Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembelajaran Interaktif, Cara Mencegah Learning Loss Selama Pandemi

Kompas.com - 09/09/2021, 11:03 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bahaya learning loss atau menurunnya kompetensi belajar siswa selama pandemi Covid-19, jika tidak diseriusi akan semakin memburuk.

Learning loss memiliki dampak yang sangat besar bukan hanya terhadap peserta didik. Tetapi juga bagi nasib dan majunya bangsa Indonesia.

Jika learning loss terus terjadi dan tidak segera diatasi, maka bangsa ini akan mengalami kehilangan generasi penerus yang berkualitas.

"Potensi learning loss adalah suatu hal yang sulit dihindari saat diberlakukan di masa diberlakukannya pembelajaran jarak jauh atau sistem online," Ujar Co Founder PT Zenius Education, Sabda PS.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Simak Durasi Belajar Jenjang PAUD, SD-SMA

Namun sebetulnya, learning loss sudah terjadi sejak dulu. Hanya saja masa pandemi Covid-19 semakin memperparah kondisinya.

"Jadi, awal mula istilah learning loss dari riset pembelajaran di Amerika yang break karena musim panas (summer). 3 bulan break, masuk sekolah anak-anak udah keliatan lupa pelajarannya apa. Saat ketinggalan jauh, akhirnya mereka udah malas mau mengulang," Ujarnya saat wawancara interaktif dengan Kompas.com beberapa waktu lalu. 

Ia mengatakan, sebetulnya learning loss bisa dicegah melalui pembelajaran interaktif. Apalagi, dari ranking PISA, Indonesia memiliki nilai jeblok di antara negara lain.

"Sebetulnya, dalam mengajar pun perlu suasana interaktif. Siswa juga perlu terlibat diskusi aktif. Efek learning loss selama pandemi ini bisa diatasi asal paham penguasaan teknologi dan belajar online," tambahnya.

Ia mengatakan, sebetulnya siswa siap saja diberi materi. Namun, saat pandemi halangannya adalah infrastruktur. Ada yang tidak bisa mengakses zoom atau portal serupa karena sinyal, bandwitch, hingga ada yang terkendala kualitas teknologi.

Baca juga: Cerita Siswi SMK Ranking Ke-33 di Kelas yang Lolos Masuk UI

"Padahal, dalam pembelajaran online, unsur afektif, kognitif, psikomotorik saling mempengaruhi tidak bisa hanya kognitif saja atau fokus pada afektifnya saja. Tiga aspek ini harus balance. Tanpa sekolah, aspek ini saja hilang. Saat tatap muka online, tentu reduksi tiga aspek ini muncul. Padahal yang diajar sebelum dan saat pandemi sama. Hanya tidak terasa saja kalau hilang poin-poin pembelajarannya," tambahnya.

Lalu, bagaimana cara efektif para siswa bisa tetap belajar sekalipun dalam kondisi pandemi?

"Tekankan efektivitas diskusi. Jadi enggak hanya guru ke murid, bisa murid ke murid saling mengajari. Jangan hanya satu arah dan jangan belajar hanya untuk memecahkan soal yang diberikan guru. Discuss, game, nonton video itu melatih tiga hal tadi," beber Sabda.

Sabda sendiri mengatakan, blended learning memang pas untuk kondisi siswa saat ini. Justru, jika pandemi usai metode ini juga efektif diterapkan.

"Misal tatap muka dua jam, terus dilanjutkan sistem online. Idealnya, anak belajar hanya 2-4 jam atau 4-5 jam di sekolah. Mau lanjut ekskul juga oke. Jadi sekolah berbasis teknologi. Latihan dari video, materi soal by platform edukasi. Jadi saat tatap muka tinggal diskusi interaktif," ujarnya.

Atau bisa setelah mempelajari materi secara online, saat masuk kelas siswa langsung dibagi grup dan diajak memecahkan masalah. Sehingga interaksi antar siswa bisa lebih berkembang.

Baca juga: Beasiswa 2021 untuk Siswa SD-SMP-SMA, Beri Bantuan Biaya Sekolah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com