Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Pakar Unair: Tragedi buat Indonesia

Kompas.com - 01/04/2023, 19:58 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Polemik penolakan Israel dalam Piala Dunia U-20 yang semula akan digelar di Indonesia masih terus bergulir.

Buahnya, Indonesia resmi batal menjadi tuan rumah perhelatan akbar itu. Hal tersebut dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi Indonesia, baik dari aspek olahraga maupun politik luar negeri.

Baca juga: Syarat Nilai Rapor dan Ijazah 5 Sekolah Kedinasan, STAN hingga Kemenhub

Dosen Departemen Hubungan Internasional Unair, Joko Susanto turut menanggapi polemik tersebut.

Menurut dia, batalnya Indonesia sebagai tuan rumah gelaran piala dunia merupakan tragedi besar.

"Saya rasa ini adalah sebuah tragedi besar bagi Indonesia. Tidak hanya dari sisi olahraganya saja, tetapi juga politik luar negeri dan kepentingan nasional," ujar dia mengutip laman Unair, Sabtu (1/4/2023).

Beberapa pihak, khususnya pejabat dan politikus yang menolak beranggapan bahwa penolakan tersebut merupakan bentuk komitmen dalam mendukung kemerdekaan Palestina yang juga menjadi amanat Presiden Soekarno.

Dengan kata lain, mereka menganggap bahwa menerima Israel sama halnya dengan mengkhianati Soekarno.

Joko menilai, anggapan itu tidak lagi relevan.

"Terlepas kita punya sejarah terkait penolakan itu, tapi saya melihat bahwa di sini yang ada justru kegagapan dalam melihat situasi internasional," jelas dia.

Pasalnya, situasi politik internasional telah banyak mengalami perubahan.

Baca juga: 80 Siswa MAN 2 Malang Lolos SNBP2023, 15 Siswa Masuk Kedokteran

Dia memaparkan, sebelum tahun 1967, Israel adalah sebuah negara yang secara perimbangan kekuatan masih belum teruji, meskipun telah mendapat dukungan dari Amerika.

Sementara itu, Liga Arab relatif lebih solid di waktu yang sama.

"Dalam situasi seperti itu (sebelum 1967), memberi tekanan pada Israel masih menjadi sesuatu yang secara stabilitas politik memiliki prospek. Akan tetapi, setelah tahun 1967, posisi Israel itu semakin terkonsolidasi, sehingga kemudian dukungan terhadap Palestina ini harus lebih kreatif, tidak melulu sekadar mengulang cara-cara lama," ungkap dia.

Dengan demikian, sambungnya, menganggap bahwa Soekarno akan mengambil langkah penolakan serupa dengan hari ini, berarti sama halnya dengan menyangsikan kemampuannya dalam membaca perubahan situasi global.

"Kita tidak bisa berandai-andai ketika misalnya Soekarno masih hidup, apakah ia akan mengambil langkah yang sama atau tidak. Tetapi, setidaknya dengan menganggap Bung Karno akan mengambil langkah yang sama, berarti kita telah meng-underestimate kemampuan Bung Karno dalam membaca perubahan," tutur dia.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com