Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Unair: Mural Jadi Media Pesan dan Kritik ke Penguasa

Kompas.com - 19/08/2021, 13:53 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Mural telah dikenal sejak dahulu sebagai salah satu media berekspresi.

Melalui perkembangannya, mural di era kontemporer menjadi hal yang tak terpisahkan saat menyebutkan kata kritik di ruang publik.

Baca juga: Tips Penggunaan Masker yang Benar ala Dosen Unair

Menanggapi hal itu, Ketua Pusat Studi Industri Kreatif Pasca Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Igak Satrya Wibawa angkat suara.

Dia mengaku, mural sudah dikenal menjadi media komunikasi bagi masyarakat.

"Mural adalah salah satu bentuk street art, menjadi media komunikasi yang cukup sering digunakan masyarakat dalam menyampaikan pesan, harapan dan kritik kepada pihak yang punya privilege atau kekuasaan tertentu," ujar dia melansir laman Unair, Kamis (19/8/2021).

Dia menyebut, mural berbeda dengan grafiti, walaupun sama-sama termasuk seni jalanan.

Grafiti, kata dia, lebih menonjolkan ekspresi pelukis secara tersurat dan kadang sifatnya sangat personal. Karena, hanya berupa tulisan atau simbol yang mewakili entitas tertentu.

"Sedangkan mural memiliki makna dan pesan lebih dalam, kebanyakan ditempatkan di ruang publik dengan tujuan dilihat banyak orang," ujar pria yang menjadi Dosen Visual Culture & Creative Arts FISIP Unair.

Mengenai etika dan perizinan penempatan di ruang publik, dia menyatakan dapat dilihat dari beberapa dimensi.

Jika dikaitkan dengan dimensi etis, sambung dia, tentunya public property idealnya tidak dapat dipakai tanpa adanya izin.

Baca juga: 5 Tips Kelola Masker Bekas Pakai ala Dosen Unair

"Namun ini menjadi paradoks bila dilihat dari dimensi perlawanan, yaitu kasusnya harus menabrak etika, karena namanya juga perlawanan," jelas dia.

Di dimensi seni, sebut dia, wajar bila mural dijadikan sebagai simbol perlawanan, kritik atau harapan.

Bahkan, sah saja bila penempatannya di ruang publik, agar didengar dan dilihat banyak orang.

"Untuk itu agak susah bila kita menghadapkan seni dan aturan, karena dalam seni kadang harus membenturkan keduanya," ucap dia.

Igak berpendapat mural berisi kritik sosial sama halnya dengan baliho yang berisi pesan-pesan politis, yakni sama-sama memanfaatkan ruang publik sebagai saluran penyampaian pesan.

Hanya bedanya, mereka yang official punya kuasa, wewenang dan memiliki privilege tertentu menggunakan baliho.

"Sedangkan masyarakat yang tidak memiliki privilege dan melihat ruang-ruang penyampaian pendapat banyak tersumbat di sana-sini, akhirnya memilih mural sebagai media yang frontal dan efektif dalam menyampaikan pesan," tegas dia.

Dia menambahkan, dalam era digital semua orang bisa mengabarkan semua hal, siapapun yang menjadi sasaran kritik melalui mural perlu memperhatikan tanggapan yang akan diberikan.

Baca juga: Akademisi Unair Beri Tips Sukses Berbisnis untuk Pelaku UMKM

"Karena apapun bisa menjadi sesuatu yang besar bila direspon dengan cara yang salah dan bila ditanggapi secara reaktif, maka kemungkinan akan semakin menggaungkan pesan dalam mural," tukas dia.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com