Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andaru Psikologi Untar
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Kolom bincang masalah mahasiswa bersama Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara.

Andaru memiliki makna yang sarat akan kebahagiaan. Kolom ini mengajak pembaca membahas masalah seputar kehidupan mahasiswa, baik terkait akademik maupun non-akademik.

Bagi pembaca yang ingin berkonsultasi lebih lanjut, silahkan menghubungi Pusat Bimbingan & Konsultasi Psikologi (PBKP) Untar melalui kontak: 081292926276, email layanan: konsul.psikologi@untar.ac.id

Fakultas Psikologi Untar memiliki program sarjana, magister, dan profesi.

Lokasi: Jl. Letjen S. Parman No.1, Jakarta Barat. Website: http://untar.ac.id

Ingin Kuliah Sambil Bekerja? Ini Strategi Buat Mahasiswa

Kompas.com - 11/05/2022, 19:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Dian Ihsan

Oleh: Lita Dwiputeri (Mahasiswa Program Studi Psikologi Profesi Jenjang Magister Universitas Tarumanagara) | P. Tommy Y. S. Suyasa (Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara)

KOMPAS.com - Belajar adalah tanggung jawab utama seorang mahasiswa. Belajar sebenarnya adalah hal yang menyenangkan, tapi pada kenyataannya terkadang malah menjadi hal yang membuat merasa tertekan. Semakin banyak jumlah dan tingkat kesulitan tugas yang diberikan, semakin mahasiswa merasakan stres.

Kondisi ini akan semakin dirasakan ketika mahasiswa memiliki aktivitas lain di luar perkuliahan, seperti bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain tugas-tugas dari perkuliahan, mereka akan mendapatkan tugas-tugas dari atasan dengan tenggat waktu tertentu.

Baca juga: SKB 4 Menteri Terbaru Bolehkan Sekolah Jalani PTM 100 Persen

Dengan kondisi seperti itu, idealnya mahasiswa perlu cermat dalam membagi waktu antara tugas perkuliahan dan tugas di pekerjaan. Namun, pada kenyataannya, seringkali kondisi tidak semudah itu.

Seperti yang dialami oleh seorang mahasiswi di Jakarta yang sedang berkuliah sambil bekerja penuh waktu di suatu perusahaan swasta.

Dia mengambil kelas karyawan dengan jadwal kuliah malam setelah jam kerja. Selain membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan tugas di pekerjaannya, mahasiswi itu juga membutuhkan waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.

Untuk menyiasati penyelesaian tugas pekerjaan dan perkuliahan, dia sering begadang sampai larut malam dan merasa kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya.

Dia merasa cemas memikirkan tugas-tugasnya berpotensi tidak selesai tepat waktu. Dia berusaha untuk menyelesaikan seluruh tugasnya, tapi tidak sanggup dan merasa kelelahan.

Bahkan ketika bangun di pagi hari, dia merasa kelelahan dan enggan untuk memulai hari.

Akhirnya, dia terkadang menunda menyelesaikan tugas dengan menonton atau membuka sosial media dan menyia-nyiakan waktu. Alhasil, waktu yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan, malah menjadi semakin sedikit.

Baca juga: Pakar UGM: Arus Mudik 2022 Jauh Lebih Baik Dibanding 2019

Jika kita merasakan hal-hal tersebut di atas, kemungkinan kita sedang mengalami apa yang disebut dengan burnout atau kelelahan psikologis (Leiter & Schaufeli, 1996; Maslach et al.,1996).

Burnout adalah sebuah kondisi yang ditandai dengan tiga hal, yaitu:

1. Kelelahan secara emosional (emotional exhaustion).

2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan sosial atau tugas/pekerjaan (cynicism).

3 Perasaan tidak yakin untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan dengan baik (professional inefficacy).

Ketiga kondisi tersebut terjelaskan dalam berikut ini.

Pertama, kelelahan secara emosional (emotional exhaustion). Kelelahan secara emosional ditandai dengan banyaknya perasaan/emosi negatif seperti cemas, sedih, kesal serta perasaan kurang bersemangat ketika bangun tidur di pagi.

Kelelahan secara emosional juga dapat kita rasakan umumnya di akhir hari setelah pulang kerja/pulang kuliah, khususnya saat kita mengalami banyak tekanan/konflik, kita merasa lelah hati, merasa energi terkuras habis.

Baca juga: Kemendikbud Ristek Buka Beasiswa Pendidikan Indonesia, Cek di Sini

Kedua, sikap tidak peduli terhadap lingkungan atau terhadap tugas/pekerjaan (cynicism). Sikap ini ditandai dengan turunnya minat dan antusiasme untuk memulai atau menghadapi tugas/pekerjaan; kita menjaga jarak terhadap lingkungan atau terhadap tugas/pekerjaan.

Saat mengalami cynicism, kita memandang bahwa peran orang lain dan tugas/pekerjaan menjadi kurang penting, kurang memberikan manfaat; atau kita mulai mempertanyakan seberapa penting/berharga tugas-tugas yang sedang kita selesaikan ini.

Ketiga, menurunnya keyakinan akan kemampuan diri sendiri (professional inefficacy). Saat mengalami professional inefficacy, kita merasa diri kurang baik (kurang kompeten) dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan. Kita menjadi ragu apakah kita dapat bekerja secara efektif, apakah kita dapat menuntaskan tugas/pekerjaan. Dengan kata lain, kita menjadi kurang percaya diri dalam bekerja.

