Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog UGM: Waspada Puncak Omicron, Lakukan 5M untuk Pencegahan

Kompas.com - 18/01/2022, 19:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah memprediksi puncak kasus infeksi Covid-19 varian Omicron akan terjadi pada pertengahan Februari atau awal Maret 2022. Sejumlah daerah, terutama DKI Jakarta mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Pemerintah pun telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mengantisipasi puncak infeksi Covid-19 varian Omicron ini.

Salah satunya, melakukan akselerasi booster vaksin di Jabodetabek, penegakan protokol kesehatan lebih masif, hingga persyaratan masuk ke tempat publik hanya yang sudah divaksinasi 2 kali.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama sependapat dengan prediksi tersebut. Meski begitu lonjakan tersebut jangan dimaknai akan setinggi gelombang kedua saat varian Delta menyerang. Karena dugaannya mungkin tidak akan mencapai setinggi gelombang kedua.

Baca juga: Epidemiolog Unair Jelaskan Flurona, Koinfeksi Influenza dan Covid-19

“Tetapi kemungkinan mendekati gelombang pertama itu pun dengan hospitalisasi yang lebih rendah karena omicron cepat menular namun tingkat keparahannya di bawah Varian Delta”, ujarnya, dilansir dari laman UGM.

Tidak hanya Jakarta, menurut Bayu beberapa daerah lain terutama kota-kota yang menjadi destinasi wisata dan daerah dengan mobilitas antar daerah tinggi perlu bersiap. Daerah-daerah tersebut perlu untuk meningkatkan kembali kemampuan 3T yaitu pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) dan melakukan isolasi terpusat.

“Hal ini dikarenakan daerah dengan mobilitas tinggi seperti daerah tujuan wisata mempunyai potensi terjadi peningkatan kasus akibat peningkatan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru beberapa waktu lalu," ungkapnya.

Terkait percepatan vaksin ketiga atau booster untuk mengatasi varian Omicron, Bayu menilai belum bisa melihat efeknya karena baru saja dimulai dan masih belum tinggi cakupannya.

Baca juga: Tim Unair Racik Fermentasi Bawang untuk Stamina Lansia Pasca Vaksinasi

Sehingga ada kemungkinan belum terlihat efek dari booster dalam 1-2 bulan ini. Baginya yang paling penting saat ini bukan soal booster tetapi bagaimana memperluas cakupan yang belum mendapatkan dosis lengkap terutama untuk kelompok rentan dan anak-anak.

Dengan kemungkinan lonjakan yang terjadi, apakah akan menunda Pembelajaran Tatap Muka atau PTM di sekolah, Bayu mengatakan hal tersebut tergantung dari sejauh mana kemampuan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam merespons peningkatan kasus Covid-19 dan kasus yang terjadi di sekolah.

Jika dimungkinkan muncul kasus di sebuah sekolah kemudian hanya dilakukan penutupan tanpa disertai penyelidikan detail dan evaluasi masalahnya maka bisa dipastikan tinggal menunggu waktu PTM di banyak sekolah akan ditunda.

“Karena sampai saat ini belum terlihat langkah pemerintah terkait menentukan masalah PTM ini jika ada kasus positif Covid-19 muncul di sana, apakah disebabkan di sekolah? Atau karena murid? Protokol Kesehatan yang kurang ketat atau masalah lainnya”, katanya.

Bayu menyebut jika lonjakan benar terjadi nantinya di bulan Februari-Maret maka pembatasan melalui peningkatan level PPKM mungkin akan terjadi meskipun tidak sampai level tertinggi. Kebijakan ini tentu memerlukan kerja sama baik antara masyarakat dan pemerintah.

Baca juga: Cara Ampuh Usir Tikus di Rumah ala Ahli Tikus IPB

Pemerintah perlu meningkatkan 3T dan masyarakat jika masih ingin beraktivitas leluasa seperti saat ini maka mau tidak mau harus membantu dengan menjaga 5M.

Masyarakat setidaknya kembali menegakkan pemakaian masker secara disiplin. Sedangkan terkait pelarangan untuk mereka yang melakukan perjalanan dari luar negeri dirasa tidak perlu selama proses karantina bisa diperbaiki sehingga tidak terjadi kebocoran penularan saat karantina.

“Karena semua orang yang bepergian atau datang dari luar negeri sudah divaksin dosis lengkap sehingga relatif lebih aman, tinggal proses karantinanya yang lebih ketat. Yang penting lainnya adalah menyampaikan pemahaman kepada masyarakat yang akan ke luar negeri bahwa kondisi di luar negeri saat ini lebih berbahaya dibandingkan Indonesia sehingga mereka harus lebih berhati-hati," jelasnya.

Lebih lanjut Bayu menjelaskan varian Omicron lebih cepat menular tetapi tidak berbahaya dibanding varian Delta. Meski begitu tetap menjadi perhatian bagi mereka yang belum melakukan vaksinasi karena memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapatkan perawatan di RS dibandingkan yang sudah divaksin.

Baca juga: ITB Ciptakan Bensin dari Minyak Kelapa Sawit, Sukses Uji Coba

Melihat angka cakupan vaksinasi Indonesia jauh lebih baik maka kemungkinan tingkat kekebalan masyarakat juga lebih baik. Memperbandingkan saat gelombang kedua melanda maka bisa diperkirakan kemungkinan lonjakan hospitalisasi tidak akan terjadi seperti di gelombang kedua.

“Saya kira maing-masing tahu risiko, karena itu tetap lakukan 5 M dengan disiplin. Contoh jika memang ada komorbid maka segera dapatkan vaksin dosis lengkap dan berhati-hati saat di tempat umum terutama pemakaian masker dan lakukan pemeriksaan kesehatan rutin," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com