Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PR Siswa SD-SMP Dihapus, Dosen UM Surabaya Sebut Kuncinya di Guru

Kompas.com - 21/10/2022, 14:57 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan Pemkot Surabaya menghapus Pekerjaan Rumah (PR) bagi siswa SD dan SMP hingga hari ini menjadi perdebatan berbagai pihak.

Kelompok yang setuju merasa lega karena menganggap PR memiliki andil besar dalam meningkatkan kompetensi siswa. Sementara yang sepakat dihapus merasa bahwa PR sesungguhnya membebani siswa.

Ramainya kasus tersebut ditanggapi langsung oleh Sri Lestari, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya.

Menurut Tari, perdebatan tentang penting atau tidaknya PR sesungguhnya bukan hal baru.

Baca juga: Gaya Belajar Sesuai Golongan Darah A, B, AB dan O, Kamu yang Mana?

Tidak heran kebijakan tersebut menjadi problematik bagi masyarakat. Bahkan di kalangan pendidik pun terbelah menjadi kelompok setuju dan tidak setuju.

“Perlu atau tidaknya memberikan PR seharusnya menjadi tanggung jawab pendidik/guru untuk menentukan. Karena memang PR bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk pembelajaran,” tutur Tari dilansir dari laman UM Surabaya.

Sementara itu, waktu tatap muka yang terbatas dengan beban kompetensi yang dicapai dianggap kurang, maka PR bagi guru dinilai menjadi jalan pintas.

Tari menjelaskan ada beberapa aspek pertimbangan yang sebaiknya digunakan sebagai indikator memberikan PR.

Pertama, PR dapat dinilai penting jika hasil evaluasi guru menunjukkan PR terbukti dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan siswa.

Baca juga: 5 Cara Mengajar Kreatif buat Guru PAUD

Jika tidak, maka perlu dipertimbangkan lagi tentang jenis tugas yang diberikan.

Kedua, PR sebaiknya tidak membebani siswa ataupun menganggu waktu bermain dan istirahat mereka.

Penelitian menyarankan untuk tidak memberikan PR yang memakan waktu lebih dari dua jam setengah bagi siswa untuk mengerjakannya.

“Tipe PR juga perlu dipertimbangkan dan sebaiknya yang menekankan pada kerja mandiri, menekankan kompetensi berpikir kritis dan kreativitas, serta memastikan seminimal mungkin orang tua terlibat untuk membantu mengerjakan,” imbuh Dosen Pendidikan Bahasa Inggris ini.

Menurutnya, guru tidak boleh menganggap bahwa PR merupakan aspek lulus atau tidaknya siswa dalam pembelajaran. PR perlu dianggap sebagai penilaian formatif yang tidak menentukan pintar atau tidaknya siswa.

Ia mengibaratkan atlet yang bertanding dalam kompetisi, maka PR hanyalah alat untuk mengasah kemampuannya bukan menentukan dia menang atau tidak dalam sebuah pertandingan.

Jadi ia menegaskan PR sebaiknya tidak perlu dinilai dan tidak perlu ada hukuman bagi siswa jika tidak mengerjakannya.

Sehingga, pekerjaan rumah sebenarnya berguna untuk menentukan strategi atau teknik pembelajaran, bukan menentukan siswa lulus atau tidak, apalagi pintar atau bodoh.

Baca juga: Dosen Farmasi Unja Inovasi Spray Anti Nyamuk dari Limbah Ini

“Selain itu, penting untuk memberikan feedbak (balikan) pada PR siswa. Jadi, membiarkan siswa mempresentasikan dan mendapatkan saran atau kritik dan guru atau teman itu hal yang penting sebagai bentuk proses mereka belajar,” pungkas Tari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com