Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jabatan Fungsional Dosen Perlu Diatur dalam Ketentuan "Lex Specialis"

PermenPAN-RB hanya mencantumkan Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dan UU lainnya sebagai dasar pertimbangan dan alasan yuridis pembentukannya (konsideran).

PermanPAN-RB tersebut sama sekali tidak mencantumkan UU No. 20/2003, UU No. 14/2005, dan UU No. 12/2012 sebagai konsideran.

Sementara, PermenPAN-RB No. 17/2013, yang kemudian diubah dengan PermenPAN-RB No. 46/2013 tentang jabfung dosen dan angka kreditnya semuanya mencantumkan UU No. 20/2003, UU No. 14/2005, dan UU No. 12/2012 sebagai konsideran.

PermenPAN-RB tersebut tegas menyatakan dalam konsiderannya, bahwa peraturan tersebut dibuat untuk mengatur kembali tentang jabfung dosen dan angka kreditnya dengan “telah diundangkannya UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen”, yang sebelumnya diatur melalui Kepmenkowasbang No. 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999.

Dengan demikian, apakah PermenPAN-RB No. 1/2023 “bisa mencabut” dan “menyatakan tidak berlaku” PermenPAN-RB No. 46/2013?

Secara yuridis-formal hal tersebut masih menyisakan pertanyaan dan masih bisa diperdebatkan secara akademik, paling tidak dari persepektif dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan, bukan persepektif dosen sebagai ASN.

Sebagai pendidik profesional dan ilmuwan, dosen memiliki tugas utama yang secara profesional berbeda dengan ASN lain.

Tugas-tugas utama dosen adalah transformator, pengembang, dan disseminator ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (UU No. 20/2003, UU No. 14/2005, dan UU No. 12/2012). Tugas-tugas utama dosen ini tidak dinyatakan secara spesifik di dalam PermenPAN-RB No. 1/2023.

Nasi sudah menjadi bubur, PermenPAN-RB No. 1/2023 telah diterbitkan, walaupun keberlakuannya mulai tanggal 1 Juli 2023.

Yang bisa dilakukan oleh kemendikbudristek (Dirjen Dikti) adalah menyusun ketentuan dan aturan khusus (lex specialis) dari ketentuan dan aturan umum yang terdapat di dalam omnibus law PermenPAN-RB No. 1/2023 sebagai “lex generalis”.

Lex Specialis Vs Lex Generalis

Ketentuan dan aturan khusus (lex specialis) bisa berupa Permendikbudristek, seperti yang pernah dilakukan pada Permendikbud No. 92/2014.

Bisa dalam bentuk Peraturan Bersama Mendikbudristek dan Kepala BKN seperti pada Peraturan Bersama No. 4/VIII/PB/2014 dan No. 24 Tahun 2014.

Untuk selanjutnya diatur lagi lebih rinci dan teknis melalui Peraturan BKN, sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 39 ayat (5) PermenPAN-RB No. 1/2023.

Apapun bentuknya, yang penting secara yuridis-formal merujuk dan menjadikan UU No. 20/2003, UU No. 14/2005, dan UU No. 12/2012 sebagai dasar pertimbangan dan alasan yuridis pembentukannya (konsideran), selain UU No. 5/2014.

Substansinya harus memuat ketentuan dan aturan khusus terkait segala ikhwal tugas dan fungsi jabfung dosen sebagai transformator, pengembang, dan disseminator iptek dan seni.

Termasuk mekanisme pemerolehan Angka Kredit Kumulatif (KUM), dan kenaikan jabfung dosen yang secara spesifik perlu diatur secara khusus sesuai dengan keunikan dan karakteristik dosen sebagai jabatan fungsional.

Pertanyaannya, apakah ketentuan atau aturan khusus yang terdapat di dalam Permendikbudristek atau Peraturan Bersama tersebut nantinya dapat menyampingkan ketentuan atau aturan umum yang terdapat di dalam PermenPAN-RB No. 1/2023?

Sesuai dengan asas “Lex Specialis Derogat Legi Generali”, ketentuan atau aturan yang didapati dalam aturan hukum umum tentang jabfung Dosen (PermenPAN-RB No. 1/2023) tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus yang secara hierarkis sederajat dan mengatur jabfung dosen (Permendikbudristek atau Peraturan Bersama).

Asas lex specialis ini sangat penting untuk memberikan jaminan kepastian hukum jika terjadi peristiwa hukum terkait dengan pokok perkara tertentu yang bersifat spesialis/khusus terkait jabfung dosen.

