuk adalah peraturan yang mengatur secara khusus tentang jabfung, yaitu Permendikbudristek atau Peraturan Bersama yang memiliki khierarki sederajat dengan PermenPAN-RB.

Kasus ini pernah menjadi salah satu materi dalam judicial review di Mahkamah Konsitusi (MK), terkait dengan pemaknaan/tafsir atas ketentuan siapa “pimpinan satuan pendidikan tinggi” yang berwenang “menyeleksi, mengangkat, dan menetapkan jabatan akademik dosen”.

Di satu sisi, pihak Pemohon menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas, yang menyatakan bahwa yang berhak dan berwenang menyeleksi, mengangkat, dan menetapkan jabatan akademik dosen adalah Rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi.

Di sisi lain, pihak Terkait menggunakan Permendikbud dan Pedoman Operasional, yang menyatakan bahwa yang berhak dan berwenang menyeleksi, mengangkat, dan menetapkan jabatan akademik dosen adalah Kemendikbud/DitjenDikti atas dasar usul dari perguruan tinggi.

Dalam putusan Nomor: 20/PUU-XIX/2021 (29/03/22), MK memutuskan “menolak untuk seluruhnya” atas permohonan judicial review tersebut, dan pemaknaan/tafsir yang benar dan sah secara yuridis-formal adalah yang digunakan oleh pihak Terkait, yaitu Permendikbud dan Pedoman Operasional sebagai implementasi atau penerapan norma yang terdapat pada UU No. 14/2005 berkaitan dengan jenjang jabatan akademik, bukan PP yang sama sekali tidak mengatur tentang jabfung dosen.

Keberadaan Permendikbud dan Pedoman Operasional oleh MK dinyatakan konstitusional sebagai instrumen yuridis sebagai pengaturan lebih lanjut dari ketentuan pasal dalam UU 14/2005 yang bersifat teknis operasional (lex specialis).

Tujuannya adalah untuk memastikan standarisasi dan prosedur penilaian untuk keperluan seleksi, pengangkatan, dan penetapan jabatan akademik dosen, dengan kata lain, Permendikbud dan Pedoman Operasional sebagai “lex specialis” dari UU No. 14/2005.

Tugas organisasi Vs tugas profesional

Dalam Permendikbudristek/Peraturan Bersama sebagai “lex specialis” jabfung dosen dan angka kreditnya, unsur-unsur kegiatan dosen yang dinilai untuk menentukan Angka Kredit, baik untuk Angka Kredit Tahunan (AKT) maupun Angka Kredit Kumulatif (KUM) tampaknya akan sama seperti yang berlaku sebelumnya berdasarkan Permendikbud No. 92/2014 yang kemudian diatur lebih lanjut di dalam Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO-PAK) tahun 2014, 2019, dan 2021.

Hal baru yang menjadi “tambahan” kegiatan dosen sesuai dengan PermenPAN-RB No.1/2023 adalah yang terkait dengan tugas-tugas fungsional yang diamanatkan oleh pimpinan unit organisasi di lingkungan PT.

Bahwa tugas-tugas fungsional dosen tidak terpisahkan dari proses pencapaian target kinerja organisasi dan tugas dan fungsi unit organisasi PT yang berdasarkan pada “keahlian” (expertise). Dosen yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dosen tanpa tugas tambahan sebagai pimpinan.

Apakah semua tugas organisasi akan dibebankan kepada dosen? Tentu tidak. Tugas organisasi yang dibebankan kepada dosen hanyalah yang berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian (pasal 1 ayat 9, dan pasal 3).

Tugas-tugas organisasi tersebut diturunkan (cascading) dari tugas-tugas pimpinan yang menjadi atasan dari dosen yang bersangkutan serta yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas Jabfung dosen.

Dalam hal ini, Permendikbudristek dan/atau Peraturan Bersama yang nanti akan dibuat sebagai “lex specialis”, harus mengatur secara rinci apa saja yang dimaksud dan termasuk dalam Tugas Organisasi yang sesuai atau berdasarkan pada keahlian dosen.

Tugas-tugas organisasi bisa saja diturunkan dari Rencara Strategis dari masing-masing PT, dan Indeks Kinerja Utama (IKU) PT yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.

Namun, status dosen dalam UU 14/2005 yang tegas menyatakan bahwa “profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus” (pasal 7) sebagai transformator, pengembang, dan disseminator iptek dan seni harus menjadi episentrum paradigma manajemen jabfung dosen.

Jangan sampai terjadi, dosen hanya melaksanakan tugas-tugas organisasi semata-mata untuk memenuhi kinerja dan target-target organisasi, atau sarat dengan tugas-tugas yang bersifat teknis administratif.

Jika ini yang terjadi, maka status dosen sebagai jabatan fungsional akan terdegradasi sebagai "buruh organisasi".

Dengan kata lain, tugas-tugas organisasi jangan sampai mengabaikan tugas-tugas profesional dosen, serta tidak memiliki civil effect bagi pembinaan dan pengembangan karier profesional dosen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com