Jika dibiarkan, kondisi kelelahan psikologis (burnout) yang dialami ini dapat memiliki dampak negatif baik terhadap penyelesaian studi maupun terhadap kinerja (performance) di tempat kerja.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi atau mencegah burnout.

Baca juga: Ingin Kuliah di UNSW Sydney? Ikuti Jalur Internasional Uniprep Ini

Untuk mengatasi burnout, setidaknya ada tiga faktor yang perlu kita perhatikan, yaitu:

1. Dukungan sosial (social support).

2. Penyelesaian tugas berdasarkan prioritas (task priority).

3. Istirahat sejenak secara psikologis (psychological detachment).

Faktor pertama, dukungan sosial (social support). Burnout mudah dialami pada mereka yang menjalankan dua atau lebih peran, misalnya sebagai mahasiswa, sebagai pekerja, ataupun sebagai bagian dari komunitas/keluarga.

Berbagai peran ini, akan berisiko menimbulkan konflik peran (role conflict), di mana peran yang satu, menghambat peran yang lain.

Untuk mengatasi konflik peran ini, kita sebagai individu dapat meminta dukungan kepada orang-orang di sekitar kita. Sebagai mahasiswa kita dapat menyampaikan/menceritakan kepada dosen dan kepada teman-teman satu kelompok tugas perkuliahan mengenai situasi/kondisi tugas-tugas dalam pekerjaan yang sedang kita hadapi.

Sebaliknya, sebagai pekerja, kita dapat menyampaikan/menceritakan kepada atasan dan kepada rekan kerja mengenai situasi/kondisi tugas-tugas dalam perkuliahan yang sedang kita hadapi.

Baca juga: Tahun Ajaran 2022/2023, Unpad Gelar 40 Persen Perkuliahan di Kampus

Berharap, dosen, teman-teman satu kelompok ataupun atasan, dan rekan-rekan kerja dapat memahami kondisi/kesulitan yang sedang kita hadapi, dan dapat memberikan dukungan/bantuan berupa kompromi atau penyesuaian terhadap jumlah ataupun tenggat waktu penyelesaian tugas.

Faktor kedua, penyelesaian tugas berdasarkan prioritas. Mahasiswa perlu mendefinisikan dan menentukan prioritas tugas dengan jelas untuk menghindari dampak dari tekanan waktu. Seringkali kita mendefinisikan prioritas tugas berdasarkan hal yang penting dan bersifat segera (mendesak).

Dengan terbiasa mengerjakan hal-hal yang penting dan bersifat mendesak, lama-kelamaan kita memiliki kebiasaan untuk mengerjakan hal-hal yang mendekati tenggat waktu (deadline), dan mengabaikan hal-hal yang penting namun tidak bersifat mendesak.

Dalam menyusun jadwal tugas, justru kita perlu memprioritaskan penyelesaian tugas/pekerjaan yang penting, tapi tidak bersifat mendesak, atau masih memiliki tenggat waktu (deadline) yang cukup lama.

Dengan demikian, pada saat mendekati tenggat waktu, diharapkan penyelesaian tugas penting sudah mendekati (100 persen) target penyelesaian.

Baca juga: 3 Mahasiswa Unesa Kalahkan Tim ITB dan UI di Ajang MMC 2022

Prioritas untuk menyelesaikan tugas penting yang tidak bersifat segera, akan sangat baik jika disertai dengan sikap fokus atau tidak membiarkan diri diganggu oleh telepon genggam (notifikasi aplikasi) ataupun notifikasi email yang tidak relevan dengan penyelesaian tugas.

Faktor ketiga, istirahat sejenak secara psikologis (psychological detachment). Menurut studi yang dilakukan oleh Sonnentag (2012), istirahat sejenak secara psikologis yang dilakukan individu di tengah-tengah penyelesaian tugas/pekerjaan, dapat mengurangi efek emosi negatif ataupun perasaan tertekan yang dialami.

Istirahat sejenak secara psikologis berarti melupakan/mengalihkan pikiran dari tugas/pekerjaan yang sedang dihadapi (mentally disconnected from work). Ketika kita beristirahat sejenak secara psikologis, pikiran kita terlepas dari tugas/pekerjaan.

Pada saat itu adalah kesempatan bagi pikiran kita untuk relaks, terbebas dari beban dan kesempatan bagi pikiran kita untuk memikirkan hal-hal lain yang bersifat positif atau hal yang menimbulkan emosi positif, yang membuat pikiran kita segar (refresh) dan kembali antusias/bersemangat.

Istirahat sejenak secara psikologis dapat kita lakukan dengan menyempatkan diri, di tengah-tengah waktu penyelesaian tugas/pekerjaan, untuk beristirahat/mengalihkan pikiran pada aktivitas yang kita sukai atau tanpa memikirkan tugas pekerjaan ataupun tugas kuliah, untuk sementara waktu (sekitar 10-15 menit).

Baca juga: Mendikbud Ristek Ajak Mahasiswa Ikut Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2

Psychological detachment dalam waktu 10-15 menit sangat baik disertai dengan cara mengatur nafas sambil memikirkan hal yang positif (bersyukur/berterima kasih atas berbagai hal baik yang kita alami).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com