Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Merger PTS, Masalah atau Solusi bagi Pendidikan Tinggi Indonesia?

Kompas.com - 16/05/2021, 08:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Prof. Dr. Ir. Agustinus Purna Irawan | Guru Besar Bidang Ilmu Teknik, Rektor Universitas Tarumanagara

KOMPAS.com - Dalam beberapa minggu ini, ramai dibicarakan terkait dengan adanya PTS (Perguruan Tinggi Swasta) yang mengalami berbagai masalah dan berpotensi untuk dicabut ijinnya oleh Pemerintah dengan jumlah lebih dari 1000 PTS.

Jika dibandingkan dengan data Perguruan Tinggi di Indonesia yang dapat diakses di laman PD Dikti (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi), maka jumlah tersebut kurang lebih 25 persen dari PTS yang ada di Indonesia.

Saat ini di laman PD Dikti, kita dapat memperoleh data sebagai berikut: jumlah PTN dan PTS sebanyak 4.590 buah dengan 36.442 Program Studi, Dosen sebanyak 375.630 orang, Mahasiswa sebanyak 8.759.333 orang.

Sebagai orang yang bekerja di dunia PTS tentu saja hal ini membuat miris dan menjadi was-was terkait dengan keberlanjutan PTS tersebut, para dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan yang berada di dalamnya.

Pertanyaan yang muncul dibenak kita adalah mengapa PTS tersebut sampai mengalami situasi yang demikian sehingga terancam ditutup?

Secara riil, di Indonesia saat ini, pendidikan tinggi sangat bergantung pada PTS. Dengan jumlah PTN sebanyak 118 buah, tentu belum mampu untuk menampung semua mahasiswa yang akan kuliah.

Sebagian besar mahasiswa mengikuti perkuliahan di PTS dengan berbagai variasi kualitas, baik yang sudah mempunyai reputasi tinggi maupun yang tidak jelas.

PTS ini menjadi andalan Pemerintah dalam pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi. Saat ini APK Pendidikan Tinggi di Indonesia berada pada kisaran 34 persen, lebih rendah dari Malaysia dengan APK berkisar 50 persen dan Singapura berkisar 78 persen.

Jika kondisi PTS banyak yang bermasalah, maka kondisi ini akan berdampak negatif terhadap APK Indonesia.

Baca juga: Siapkan Pembukaan Kampus, LLDikti Tunjuk 8 PTS Jadi Sentra Vaksinasi

Keberlangsungan PTS

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberlangsungan sebuah PTS. Faktor utama adalah apakah calon mahasiswa mau melanjutkan kuliah di PTS tersebut.

Mahasiswa memilih PTS sebagai tempat kuliah antara lain dengan melihat akreditasi, keunggulan, kualitas dosen, biaya kuliah, sarana dan prasarana pembelajaran, kemudahan akses, prestasi yang diraih, bangunan kampus, dan layanan lainnya seperti IT dan medsos.

Faktor lainnya adalah menyangkut mitra yang bersedia bekerja sama dengan PTS tersebut, baik mitra industri maupun mitra pengguna lulusan.

Banyak PTS yang tidak mampu mempertahankan jumlah mahasiswa dan terus mengalami penuruan dari tahun ke tahun. Bahkan PTS memang sejak didirikan sudah tidak dilirik oleh calon mahasiswanya karena penilaian subyektif calon mahasiswa dan orangtua.

Hal ini menyangkut trust terhadap layanan dari PTS tersebut. Mengelola PTS untuk tetap dapat eksis dan menjadi pilihan calon mahasiswa dan para mitra, tidak mudah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com