Berdasarkan asas ini, maka jika ada peristiwa hukum terkait dengan jabfung dosen, maka yang “lebih dahulu” digunakan atau dirujuk adalah peraturan yang mengatur secara khusus tentang jabfung, yaitu Permendikbudristek atau Peraturan Bersama yang memiliki khierarki sederajat dengan PermenPAN-RB.

Kasus ini pernah menjadi salah satu materi dalam judicial review di Mahkamah Konsitusi (MK), terkait dengan pemaknaan/tafsir atas ketentuan siapa “pimpinan satuan pendidikan tinggi” yang berwenang “menyeleksi, mengangkat, dan menetapkan jabatan akademik dosen”.

Di satu sisi, pihak Pemohon menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas, yang menyatakan bahwa yang berhak dan berwenang menyeleksi, mengangkat, dan menetapkan jabatan akademik dosen adalah Rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi.

Di sisi lain, pihak Terkait menggunakan Permendikbud dan Pedoman Operasional, yang menyatakan bahwa yang berhak dan berwenang menyeleksi, mengangkat, dan menetapkan jabatan akademik dosen adalah Kemendikbud/DitjenDikti atas dasar usul dari perguruan tinggi.

Dalam putusan Nomor: 20/PUU-XIX/2021 (29/03/22), MK memutuskan “menolak untuk seluruhnya” atas permohonan judicial review tersebut, dan pemaknaan/tafsir yang benar dan sah secara yuridis-formal adalah yang digunakan oleh pihak Terkait, yaitu Permendikbud dan Pedoman Operasional sebagai implementasi atau penerapan norma yang terdapat pada UU No. 14/2005 berkaitan dengan jenjang jabatan akademik, bukan PP yang sama sekali tidak mengatur tentang jabfung dosen.

Keberadaan Permendikbud dan Pedoman Operasional oleh MK dinyatakan konstitusional sebagai instrumen yuridis sebagai pengaturan lebih lanjut dari ketentuan pasal dalam UU 14/2005 yang bersifat teknis operasional (lex specialis).

Tujuannya adalah untuk memastikan standarisasi dan prosedur penilaian untuk keperluan seleksi, pengangkatan, dan penetapan jabatan akademik dosen, dengan kata lain, Permendikbud dan Pedoman Operasional sebagai “lex specialis” dari UU No. 14/2005.

Tugas organisasi Vs tugas profesional

Dalam Permendikbudristek/Peraturan Bersama sebagai “lex specialis” jabfung dosen dan angka kreditnya, unsur-unsur kegiatan dosen yang dinilai untuk menentukan Angka Kredit, baik untuk Angka Kredit Tahunan (AKT) maupun Angka Kredit Kumulatif (KUM) tampaknya akan sama seperti yang berlaku sebelumnya berdasarkan Permendikbud No. 92/2014 yang kemudian diatur lebih lanjut di dalam Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO-PAK) tahun 2014, 2019, dan 2021.

Hal baru yang menjadi “tambahan” kegiatan dosen sesuai dengan PermenPAN-RB No.1/2023 adalah yang terkait dengan tugas-tugas fungsional yang diamanatkan oleh pimpinan unit organisasi di lingkungan PT.

Bahwa tugas-tugas fungsional dosen tidak terpisahkan dari proses pencapaian target kinerja organisasi dan tugas dan fungsi unit organisasi PT yang berdasarkan pada “keahlian” (expertise). Dosen yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dosen tanpa tugas tambahan sebagai pimpinan.

Apakah semua tugas organisasi akan dibebankan kepada dosen? Tentu tidak. Tugas organisasi yang dibebankan kepada dosen hanyalah yang berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian (pasal 1 ayat 9, dan pasal 3).

Tugas-tugas organisasi tersebut diturunkan (cascading) dari tugas-tugas pimpinan yang menjadi atasan dari dosen yang bersangkutan serta yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas Jabfung dosen.

Dalam hal ini, Permendikbudristek dan/atau Peraturan Bersama yang nanti akan dibuat sebagai “lex specialis”, harus mengatur secara rinci apa saja yang dimaksud dan termasuk dalam Tugas Organisasi yang sesuai atau berdasarkan pada keahlian dosen.

Tugas-tugas organisasi bisa saja diturunkan dari Rencara Strategis dari masing-masing PT, dan Indeks Kinerja Utama (IKU) PT yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.

Namun, status dosen dalam UU 14/2005 yang tegas menyatakan bahwa “profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus” (pasal 7) sebagai transformator, pengembang, dan disseminator iptek dan seni harus menjadi episentrum paradigma manajemen jabfung dosen.

Jangan sampai terjadi, dosen hanya melaksanakan tugas-tugas organisasi semata-mata untuk memenuhi kinerja dan target-target organisasi, atau sarat dengan tugas-tugas yang bersifat teknis administratif.

