Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog Unair: RUU KIA Bisa Jadi Salah Satu Cara Atasi Baby Blues

Kompas.com - 24/07/2022, 17:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masih banyak kasus baby blues yang dialami ibu di Indonesia. Bahkan, beberapa kasus pembunuhan bayi oleh ibu kandung sempat ditengarai karena baby blues.

Agar baby blues tidak melanda banyak ibu Indonesia yang akan melahirkan, Pakar Konseling dan Psikologi Keluarga Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (Unair), Prof Nurul Hartini menyebut bahwa perlu ada tinjauan lebih lanjut terkait faktor penyebab baby blues.Sebab, menurutnya banyak faktor yang dapat menyebabkan baby blues.

“Perlu ada penelaahan secara komprehensif mengenai penyebab baby blues. Kondisi psikologis ibu dari sejak sebelum menikah hingga saat melahirkan, harus menjadi perhatian bagi lingkungan sekitarnya. Jika memang ada indikasi resiko baby blues, maka suami atau pendamping lain dapat segera berkonsultasi dengan ahlinya,” terang Prof Nurul, dilansir dari laman Unair.

Baca juga: Prilly Latuconsina Daftar Jadi Guru di MBKM, Ini Ceritanya

Baby blues biasanya muncul pada masa awal pasca seorang ibu melahirkan. Gejala umumnya, yakni adanya perasaan sedih atau khawatir.

Pada mayoritas kasus, baby blues akan hilang dengan sendirinya setelah bayi berusia 14 hari.

Biasanya terkait dengan ibu yang berisiko tinggi mengalami baby blues, dokter akan merekomendasikan suami mendukung penuh istrinya.

Artinya, suami akan disarankan untuk menemani istrinya, terutama saat pasca-melahirkan.

Karena itu, Prof Nurul juga sangat mendukung adanya usulan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik (DPR) Indonesia.

Jika telah ada pengesahan dari RUU KIA tersebut, maka  hal itu menjadi sarana kebijakan yang mendukung adanya kesejahteraan keluarga.

Baca juga: Lulusan S1 Mau Jadi Guru? Kemendikbud Buka 40.000 Kuota Calon Guru di PPG

RUU KIA sebagai salah satu penguat penurunan angka baby blues. Dengan begitu, angka bahagia keluarga juga bisa meningkat. 

“RUU tersebut kan dibuat, salah satunya agar suami dapat menemani istrinya pasca melahirkan. Jadi hal ini baik secara psikologi keluarga. Suami yang menemani istrinya terutama di saat pasca melahirkan, menjadi kekuatan tersendiri secara psikologis dan turut membantu mencegah kejadian baby blues serta meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak,” jelas Prof Nurul.

Cuti khusus bagi suami tersebut, dinilainya, memiliki peluang agar figur seorang ayah dapat lebih hadir di tengah keluarga.

Terlebih bagi pasangan suami dan istri yang menjalani long distance marriage (kehidupan pernikahan jarak jauh) 

“Namun, perlu diingat juga bahwa yang terpenting bukan sekedar kehadiran ayah secara fisik. Ayah harus hadir juga secara psikologis, ekonomi, sosial dan spiritual," tambah Nurul.

Jika sudah demikian maka seorang ayah telah betul-betul melaksanakan tugas dan fungsinya secara sempurna. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com