Fadly juga menuturkan, pada zaman dahulu, sajian makanan pada hari raya keagamaan bersifat sakral.
Dikatakan sakral, lanjut dia, makanan yang disajikan merupakan representasi simbolis dari kondisi geografis masa lalu. Saat itu, masyarakat Nusantara dikenal sebagai masyarakat agraris, sehingga makanan yang dibuat pun diambil dari bahan pangan yang ada.
“Baik Islam, Hindu, dan agama lokal memiliki tradisi yang menempatkan makna sebagai suatu makna simbolis dan sakral,” ujarnya.
Ia mencontohkan, tradisi ketupat pada hari raya Lebaran banyak dipengaruhi oleh kebudayaan agraris Nusantara.
Tradisi ini mengadopsi tradisi masyarakat Hindu-Bali, di mana ketupat dibuat beras dan janur kelapa, dua bahan makanan yang identik dengan sumber pangan di Nusantara saat itu.
Selain itu, tradisi sajian makanan di hari raya atau momen akbar lainnya merupakan satu bentuk pengejawantahan terhadap rasa syukur masyarakat atas karunia dari Yang Mahakuasa.
Baca juga: Peneliti IPB: Tanaman Herbal Ini Berkhasiat Redakan Asam Urat
Hal ini diperkuat dengan analisis yang sudah dilakukan para ahli sejarah sejak masa kolonial.
“Mereka (ahli sejarah) melihat bahwa budaya-budaya simbolis seperti tumpeng dan ketupat, memang warisan dari tradisi agraris di dalam budaya Hindu-Jawa sebagai bentuk manifestasi syukur terhadap Yang Mahakuasa,” jelasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.