Jika ini yang terjadi, maka status dosen sebagai jabatan fungsional akan terdegradasi sebagai "buruh organisasi".

Dengan kata lain, tugas-tugas organisasi jangan sampai mengabaikan tugas-tugas profesional dosen, serta tidak memiliki civil effect bagi pembinaan dan pengembangan karier profesional dosen.

Perlu ada keseimbangan antara tugas organisasi dan tugas profesional yang akan diberikan kepada dosen.

Apa ketentuan yang masih berlaku?

Kalaupun nanti akan ada peraturan yang bersifat “lex specialis”, tampaknya ada sejumlah ketentuan dalam PermenPAN-RB No. 1/2023 yang masih akan tetap berlaku.

Pertama, ketentuan pasal 59, bahwa penilaian Angka Kredit jabfung dosen akan dilakukan berdasarkan konversi predikat Evaluasi Kinerja Tahunan.

Angka Kredit jabfung dosen sudah ditetapkan besaran koefisiennya setiap tahun sesuai dengan jenjang dan kepangkatannya.

Angka Kredit Kumulatif (KUM) yang akan diperoleh setiap tahun pun sudah bisa dipastikan hitungannya, dan diperoleh dari akumulasi Angka Kredit Tahunan (AKT) dalam periode tertentu.

Dengan demikian, pemerolehan dan penghitungan Angka Kredit jabfung dosen tidak lagi berdasarkan angka-angka kredit yang diperoleh berdasarkan butir-butir kegiatan yang dilakukan seperti yang berlaku selama ini (unsur utama dan unsur penunjang).

Kedua, ketentuan pasal 29 ayat (2) yang mensyaratkan 3 (tiga) hal bagi dosen untuk keperluan promosi kenaikan jabatan fungsional, yaitu “memenuhi KUM” minimal untuk setiap jabfung yang diusulkan; “lulus Uji Kompetensi” kenaikan jabfung; dan memiliki “Predikat Kinerja” dalam 1 (satu) tahun terakhir.

Dalam hal ini, tampaknya Permendikbudristek dan/atau Peraturan Bersama perlu mempertimbangkan ketentuan dan aturan secara “lex specialis” terkait dengan kemungkinan akselerasi/percepatan kenaikan jabfung akademik dosen, seperti yang diatur di dalam Permendikbud No. 92/2014 tentang “Loncat Jabatan” bagi dosen yang berprestasi luar biasa (pasal 11).

Ketentuan khusus ini sangat penting untuk mendorong para dosen mampu menghasilkan karya-karya akademik yang mampu mendukung peran strategis PT dalam mengembangkan dan memajukan ipteks, serta meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi.

Selain itu, karena PermenPAN-RB No. 1/2023 sama sekali tidak mengatur tentang Kenaikan Jabatan melalui mekanisme Loncat Jabatan.

Permen hanya mengatur tentang kemungkinan Kenaikan Pangkat “Istimewa” bagi pejabat fungsional dosen sebagai bentuk penghargaan atas kinerja dan keahlian yang “luar biasa” dalam menjalankan tugas jabfung.

Ketiga, ketentuan pasal 45, bahwa setiap dosen sebagai pejabat fungsional harus memiliki standar kompetensi teknis, manajerial, dan kompetensi sosial kultural.

Ketiga kompetensi ini terkait dengan kemampuan yang harus dikuasai oleh setiap dosen untuk menjalankan tugas-tugas fungsional organisasi, serta akan menjadi substansi dalam Uji Kompetensi bagi dosen yang akan mengajukan kenaikan jabfung.

Tiga kompetensi tersebut akan menjadi tambahan terhadap kompetensi lain yang sudah ditetapkan di dalam UU 14/2005, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.

Jika ini bisa terealisasi, maka dosen tampaknya akan menjadi pejabat fungsional paling kompeten dibandingkan jabfung-jabfung yang lain, menjadi manusia yang serba bisa.

Terkait hal ini, Permendikbudristek dan/atau Peraturan Bersama juga perlu mengatur secara “lex specialis” apa definisi dan ketentuan yang jelas dan spesifik terkait dengan ketiga kompetensi tersebut.

Tentu saja rumusannya harus relevan dan terkait dengan tugas dan fungsi utama dosen sebagai transformator, pengembang, dan disseminator ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Hal ini sangat penting, karena UU 14/2005 tegas menyatakan bahwa “profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus” yang dilaksanakan berdasarkan prinsip (salah satunya) “memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas” (Pasal 7).

https://www.kompas.com/edu/read/2023/05/04/065332671/jabatan-fungsional-dosen-perlu-diatur-dalam-ketentuan-lex-specialis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke