Ketiga kondisi tersebut terjelaskan dalam berikut ini.
Pertama, kelelahan secara emosional (emotional exhaustion). Kelelahan secara emosional ditandai dengan banyaknya perasaan/emosi negatif seperti cemas, sedih, kesal serta perasaan kurang bersemangat ketika bangun tidur di pagi.
Kelelahan secara emosional juga dapat kita rasakan umumnya di akhir hari setelah pulang kerja/pulang kuliah, khususnya saat kita mengalami banyak tekanan/konflik, kita merasa lelah hati, merasa energi terkuras habis.
Baca juga: Kemendikbud Ristek Buka Beasiswa Pendidikan Indonesia, Cek di Sini
Kedua, sikap tidak peduli terhadap lingkungan atau terhadap tugas/pekerjaan (cynicism). Sikap ini ditandai dengan turunnya minat dan antusiasme untuk memulai atau menghadapi tugas/pekerjaan; kita menjaga jarak terhadap lingkungan atau terhadap tugas/pekerjaan.
Saat mengalami cynicism, kita memandang bahwa peran orang lain dan tugas/pekerjaan menjadi kurang penting, kurang memberikan manfaat; atau kita mulai mempertanyakan seberapa penting/berharga tugas-tugas yang sedang kita selesaikan ini.
Ketiga, menurunnya keyakinan akan kemampuan diri sendiri (professional inefficacy). Saat mengalami professional inefficacy, kita merasa diri kurang baik (kurang kompeten) dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan. Kita menjadi ragu apakah kita dapat bekerja secara efektif, apakah kita dapat menuntaskan tugas/pekerjaan. Dengan kata lain, kita menjadi kurang percaya diri dalam bekerja.
Jika dibiarkan, kondisi kelelahan psikologis (burnout) yang dialami ini dapat memiliki dampak negatif baik terhadap penyelesaian studi maupun terhadap kinerja (performance) di tempat kerja.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi atau mencegah burnout.
Baca juga: Ingin Kuliah di UNSW Sydney? Ikuti Jalur Internasional Uniprep Ini
Untuk mengatasi burnout, setidaknya ada tiga faktor yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1. Dukungan sosial (social support).
2. Penyelesaian tugas berdasarkan prioritas (task priority).
3. Istirahat sejenak secara psikologis (psychological detachment).
Faktor pertama, dukungan sosial (social support). Burnout mudah dialami pada mereka yang menjalankan dua atau lebih peran, misalnya sebagai mahasiswa, sebagai pekerja, ataupun sebagai bagian dari komunitas/keluarga.
Berbagai peran ini, akan berisiko menimbulkan konflik peran (role conflict), di mana peran yang satu, menghambat peran yang lain.
Untuk mengatasi konflik peran ini, kita sebagai individu dapat meminta dukungan kepada orang-orang di sekitar kita. Sebagai mahasiswa kita dapat menyampaikan/menceritakan kepada dosen dan kepada teman-teman satu kelompok tugas perkuliahan mengenai situasi/kondisi tugas-tugas dalam pekerjaan yang sedang kita hadapi.