Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Minta MA Tolak Uji Materi Permendikbud PPKS

Kompas.com - 01/04/2022, 08:12 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah akademisi lintas universitas mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan uji materi (judicial review) Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau.

Uji materi Permendikbud PPKS akan memperlemah regulasi tersebut dalam mencegah kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Baca juga: Cegah Kekerasan Seksual di Kampus, Komnas Perempuan Tolak Uji Materi Permendikbud PPKS

Desakan itu tertuang dalam empat rekomendasi yang disuarakan sejumlah akademisi dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara kepada MA, yakni:

1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan pembentukan Permendikbud PPKS ini sudah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Permendikbud PPKS ini punya kekuatan hukum.

4. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara.

Ada 29 akademisi yang mendesak, salah satunya Guru Besar Fakultas Hukum UI, Prof. Sulistyowati Irianto.

Dia menegaskan, Permendikbudristek PPKS adalah instrumen hukum yang paling ditunggu di perguruan tinggi di Indonesia.

Selama ini, ketiadaan hukum yang memadai di tingkat nasional maupun perguruan tinggi tidak dapat menangani kasus korban kekerasan seksual, umumnya pada mahasiswi.

Baca juga: KIP Kuliah UTBK-SBMPTN 2022 Masih Dibuka, Kuliah Gratis di PTN dan PTS

"Peninjauan kembali diajukan terhadap proses formil dan sejumlah pasal penting dalam Permendikbud PPKS yang bisa berpotensi instrumen hukum tersebut akan kehilangan substansi kekuatannya dalam melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual yang adalah generasi muda aset bangsa ini di kemudian hari," ucap dia dalam keterangan resminya, Kamis (3/1/2022).

Prof. Sulistyowati meneruskan berdasarkan Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sepanjang 2012-2021, terdapat 49.729 kasus kekerasan seksual yang terjadi baik di ranah personal, ranah publik, dan ranah negara.

5 faktor terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi

Kekerasan terhadap perempuan di ranah pendidikan, paling banyak terjadi di perguruan tinggi, dan 87,8 persen nya adalah kekerasan seksual.

Dalam pandangan Komnas Perempuan, menurut Prof. Sulistyowati, disebabkan oleh lima faktor.

Pertama, belum ada atau terbatasnya peraturan di perguruan tinggi yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual.

Baca juga: Pakar Unair: Urun Dana Rakyat untuk IKN Sangat Berat

Kedua, definisi kekerasan seksual dalam perundang-undangan nasional mengatur secara terbatas dan tidak mengenali beragam kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, serta belum berperspektif korban sebagaimana prinsip HAM internasional," katanya.

Faktor ketiga, aparatur penegak hukum yang masih terbatas pengetahuan dan perspektifnya mengenai korban perempuan.

Faktor keempat, penanganan hukum dalam sistem peradilan pidana tidak terintegrasi dengan sistem pemulihan korban dan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Terakhir, budaya menyalahkan korban. Budaya ini menyebabkan korban bungkan dan mengalami re-viktimisasi.

"Dampak kekerasan seksual bagi korban ada potensial kehilangan nyawa dan masa depan, trauma serta cacat seumur hidup. Oleh karenanya, kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan bukan kejahatan kesusilaan," tegas Prof. Sulistyowati.

Anggota Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah pernah menyatakan, dirinya langsung melakukan komunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait agar permohonan uji materi Permendikbud PPKS ditolak MA.

Sebab, peraturan tersebut dapat menciptakan kawasan tanpa kekerasan seksual di kampus.

Baca juga: Mendikbud Ristek dan Menag: Frasa Madrasah Tetap Ada di RUU Sisdiknas

"Kita masih banyak peluang untuk bersikap dan berjuang agar teman-teman audiensi ke pimpinan," tegas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com