Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti IPB Sebut Penyaluran Bansos Pemerintah Jauh dari Efektif

Kompas.com - 07/12/2021, 09:28 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Peneliti IPB, Noni Noerkalsar menyebut penyaluran bantuan sosial (bansos) pemerintah dinilai masih jauh dari efektif.

Menurut dia, pemberian bansos dan subsidi dengan berbagai skema diupayakan mencukupi kebutuhan dasar masyarakat.

Baca juga: UB: Mahasiswi NWR Pernah Laporkan Pelecehan Seksual di Januari 2020

Salah satunya lewat Jaring Pengaman Sosial (JPS) berupa bansos sembako dan tunai, kartu prakerja, dan kartu harapan.

"Sayangnya program ini menimbulkan permasalahan sendiri. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terjadi ketidaktepatan sasaran penerima bansos," ucap dia dalam acara Brown Bag Seminar yang digelar DJPb Kemenkeu, melansir laman IPB, Selasa (7/12/2021).

Dia mengaku, bantuan ini juga kerap disalahgunakan oleh pemerintah daerah (Pemda).

Tidak hanya itu, permasalahan ini kian diperparah dengan penemuan kasus penyelewengan dana Bansos di tingkat pemerintah pusat.

Berdasarkan riset terdahulu, dapat ditarik benang merah bahwa permasalahan dalam penyaluran bansos terjadi pada sebelum dan setelah pandemi berlangsung.

Dia menambahkan, metode kuantitatif hingga analisis kajian wacana dilakukan untuk menelaah efektivitas penyaluran bansos Covid-19 di Indonesia.

Ditemukan berbagai permasalahan pada setiap jenis bansos.

Sebagian besar diakibatkan oleh database yang tidak akurat dan skema penyaluran yang berbelit-belit. Terutama bagi penyaluran ke wilayah terpencil.

"Lamanya proses distribusi semakin memperlambat penerimaan bansos oleh masyarakat terutama di daerah yang relatif jauh dari perkotaan," ujar dia.

Lanjut dia mengatakan, penyaluran bansos pemerintah dinilai masih tidak efektif dan tepat sasaran.

Baca juga: Guru Besar IPB: Rebranding Tempe Perlu Dilakukan

Sebagian besar masyarakat masih belum menerima bansos meskipun berhak.

Masih ada banyak permasalahan dalam penyaluran JPS dari hulu hingga ke hilir. Ketidakandalan basis data menjadi faktor utama permasalahan pendistribusian bansos.

"Diketahui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diperbaharui secara masif pada 2015. Padahal bila mengacu Pasal 8 ayat 5 UU Nomor 13 tahun 2016 berkenaan dengan pengurusan masyarakat sejahtera dijelaskan, semestinya verifikasi dan validasi data harus dilaksanakan secara periodik sekurang-kurangnya dua tahun sekali," ungkap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com