Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Mengulik Jurnal Abal-abal

Kompas.com - 23/02/2023, 09:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GEGAP gempita berita tentang “bisnis” dalam permainan sindikasi artikel jurnal di kalangan dosen menguak sisi lain dari euforia publikasi jurnal abal-abal yang banyak menelan korban di kalangan mahasiswa dan dosen.

Karenanya, penting bagi civitas academica untuk lebih memahami apa itu jurnal abal-abal; apa saja faktor pemicu penerbitannya; dan bagaimana mendeteksi dan menghindari jebakannya.

Sesuai PO-PAK 2019 dan Penyesuaiannya, pengakuan dan penghargaan atas sebuah publikasi ilmiah lebih menekankan pada “reputasi dan kredibilitas” jurnal daripada “konten artikel” itu sendiri.

Apa jurnal abal-abal?

Jurnal abal-abal (questionable journal) adalah jurnal yang dalam pengelolaannya tidak jujur, tidak transparan, terutama dalam proses editorial/reviunya, serta mengenakan beban biaya ekstra untuk proses publikasinya.

Dengan kata lain, jurnal abal-abal lebih berorientasi pada kepentingan dan keuntungan ekonomi daripada akademik.

Salah sebuah koran Australia pernah melaporkan bahwa perputaran uang di dunia oleh jurnal abal-abal mencapai 100 juta dollar AS per tahun (Sumintono, 2017).

Termasuk dalam kategori jurnal abal-abal adalah jurnal predator, jurnal palsu/bajakan, dan jurnal yang tidak terindeks.

Ketiga jenis jurnal abal-abal tersebut merupakan “the dark side of publishing”, sebagai dampak eksplosi model publikasi akses terbuka (open-access publishing) dan meningkatnya jurnal dan penerbit yang reputasinya dipertanyakan (Butler, 2013).

Jurnal predator (predatory journal) diindikasikan oleh hal-hal berikut.

  1. Diterbitkan oleh penerbit yang tidak jelas, tidak kredibel; 
  2. Dewan editornya (editorial board) tidak jelas dan tidak teridentifikasi afiliasi lembaga/institusinya;
  3. Proses editorial/reviu oleh mitra bestari (peer review) juga tidak jelas (bahkan tidak ada); 
  4. Memiliki dewan redaksi yang sama dengan jurnal-jurnal yang lain; 
  5. Menerbitkan “impact factor” sebagai metriks abal-abal (misleading metrics) yang diaku sebagai metrik ilmiah yang valid di tingkat peneliti, artikel, atau jurnal. Tujuannya adalah untuk meyakinkan para penulis agar menerbitkan artikelnya pada jurnal tersebut; 
  6. Pengenaan biaya ekstra untuk percepatan proses publikasinya (fast track publication).

Data terbaru pada laman https://beallslist.net/ terdapat lebih dari 1.300-an penerbit jurnal dan lebih dari 1.500-an jurnal diindikasikan berpotensi sebagai penerbit dan jurnal predator.

Jurnal palsu (fake journal) atau jurnal bajakan (hijacked journal) adalah jurnal yang membajak (dummy/fake/clone) jurnal asli yang terpercaya dan bereputasi.

Jurnal palsu/bajakan diterbitkan secara online melalui situs-situs palsu (counterfeit website). Dalam sejumlah kasus, jurnal yang dibajak umumnya adalah jurnal yang hanya menerbitkan artikel dalam bentuk cetak; tidak memiliki situs; dan banyak diminati atau menjadi target dari banyak dosen/peneliti.

Nama jurnal palsu/bajakan umumnya persis sama dengan yang asli, tetapi ada juga yang dibuat sedikit berbeda.

Jurnal yang tidak terindeks (coverage discontinued atau cancelled journal) adalah jurnal yang dibatalkan/dihentikan indeksasinya atau tidak terindeks lagi pada basis data nasional (misalnya: SINTA; GARUDA); atau basis data internasional bereputasi seperti SCOPUS, Web of Science (WoS), Microsoft Academic Research (MAR), DOAJ, CABI, International Copernicus Index (ICI), EBSCO.

Jurnal tidak terindeks terjadi karena sejumlah alasan. Antara lain karena jurnal tersebut:

  1. Diterbitkan secara tidak berkala (irregularity);
  2. Sudah tidak aktif (inactive);
  3. Mengonversi jurnal dari “akses tertutup” ke “akses terbuka” tetapi tidak dilaporkan ke pengindeks;
  4. Memuat artikel yang tidak relevan dengan domain/lingkup jurnal;
  5. Menerbitkan artikel sangat banyak/tidak masuk akal dalam satu volume/nomor terbitan atau terjadi lonjakan jumlah artikel yang dipertanyakan;
  6. Memiliki edisi khusus yang mengakomodasi artikel ekstra “berbayar mahal”;
  7. Memiliki dewan editor yang tidak jelas lokasi, identitas, afiliasi, dan kualifikasinya;
  8. Melakukan proses review artikel hingga penerbitannya sangat cepat (fast track) atau bahkan tidak ada proses editorial/reviu sama sekali;
  9. Teridentifikasi bermasalah pada aspek Six Metrics dan Benchmarks, serta publication concerns (native-proofreading.com).

Data terbaru (Januari 2023) SCOPUS (https://www.scopus.com/) merelease 770 jurnal dari 471 penerbit yang dibatalkan/dihentikan indeksasinya. Alasan pembatalan atau penghentiannya adalah karena faktor:

  1. Publications concerns (65 persen). Faktor ini terkait dengan journal policy, type of peer review, diversity, content, abstract quality, citedness, conformity, regularity, dan online availability;
  2. Metrics (22 persen). Faktor ini terkait dengan derajat self-citation, total citation rate, cite score, number of articles, number of full – text cliks on, dan abstract usage on Scopus;
  3. Radar (11 persen). Faktor ini terkait dengan outlier yang melacak dan menganalisis keberkalaan, dan ada tidaknya lonjakan–lonjakan jumlah artikel yang dipublikasikan;
  4. Continuous curation (3 persen).

Faktor ini terkait dengan kurasi konten artikel secara berkelanjutan untuk memastikan kualitas artikel dan jurnal.

Dalam hal ini SCOPUS melibatkan para pakar dalam bidang keilmuan masing-masing di dalam Content Selection and Advisory Board (CSAB) (elsevier.com).

Mengapa jurnal abal-abal?

Tahun 2012 diklaim sebagai “the year of the predatory publisher”, sejalan dengan munculnya gerakan jurnal akses terbuka (open access journals) awal dekade 2000-an.

Ditandai terjadinya ledakan jumlah artikel yang dipublikasikan dengan estimasi antara 5-10 persen seluruh artikel yang diterbitkan saat itu, jauh melabihi jumlah publikasi ketika masih menggunakan model “subscription-based”.

Perubahan ini tentu saja juga berimplikasi pada peningkatan pendapatan yang diperoleh penerbit (Butler, 2013).

Sesuai hukum penawaran dan permintaan (supply & demand), semakin banyak dan tinggi permintaan akan suatu barang, maka penawaran pun semakin meningkat.

Jika permintaan (demand) lebih tinggi daripada penawaran (supply), maka ada tiga kemungkinan yang terjadi.

Pertama, jumlah penawaran ditingkatkan dengan kualitas yang sama. Kedua, jumlah penawaran ditingkatkan, tetapi dengan kualitas yang lebih rendah dan/atau menyediakan penawaran palsu/bajakan.

Ketiga, jumlah penawaran tetap dengan risiko akan terjadi antrean panjang permintaan.

Kemungkinan kedua dan ketiga inilah yang kemudian memicu dan memacu kemunculan jurnal abal-abal. Ketika jumlah penawaran ditingkatkan tetapi dengan kualitas yang lebih rendah dan/atau palsu/bajakan.

Data SCOPUS (per April 2022) menunjukkan jumlah jurnal bereputasi antara 2000—2011 meningkat 179 persen (13.615 jurnal), dengan rerata artikel yang dipublikasikan sebanyak 88 artikel per jurnal.

Sebaliknya, jumlah jurnal bereputasi antara 2012—2021 justru menurun 86 persen (4.525 jurnal), dengan rerata artikel yang dipublikasikan per jurnal meningkat menjadi 121 artikel per jurnal.

Data tersebut memperlihatkan sejak terjadinya lonjakan jumlah artikel tahun 2012, jumlah jurnal bereputasi tidak memadai lagi untuk mengimbangi peningkatan jumlah artikel yang mencapai 3.935.268 artikel per tahun sejak 2012—2021.

Situasi inilah yang kemudian memarakkan terbitnya jurnal abal-abal, yang kemudian juga memicu dan memacu kehadiran pemain luar (perseorangan atau korporasi) yang menawarkan jasa pengurusan secara cepat dengan imbal jasa yang tentu sangat mahal. Tergantung pada reputasi jurnal yang ditarget.

Tidak heran jika kemudian banyak dosen yang tertipu dan terjebak dalam permainan sindikasi jurnal internasional abal-abal. Terutama bagi mereka yang tidak memiliki kompetensi dan pengalaman menulis dan mempublikasikan artikel pada jurnal bereputasi.

Mereka juga tidak mau masuk dalam daftar antrean panjang dan melelahkan sementara kebutuhan akan artikel terbit mendesak. Selalin itu, mereka juga tidak banyak mengerti seluk-beluk jurnal abal-abal.

Bagaimana menghindari jurnal abal-abal?

Untuk memastikan kita terhindar dan tidak terjebak pada jurnal abal-abal dan permainan sindikasi jurnal, beberapa hal berikut perlu dilakukan.

Pertama, cek keaslian jurnal melalui portal-portal lembaga indeksasi jurnal seperti Scopus, Web of Science (WoS), Directory of Open Access Journals (DOAJ), Microsoft Academic Research (MAR), DOAJ, CABI, International Copernicus Index (ICI), EBSCO, dan Lembaga-lembaga pengindeks terpercaya dan bereputasi lainnya (nasional atau internasional).

Kedua, pastikan siapa editornya (editorial board). Jika tim editor pada jurnal-jurnal dari penerbit yang sama semuanya sama, maka jurnal tersebut bermasalah.

Pastikan pula kejelasan informasi tentang para editornya (riwayat, keahlian, afiliasi institusi dll.). Dewan editor paling sedikit berasal dari 4 (empat) negara. Hal ini bisa dilihat pada bagian “about” yang memuat informasi tentang tim editor.

Ketiga, lacak lokasi (.url) jurnal dan penerbitnya. Hal ini penting, karena tidak jarang jurnal abal-abal mencantumkan lokasi di negara-negara yang memiliki banyak jurnal bereputasi. Padahal, sebenarnya diterbitkan di negara-negara di luar itu.

Untuk memastikan kebenaran lokasi jurnal, bandingkan dengan lokasi yang terdokumentasi pada portal-portal lembaga indeksasi jurnal bereputasi.

Keempat, cek dan pastikan bahwa artikel diproses secara layak, baik, benar, dan professional oleh mitra-bestari (peer reviewers). Pada jurnal kredibel, proses review manuskrip akan dilakukan secara independen dan tidak ada conflict of interest agar kualitas artikel bisa dijaga.

Penting pula untuk memastikan kelayakan lama waktu pemrosesan artikel. Sejak pengiriman (submission), editorial/reviu (review), penerimaan (acceptance), hingga penerbitannya (publish). Tidak ada ketentuan standar durasi waktu penerbitan sebuah artikel sejak disubmit.

Biasanya, jurnal internasional bisa memakan waktu 3-6 bulan, sedangkan jurnal nasional bisa memakan waktu 2-3 bulan. Bila kurang dari itu (fast track), sebaiknya berhati-hati.

Kelima, cek dan pastikan jumlah artikel yang diterbitkan dalam satu Nomor/Issue wajar; dan tidak ada lonjakan dalam jumlah artikel yang diterbitkan.

Tidak ada standar berapa jumlah artikel yang layak dalam satu nomor terbitan. Yang pasti tidak ratusan, apalagi ribuan artikel yang diterbitkan, dan setidaknya setiap terbitan memuat minimal 5 artikel (Ristek-BRIN, 2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com