Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Tarif Ojek Online, Ekonom Unair: Pengaruhi Daya Beli dan Inflasi

Kompas.com - 18/08/2022, 19:38 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda pemberlakuan tarif baru ojek online, dari seharusnya 15 Agustus 2022 menjadi 30 Agustus 2022.

Perpanjangan waktu tersebut direspons baik oleh Ekonom Universitas Airlangga (Unair), Rumayya Batubara.

Baca juga: Isu Kenaikan Tarif Ojek Online, Ini Tanggapan Ekonom Unair

Menurut dia, penundaan pemberlakukan ini bagus walaupun tambahannya hanya 15 hari. Sehingga ada waktu lebih panjang, untuk menghitung lagi dampaknya, dan apakah ada solusi yang lebih baik.

"Jika memang harus naik, maka berapa besaran tarif yang sesuai. Jadi perpanjangan waktu ini bisa digunakan untuk mencari masukan dan tambahan data agar bisa mengambil kebijakan publik lebih tepat, kami sangat dukung untuk itu," ucap dia dalam keterangannya, Kamis (18/8/2022).

Kenaikan tarif ojek online punya dampak negatif

Rumayya mengatakan, kenaikan tarif sebesar itu memang akan memiliki banyak dampak negatif.

Pertama dari sisi konsumen. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Research Institute of Socio- Economic Development (RISED), lebih dari 50 persen konsumen pengguna ojek online adalah masyarakat menengah bawah.

Dan konsumen memilih menggunakan ojek online dikarenakan harganya yang terjangkau.

Baca juga: Pelaksanaan Ospek, UB Jamin Tidak Ada Perpeloncoan ke Mahasiswa Baru

Sehingga, ketika kenaikan tarif ojek online yang terlalu tinggi, menjadikan ojol tidak terjangkau lagi oleh sebagian besar konsumen.

Padahal layanan ojek online kini memegang peranan penting dalam mendukung kegiatan ekonomi.

Akibatnya, konsumen akan memilih opsi transportasi lain, salah satunya kendaran pribadi, yang akan menimbulkan masalah lain seperti kemacetan lalu lintas.

"Ketika tarif ojek online naik tahun 2019, sebanyak 75 persen konsumen menolak kenaikan harga ojek online. Persentase penolakan tergolong tinggi, meski kenaikan tarif pada saat itu tidak sebesar di tahun 2022 ini. Tahun ini kami memang belum melakukan studi terbaru, tapi kemungkinan besar akan ada lebih dari 75 persen konsumen yang menolak," ucap dia.

Dampak kedua, yaitu dari sisi driver ojek online. Rumayya mengatakan, niat baik pemerintah untuk mensejahterakan driver ojek online melalui kenaikan tarif perlu diapresiasi.

Namun menurutnya, kenaikan tarif ojek online tidak selalu berhubungan langsung dengan kesejahteraan driver.

Baca juga: Mahasiswa Lakukan Perpeloncoan, Rektor Undip: Saya Langsung Drop Out

Dia mencontohkan ketika konsumen memilih moda transportasi lain saat tarif ojek online tinggi, maka potensi pendapatan driver akan menurun.

Hal itu dikarenakan karakter pengguna ojek online yang sangat sensitif terhadap harga. Sehingga ketika ada perubahan harga, mereka akan mencari alternatif moda transportasi lain, atau bahkan mengurangi mobilitasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com