Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Penghapusan PR bagi Siswa SD-SMP, Ini Kata Dosen UM Surabaya

Kompas.com - 21/10/2022, 14:58 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi pelajar SD-SMP menjadi perdebatan berbagai pihak.

Kelompok yang setuju merasa lega karena menganggap PR memiliki andil besar dalam meningkatkan kompetensi siswa. 

Baca juga: 10 Jurusan Kuliah yang Berpeluang Besar Jadi PNS

Sementara yang sepakat dihapus merasa bahwa PR sesungguhnya membebani siswa.

Ramainya kasus tersebut ditanggapi langsung oleh Sri Lestari yang merupakan Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya.

Menurut Tari, perdebatan tentang penting atau tidaknya PR sesungguhnya bukan hal baru.

Tidak heran, bilang dia, kebijakan tersebut menjadi problematik bagi masyarakat. Bahkan di kalangan pendidik pun terbelah menjadi kelompok setuju dan tidak setuju.

"Perlu atau tidaknya memberikan PR seharusnya menjadi tanggung jawab pendidik/guru untuk menentukan. Karena memang PR bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk pembelajaran," ungkap dia dalam keterangannya, Jumat (21/10/2022).

Sementara itu, waktu tatap muka yang terbatas dengan beban kompetensi yang dicapai dianggap kurang, maka PR bagi guru dinilai menjadi jalan pintas.

Tari menjelaskan, ada beberapa aspek pertimbangan yang sebaiknya digunakan sebagai indikator memberikan pekerjaan rumah, seperti PR dapat dinilai penting jika hasil evaluasi guru menunjukkan ternyata PR terbukti dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan siswa.

"Jika tidak, maka perlu dipertimbangkan lagi tentang jenis tugas yang diberikan," ucap dia.

Tari menekankan, PR sebaiknya tidak membebani siswa atau menganggu waktu bermain dan istirahat mereka.

Baca juga: 4 Bahaya Pornografi pada Anak, Paling Terparah Gangguan Mental

Penelitian menyarankan untuk tidak memberikan PR yang memakan waktu lebih dari dua jam setengah bagi siswa untuk mengerjakannya.

"Tipe PR juga perlu dipertimbangkan dan sebaiknya yang menekankan pada kerja mandiri, menekankan kompetensi berpikir kritis dan kreatifitas, serta memastikan seminimal mungkin orang tua terlibat untuk membantu mengerjakan," tutur dia.

Menurut dia, pendidik tidak boleh menganggap PR menjadi aspek lulus atau tidaknya siswa dalam pembelajaran.

Pekerjaan rumah perlu dianggap sebagai penilaian formatif yang tidak menentukan pintar atau tidaknya siswa.

Dia mengibaratkan atlet yang bertanding dalam kompetisi, pekerjaan rumah hanyalah alat untuk mengasah kemampuannya, bukan menentukan dia menang atau tidak dalam sebuah pertandingan.

Jadi, pekerjaan rumah sebaiknya tidak perlu dinilai dan tidak perlu ada hukuman bagi siswa jika tidak mengerjakannya.

Sehingga, pekerjaan rumah sebenarnya berguna untuk menentukan strategi atau teknik pembelajaran, bukan menentukan siswa lulus atau tidak, apalagi pintar atau bodoh.

Baca juga: Ini Beda Teknik Informatika, Sistem Informasi dan Teknik Komputer

"Selain itu, penting untuk memberikan feedbak (balikan) pada PR siswa. Jadi, membiarkan siswa mempresentasikan dan mendapatkan saran atau kritik dan guru atau teman itu hal yang penting sebagai bentuk proses mereka belajar," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com