Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merger PTS, Masalah atau Solusi bagi Pendidikan Tinggi Indonesia?

Oleh: Prof. Dr. Ir. Agustinus Purna Irawan | Guru Besar Bidang Ilmu Teknik, Rektor Universitas Tarumanagara

KOMPAS.com - Dalam beberapa minggu ini, ramai dibicarakan terkait dengan adanya PTS (Perguruan Tinggi Swasta) yang mengalami berbagai masalah dan berpotensi untuk dicabut ijinnya oleh Pemerintah dengan jumlah lebih dari 1000 PTS.

Jika dibandingkan dengan data Perguruan Tinggi di Indonesia yang dapat diakses di laman PD Dikti (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi), maka jumlah tersebut kurang lebih 25 persen dari PTS yang ada di Indonesia.

Saat ini di laman PD Dikti, kita dapat memperoleh data sebagai berikut: jumlah PTN dan PTS sebanyak 4.590 buah dengan 36.442 Program Studi, Dosen sebanyak 375.630 orang, Mahasiswa sebanyak 8.759.333 orang.

Sebagai orang yang bekerja di dunia PTS tentu saja hal ini membuat miris dan menjadi was-was terkait dengan keberlanjutan PTS tersebut, para dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan yang berada di dalamnya.

Pertanyaan yang muncul dibenak kita adalah mengapa PTS tersebut sampai mengalami situasi yang demikian sehingga terancam ditutup?

Secara riil, di Indonesia saat ini, pendidikan tinggi sangat bergantung pada PTS. Dengan jumlah PTN sebanyak 118 buah, tentu belum mampu untuk menampung semua mahasiswa yang akan kuliah.

Sebagian besar mahasiswa mengikuti perkuliahan di PTS dengan berbagai variasi kualitas, baik yang sudah mempunyai reputasi tinggi maupun yang tidak jelas.

PTS ini menjadi andalan Pemerintah dalam pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi. Saat ini APK Pendidikan Tinggi di Indonesia berada pada kisaran 34 persen, lebih rendah dari Malaysia dengan APK berkisar 50 persen dan Singapura berkisar 78 persen.

Jika kondisi PTS banyak yang bermasalah, maka kondisi ini akan berdampak negatif terhadap APK Indonesia.

Keberlangsungan PTS

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberlangsungan sebuah PTS. Faktor utama adalah apakah calon mahasiswa mau melanjutkan kuliah di PTS tersebut.

Mahasiswa memilih PTS sebagai tempat kuliah antara lain dengan melihat akreditasi, keunggulan, kualitas dosen, biaya kuliah, sarana dan prasarana pembelajaran, kemudahan akses, prestasi yang diraih, bangunan kampus, dan layanan lainnya seperti IT dan medsos.

Faktor lainnya adalah menyangkut mitra yang bersedia bekerja sama dengan PTS tersebut, baik mitra industri maupun mitra pengguna lulusan.

Banyak PTS yang tidak mampu mempertahankan jumlah mahasiswa dan terus mengalami penuruan dari tahun ke tahun. Bahkan PTS memang sejak didirikan sudah tidak dilirik oleh calon mahasiswanya karena penilaian subyektif calon mahasiswa dan orangtua.

Hal ini menyangkut trust terhadap layanan dari PTS tersebut. Mengelola PTS untuk tetap dapat eksis dan menjadi pilihan calon mahasiswa dan para mitra, tidak mudah.

Pembiayaan PTS yang paling banyak dari tuition fee yaitu biaya yang dibayarkan oleh mahasiswa, sangat tergantung dari kemampuan dan jumlah mahasiswa untuk membayar.

Jika jumlah mahasiswa sedikit atau berfluktuasi, maka akan sangat mempengaruhi PTS dalam menghimpun dana untuk operasional dan pengembangan.

Makin sedikit jumlah mahasiswa maka makin sendikit dana yang terhimpun, yang berakibat kemampuan PTS menurun untuk melaksanakan operasionalnya.

Merger atau alih kelola

Bagi PTS yang sudah mengalami penuruan kemampuan finasial untuk melaksanakan operasinya, maka sangat berdampak pada kualitas layanan yang diberikan kepada mahasiswa.

Pilihan bagi PTS tersebut suatu saat adalah dicabut ijinnya, merger atau alih kelola ke penyandang dana yang lain.

Pilihan-pilihan ini tidak mudah mengingat PTS berada di bawah Yayasan sebagai Badan Penyelenggara, yang tentu mempunyai AD/ART dan berbagai ketentuan lainnya.

Pencabutan ijin dari Pemerintah dapat dilakukan bagi PTS yang memang sudah tidak dapat menjalankan operasionalnya karena tidak ada mahasiswa atau menyalahi ketentuan perundang-undangan.

Namun bagi PTS yang masih mempunyai mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan, pencabutan ijin akan berdampak negatif dan menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu, pencabutan ijin dapat menjadi opsi terakhir.

