Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plus Minus PR Dihapus bagi Siswa SD-SMP, Ini Pandangan Akademisi

Kompas.com - 21/10/2022, 14:52 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana menghapus Pekerjaan Rumah (PR) siswa SD-SMP mulai 10 November 2022.

Gantinya, para siswa SD-SMP akan mendapatkan 2 jam tambahan setelah pulang sekolah untuk kelas pengayaan. Kelas ini, difokuskan untuk memperkuat karakter siswa.

Apakah kebijakan menghapus PR ini tepat bagi siswa SD-SMP?

Dosen Psikologi Universitas Brawijaya (UB) Ari Pratiwi mengatakan, dihapusnya PR bagi siswa ada plus minusnya.

"Sisi plusnya, anak punya waktu lebih untuk mengeksplorasi dunianya seperti apa yang dia minati," kata Ari ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022). 

Baca juga: Aturan Baru Pencairan Dana Program Indonesia Pintar SD-SMA 2022

Orangtua juga bisa merasa tenang karena tak harus ikut mengerjakan PR atau mencari kursus akademik tambahan.

"Anak akan jauh dari stres saat di rumah, tidak terbebani dengan urusan di sekolah juga saat pulang ke rumah," kata dia.

Sisi minus atau negatifnya, ada beberapa anak yang memang memerlukan latihan lewat PR.

Sebagian orangtua juga bisa ikut stres akibat kebijakan ini. Lantaran PR dihapus, otomatis orangtua perlu menyiapkan beragam aktivitas dan program yang menyenangkan bagi anak selepas sekolah.

Sebab, kebijakan dihapusnya PR bisa menambah waktu bagi anak-anak yang punya interaksi tinggi dengan gadget.

“Orangtua punya tanggung jawab sama besarnya dengan guru. Di sekolah mungkin penggunaan gadget dibatasi, tapi kalau di rumah dibiarkan saja, orangtua tidak mampu mengontrol hal itu dan bisa menjadi beban," kata alumni Universitas Indonesia (UI) ini.

Baca juga: Cara Cek Siswa Penerima Bantuan Kartu Indonesia Pintar SD-SMA 2022

Maka dari itu, ia memberikan saran kepada pemerintah untuk mendesain secara rinci kebijakan ini.

Misalnya, program pengganti PR haruslah program yang menyenangkan bagi siswa dan tidak terkesan formal dan terlalu akademis.

Berdasarkan penelitian yang pernah ia baca, tipikal orangtua di Asia adalah fokus pada achievement atau penghargaan.

Sehingga, dihapusnya PR siswa SD-SMP bisa saja mendorong orangtua untuk mengikutkan anak mereka ke dalam les tambahan yang justru membuat anak stres.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com