Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agustian GP Sihombing
Biarawan

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

Urgensi Pendidikan Etika Moral

Kompas.com - 11/08/2022, 13:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERNAH sangat viral, bahkan membuat darah kaum muda Indonesia mendidih, satu penelitian yang dilakukan oleh perusahaan Microsoft lewat survey Digital Civility Index (DCI) (Kompas, 03/03/2021).

Terhadap 32 negara yang diteliti tingkat kesopanan warganya di media sosial, Indonesia berada di urutan ke 29. Artinya, tingkat sopan santun atau etika moral orang Indonesia boleh dikatakan rendah.

Lebih lanjut dikatakan bahwa hoaks dan penipuan, ujaran kebencian serta diskriminasi menjadi tiga kunci mengapa nilai etika moral warga negara Indonesia merah.

Memang, bisa dikatakan bahwa hasil penelitian perusahaan raksasa tersebut tepat. Di Indonesia, naiknya persentase penyebaran berita palsu dan penipuan, kebencian, dan diskriminasi menjadi kekhawatiran utama yang dapat memecah belah persatuan.

Terlebih hal ini terjadi di dunia maya, di mana kontrol sosial dan hukum yang serius bisa saja tak berkutik.

Setelah pandemi Covid-19, inovasi pengembangan di media sosial semakin kuat. Tanpa bertatap muka dan bertemu langsung, pertemuan dapat berjalan seperti biasanya.

Perkembangan teknologi ini, di satu sisi sangat membantu, tetapi di sisi lain menjerumuskan banyak orang untuk bertindak semena-mena di media sosial.

Proses penyerapan informasi dari berbagai sumber di dunia maya pun akan jauh lebih mudah diakses. Gaya, budaya, dan trend yang ada di belahan dunia mana pun bisa didapat.

Amat rawan terjadi kegagalan mengolah data di kalangan pelajar yang pada tarafnya sedang membentuk jati dirinya. Apalagi, jika pengawasan dari pihak orangtua, guru dan keluarga tidak ada.

Mereka akan mencoba mengingat dan membiasakan budaya yang bukan jati diri bangsa. Kalau sudah mengakar, ketimpangan ini akan sangat sulit disembuhkan.

Maka, tak heran bahwa terjadi degradasi etika moral di Indonesia dengan 47 persen kasus hoaks dan penipuan, 27 persen ujaran kebencian, dan 13 persen diskriminasi di media sosial dan bahkan di dunia nyata sehari-hari.

Implementasi nilai etis dan moral

Immanuel Kant (1724-1804), seorang filsuf dan pemikir moral, sangat menekankan implementasi nilai etis lewat pengetahuan, moral dan estetika.

Baginya, seseorang akan punya harga diri jika punya nilai moralitas, punya rasa hormat kepada diri sendiri dan orang lain. Implementasi nilai seperti ini sungguh amat perlu, terutama kepada kaum remaja bangsa Indonesia.

Di usia remaja, pengajaran akan jauh lebih mudah diserap, dibudayakan, dijiwai sebagai nilai hakiki dalam dirinya ke depan.

Implementasi nilai etika dan moral bukan melulu bagaimana agar anak sopan santun dalam berbicara atau bertindak.

Akan tetapi, implementasi harus berlangsung dari dan dalam pikirannya menjadi seorang manusia yang sungguh manusia dan punya konsep tentang yang baik dan benar serta memilih yang baik dan menjauhkan hal tidak baik.

Animasi demikian dapat dilakukan lewat edukasi yang tepat, bukan sesat. Anak harus dijauhkan dari rasionalisasi yang dapat menjerumuskannya pada sikap permisif. Kalau tidak, anak akan menghalalkan segala cara agar apa yang dipikirkannya mutlak benar.

Selain itu, anak harus diajari sikap terbuka dan jujur menyatakan isi hati dan pikirannya. Jangan ada memoles kalimat, karena berbahaya mengarah kepada penipuan diri sendiri. Ini akan mengarahkan anak untuk menghindari hoaks dan kepalsuan dalam bertindak.

Sosialisasi nilai kemanusiaan juga perlu dan penting. Bahwa, semua manusia itu memiliki hak dan kewajiban serta hakikat yang sama.

Hukum negara juga menjamin dan melindungi pemenuhan setiap hak dan kewajiban warga negaranya. Tidak ada diskriminasi. Untuk itu, tidak pantas dan benar menyulut api kebencian dan ingin menang sendiri.

Untuk itu, anak harus dibantu mengenal seni hidup yang dimulai dari berpikir, berbicara, dan bertindak yang tepat.

Jika berhadapan dengan orang yang lebih muda atau tua darinya dan setara dengannya, apa yang harusnya diperbuat?

Karena menghadapi setiap orang itu tidak berlangsung dengan cara yang sama atau serupa. Ada seninya.

Tugas implementasi ini dapat didasarkan pada ajaran-ajaran benar dan baik dari masing-masing agama yang dianut, budaya setempat, nilai-nilai Pancasila, dan hukum-hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

Pendidikan nilai etika moral ini berlangsung dalam dua pembinaan, yakni tahap awal (initial formation) dan tahap lanjutan (on going formation).

Di tahap awal, baik orangtua, keluarga dan guru memiliki porsi yang cukup besar. Dalam tahap awal, anak harus betul-betul disuapi dengan sendok dan makanan etika moral yang dapat dicernanya.

Berlangsung secara lambat dan lama, sampai akal budi dan rasa anak betul-betul bisa mengolah apa yang diajarkan.

Orangtua, keluarga dan guru tidak boleh saling mengandaikan. Orangtua mengandaikan bahwa anak pasti dididik di sekolah. Sebaliknya, guru mengandaikan bahwa orangtua sudah mengajarkan nilai etika dan moral di keluarga.

Malahan, kedua belah pihak harus sinkron dan bersinergi dalam tahap awal ini. Karena, tahap ini menjadi dasar utama atau akar bagi perkembangan etika moral anak.

Dalam tahap lanjutan, ketika sudah punya bekal pemahaman dan latihan dari orangtua, keluarga dan guru, anak yang kemudian menjadi dewasa akan lebih mudah menerapkannya di lingkungan masyarakat lebih luas.

Ia akan lebih kritis terhadap situasi yang tengah berlangsung di hadapannya. Hati nuraninya sudah terbentuk dan tumbuh dengan kokoh.

Terhadap siapa pun ia akan mampu memposisikan diri dan berekspresi dengan wajar. Pada tahap berikutnya, ia akan menjadi pengajar nilai etika dan moral bagi lingkungan yang dirasa perlu dididik.

Kita mau mengembalikan pandangan negara luar tentang Indonesia yang adalah bangsa yang beradab dan bermoral. Sifatnya sudah urgen dan tak bisa ditunda-tunda lagi.

Etika dan moral bangsa ini harus dipulihkan lagi dari degradasi yang telah berlangsung. Manusia bukanlah kuda yang harus dikekang dan dilatih dengan kasar agar mengerti.

Kapasitas rasio, rasa, dan aksi manusia sungguh menjadi kunci keberhasilan pendidikan etika dan moral bersama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com