Merger dapat dilakukan bagi PTS dengan PTS lainnya, sehingga mempunyai kekuatan baru secara bersama-sama dalam pengelolaan PTS. Merger dapat dilakukan jika ada kesepakatan antara PTS yang terlibat di dalamnya.

Namun demikian, merger ini juga dapat menimbulkan masalah baru jika tidak disiapkan dengan baik.

Hal ini karena menyangkut kepemilikan aset dan sumber daya, kepemilikan kewajiban atau hutang jika ada, dan yang paling berat adalah kesepakatan dalam hal value atau visi misi yang akan dicapai dari masing-masing PTS yang bergabung serta bagaimana pembagian kewajiban dan keuntungan jika ada di masa mendatang.

Kondisi ini jika tidak dipersiapkan sejak awal, dapat menimbulkan masalah baru berupa konflik kepentingan antara para pihak yang melakukan merger, yang pada akhirnya berdampak pada mahasiswa dan pemangku kepentingan yang lainnya.

Jika proses merger dapat berjalan dengan baik, maka PTS hasil merger mempunyai sumber daya dan potensi baru untuk berkembang.

Dalam hal ini, peran pemerintah melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) sangat diperlukan dalam proses pembinaan dan pengawasan agar PTS hasil merger ini dapat berhasil sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan.

Opsi berikutnya yang dapat ditempuh oleh PTS yang mengalami permasalahan khususnya dari sisi finansial, manajemen dan mahasiswa, dapat dilaksanakan dengan proses alih kelola.

Proses alih kelola dapat dilaksanakan dengan cara diserahkan secara suka rela kepada lembaga penyelenggara dalam hal ini Yayasan lainnya yang mempunyai kemampuan dalam pengelolaan PTS atau dengan cara dibeli oleh lembaga lainnya.

Proses ini membutuhkan keseriusan dari para pihak yang berkepentingan, sehingga semua hal yang terkait alih kelola diselesaikan dengan baik sehingga PTS tersebut tidak menjadi sengketa di kemudian hari jika menjadi sukses.

Dalam alih kelola ini, perlu dibicarakan mekanisme alih kelola dan juga sosialisasi kepada semua dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa, agar mereka semua memahami apa yang telah terjadi dan bagaimana masa depan mereka pada lembaga baru yang mengelola PTS tersebut.

Alih kelola dapat dilaksanakan dengan baik jika PTS yang akan dialihkelolakan dapat menyiapkan dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa untuk menjadi satu dengan PTS penerima.

Keterbukaan para pihak dan kerelaan untuk saling memperkembangan dalam satu ikatan PTS sangat diperlukan dalam kegiatan ini.

Tidak boleh ada yang dirugikan dalam proses ini dan fokus pada tujuan bersama yaitu memperkembangkan PTS sebagai asset nasional yang harus terus dikembangkan dan ditingkatkan mutunya untuk membantu pemerintah dalam penyelenggaraan PTS, sehingga menghasilkan SDM Unggul utuk Indonesia Jaya dan mencapai APK seperti yang diharapkan.

Berdasarkan 3 opsi yang telah disampaikan di atas, maka merger PTS menjadi pilihan pertama untuk mengatasi persoalan PTS.

Merger dapat menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan karena dengan merger para pihak yang ikut serta membangun PTS ini sejak awal, masih merasakan keberadaan PTS yang telah dikembangkan dalam waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit.

Merger juga dapat memperkuat nilia-nilai yang akan dikembangan karena bisa saling mendukung dari para mitra, pembiayaan lebih efisien, program-program pengembangan dapat berjalan dengan baik karena ada pihak yang khusus menangani hal tersebut.

Merger juga memperbesar PTS yang bergabung menjadi satu kelembagaan, sehingga mempunyai potensi yang dari sisi: pengembangan kegiatan tri dharma perguruan tinggi, pendanaan, jangkauan ke calon mahasiswa, efisiensi biaya, dan berbagai keunggulan lainnya yang dapat dikembangkan bersama.

Pilihan kedua adalah alih kelola, dimana proses alih kelola perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar tidak terjadi konflik di kemudian hari.

Opsi pencabutan ijin menjadi opsi terakhir bagi PTS yang benar-benar sudah tidak mempunyai kemampuan melaksanakan kegiatan tri dharma perguruan tinggi atau melanggar aturan yang sangat mendasar.

Perlu pertimbangan yang matang dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan merger, alih kelola maupun pencabutan ijin bagi PTS. Bagaimanapun,

PTS masih sangat diperlukan untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan Pendidikan tinggi yang berkualitas sesuai kebutuhan semua pemangku kepentingan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa menuju Indonesia Jaya.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/05/16/085018271/merger-pts-masalah-atau-solusi-bagi-pendidikan-tinggi-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke