Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Pengemis Online, Pakar Unair: Jangan Korbankan Orangtua

Kompas.com - 19/01/2023, 16:58 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Perkembangan teknologi telah memberikan dampak yang tidak main-main. Fenomena "pengemis online" di platform media sosial TikTok saat ini tengah marak terjadi.

Kegiatan tersebut dilakukan oleh kreator konten dengan mengeksploitasi diri sendiri hingga orang lain untuk mendapatkan hadiah.

Baca juga: Dosen Unair: Harpitnas Jadi Libur Nasional Bagus buat Pekerja

Kegiatan yang lakukan pengemis online pun beragam. Mulai dari mandi lumpur, berendam di air kotor, hingga mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam.

Tak jarang, objek eksploitasi tersebut merupakan orangtua atau lansia. Tidak sedikit yang memberikan hadiah, tapi banyak juga yang mengecam.

Melihat fenomena itu, Sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Prof. Bagong Suyanto memberikan beragam tanggapan.

Menurut dia, substansi dari yang lakukan oleh pengemis tersebut tidaklah berbeda, yaitu meminta belas kasihan orang lain agar ia mendapatkan sesuatu.

"Itu adalah bentuk kreativitas karena menghadapi situasi yang semakin kompetitif. Jadi mengemis ini tidak mudah, makin banyak saingan. Sehingga mereka perlu berkreasi untuk mendapatkan belas kasihan masyarat untuk memberikan amal karitatifnya," kata dia dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).

Selain itu, Prof. Bagong juga menyoroti tentang fenomena kesenangan yang timbul akibat melihat orang menderita.

Dalam platform tersebut, masyarakat akan memberi lebih banyak kalau si pengemis "tersiksa" lebih besar, seperti mengguyur lebih banyak hingga berendam lebih lama.

Dari fenomena itu, dia mengecam adanya kreator konten yang mencoba mengeksploitasi orangtua mereka. Menurutnya, dibelakang layar akan banyak anak muda yang berperan, terutama dalam mengoperasikan media sosial tersebut.

"Itu yang harus ditangkap. Ini masuk kategori orang yang bukan karena terpaksa tapi justru dia mengeksploitasi penderitaan orang-orang yang tidak berdaya untuk memperkaya dirinya sendiri," ucap Dekan FISIP Unair ini.

Baca juga: 19 MAN Insan Cendekia Terbaik Versi UTBK 2022, buat Daftar SNPDB

Perihal fenomena tersebut, pemerintah harus mampu melakukan perang wacana.

Sebabnya, pengemis online tidak bisa ditindak seperti halnya pengemis pada umumnya dengan bantuan Dinas Sosial atau Satpol PP.

Prof. Bagong menegaskan, biar masyarakat yang akan menghakimi hal tersebut dengan cara tidak menyumbang atau tidak menonton konten tersebut.

Dia juga berpesan agar pemerintah dan masyarakat bertindak adil dan tidak menstigma negatif terhadap orang miskin.

Karena, banyak juga masyarakat miskin yang perlu bantuan, tapi tidak terpaksa untuk mengemis. Penindakan keras justru dilakukan kepada orang yang memanfaatkan masyarakat miskin untuk kekayaan pribadi.

Baca juga: Biaya Kuliah ITB Jalur SNMPTN atau SNBP 2023, Mulai Rp 0

"Ini harus dipilah, kita tidak bisa menghakimi semuanya salah, harus dilihat siapa yang melakukan karena dia butuh hidup, itu tidak masalah. Inikan sama seperti artis yang membuka donasi terbuka, kan sama. Lah kenapa kalau artis tidak kecam, orang miskin dikecam," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com