KOMPAS.com - Selama pandemi Covid-19 berlangsung di seluruh dunia, para ilmuwan telah menemukan varian-varian baru dari virus ini.
Varian baru virus Covid-19 ini tentu akan berdampak berbeda jika menyerang tubuh manusia.
Misalnya terjadi peningkatan dari kecepatan transmisi, keparahannya, hingga bagaimana kemampuannya mengelabui imunitas inangnya.
Pokja Genetik Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK-UGM) dan RSUP Dr. Sardjito Gunadi mengatakan, dampak varian baru Covid-19 terhadap transmisi, keparahan, dan imunitas dalam masyarakat.
Baca juga: PT Petrosea Buka Lowongan Kerja bagi D3 Fresh Graduate, Simak Infonya
Hal itu dipaparkannya dalam Webinar 'Pemanfaatan Next Generation Sequencing' yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Gunadi mengungkapkan, virus ini awalnya dinamai dengan 2019-nCoV, kemudian diganti oleh WHO menjadi SARS-CoV-2 untuk menghindari stigma pada negara, kota, atau kelompok tertentu. Berdasarkan perkembangan, ditemukan varian-varian baru di berbagai negara.
"Varian-varian yang baru ini menjadi permasalahan karena letaknya pada Receptor Bonding Domain (RBD). RBD ini merupakan bagian langsung dari Protein S yang berikatan langsung dengan Ace2 Receptor pada manusia," kata Gunadi seperti dikutip dari laman UGM, Senin (7/6/2021).
Gunadi menerangkan, dalam menetapkan tingkat varian-varian ini, WHO memberi label khusus setiap ada varian baru yang muncul.
Label Varian of Interest diberikan jika ada mutasi baru kemudian dengan implikasi fenotipnya bisa diduga dan harus terpenuhi satu mutasi menyebabkan transmisi lokal atau menyebabkan multiple klaster atau terdeksi pada beberapa negara.
Baca juga: Beasiswa Universitas Pertamina: Dapat Uang Saku, Bebas SPP dan SPI
Jika ditentukan WHO itu sendiri sebagai Variant of Interest dengan berkonsultasi terhadap pokja.
Variant of Interest ini bisa naik menjadi Variant of Concern dengan beberapa syarat, yakni:
1. Varian itu jelas meningkatkan transmisinya, secara epidemiologi lebih cepat.
2. Varian itu menyebabkan meningkatnya virulensi yang menyebabkan semakin parah inangnya, bahkan bisa sampai meninggal.
3. Varian tersebut menurunkan efektivitas protokol kesehatan, alat diagnostik, vaksin, dan terapi.
"Syarat lain untuk suatu varian mendapat label tentunya tergantung apakah varian tersebut masih bertahan lama. Tidak bisa hanya yang bertahan satu bulan saja," urai Gunadi.
Baca juga: Kemendikbud Ristek Buka Rekrutmen Peneliti Lapangan, Ini Syaratnya