Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Ubah Limbah Medis Jadi Ranjang Rumah Sakit

Kompas.com - 28/01/2022, 16:12 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Masih lekat dalam ingatan, pada Juni 2021 lalu, Indonesia kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19. Saat itu, Kementerian Kesehatan mengamanatkan agar konversi tempat tidur untuk pasien Covid-19 di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) ditingkatkan hingga 60 persen.

Sayangnya, kebijakan tersebut masih belum cukup. Beberapa rumah sakit seperti Siloam menyatakan, pada Juni 2021 telah kehabisan tempat tidur untuk merawat pasien Covid-19.

Tak berhenti di situ, selama pandemi, jumlah limbah medis juga meroket.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelumnya menyebutkan, hingga akhir Juli 2021, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari kelompok limbah medis menembus angka 18.460 ton.

Baca juga: ITB Ciptakan Bensin dari Minyak Kelapa Sawit, Sukses Uji Coba

Jumlah limbah B3 medis ini didominasi oleh sampah masker, face shield, sarung tangan plastik, dan Alat Pelindung Diri (APD) yang penggunaannya meningkat sejak pandemi Covid-19.

Karena sifatnya yang infeksius atau berpotensi menularkan penyakit, limbah B3 medis harus dikelola secara khusus. Salah satu jenis penanganan yang dinilai paling efektif adalah melalui pembakaran dengan alat khusus, yakni insinerator.

Namun, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat, hingga pertengahan tahun 2021 lalu, hanya 122 Rumah Sakit yang memiliki fasilitas insinerator.

Sementara itu, fasilitas pengolah limbah B3 medis juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Peduli pada pengelolaan limbah B3 medis, sekaligus ketersediaan ranjang RS, tim mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina, mengubah limbah medis menjadi alat kesehatan (alkes).

Baca juga: Beasiswa S1-S2 Brunei 2022: Kuliah Gratis, Tunjangan Rp 6,7 Juta Per Bulan

Delfira Suecita Regana, Nadhifa Alya Zahira, dan Arsyad Ibaddurahman, mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina, mengubah limbah tersebut menjadi kerangka keranjang rumah sakit.

“Selama ini, pengelolaan limbah B3 medis berfokus pada pemusnahannya. Sehingga, kami mencoba mengajukan usulan baru dan mungkin yang pertama kali di Indonesia, dengan mengolah limbah B3 medis menjadi kerangka ranjang rumah sakit (hospital bed). Inovasi ini, kami beri nama Recyled Hospital Bed atau Rehob,” ungkap ketua tim, Delfira, dalam keterangan tertulis Universitas Pertamina, Jumat (28/1/2022).

“Kami juga sempat membaca di beberapa berita, akibat lonjakan kasus positif Covid-19 pada saat itu, banyak pasien umum yang harus di rawat di lorong rumah sakit tanpa tempat tidur. Dari sinilah, muncul ide untuk membuat rehob,” imbuh Delfira.

Rehob, terang dia, diproses dengan prinsip Ecobricks. Botol-botol PET plastik yang sudah tidak terpakai diisi degan limbah B3 medis yang sudah didisinfektasi dan dicacah. Botol berisi limbah tersebut kemudian direkatkan satu sama lain dan disusun membentuk kerangka tempat tidur.

“Berdasarkan penelitian terdahulu dan pengamatan tim, ecobrick yang dibuat dengan menggunakan botol berbahan PET ukuran 600 ml, dapat menahan beban hingga 407,89 kilogram, dengan massa rata-rata ecobrick sebesar 262,8 gram dan densitas sebesar 0,44 gr/ml. Sehingga, kerangka Rehob ini aman karena mampu menahan berat badan rata-rata manusia dewasa mencapai 62 hingga 70 kg,” tutur Delfira.

Baca juga: Mahasiswa S1 Butuh Biaya Kuliah? Beasiswa Cargill Beri Tunjangan Rp 35 Juta

Selain berpotensi mengoptimalkan penanganan limbah B3 medis, inovasi ini sekaligus dapat menangani permasalahan kekurangan tempat tidur di beberapa fasyankes.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com