Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/05/2021, 12:25 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Hantaran, parsel atau hampers itu maknanya sama. Bahkan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat di Indonesia.

Biasanya saat jelang hari raya terutama Idulfitri, masyarakat Indonesia memiliki tradisi mengirimkan hantaran Lebaran kepada kerabat, sahabat, tetangga atau yang membutuhkan.

Tapi ternyata, tradisi ini tidak sekedar wujud belas kasih saja namun sudah menjadi bagian dalam sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia.

Baca juga: Seperti Ini Kiat Mahasiswi Indonesia Puasa di Sudan Suhunya Capai 47 Derajat

Hal ini dikatakan Sejarawan Kuliner Universitas Padjadjaran (Unpad) Fadly Rahman, M.A. Menurutnya, jika melihat dari sisi historis, tradisi mengirimkan hantaran dipengaruhi oleh dua masa kebudayaan, yaitu prakolonial serta kebudayaan kolonial.

"Tradisi ini memang khas menunjukkan kerukunan masyarakat agraris di Nusantara," ujar Fadly seperti dikutip dari laman Unpad, Rabu (12/5/2021).

Dari masa prakolonial

Dijelaskan, di masa prakolonial tradisi mengirimkan hantaran banyak dilakukan masyarakat pada hari yang memiliki momen khusus.

Seperti ketika hari raya panen hingga hari raya keagamaan. Hantaran diberikan kepada antar tetangga sebagai bentuk ekspresi rasa syukur atas limpahan hasil pangan.

Disamping itu, tradisi ini juga dilakukan masyarakat agraris kepada pihak kerajaan. Di hari raya, rakyat biasa mengirimkan upeti kepada kerajaan berupa makanan dan bahan pangan sebagai bentuk syukur kepada penguasa.

Adapun jenis makanan yang menjadi hantaran di masa prakolonial berupa kudapan tradisional, seperti:

  • rengginang
  • dodol
  • wajit yang beken di kalangan masyarakat lokal

Pada masa kolonial

Pada masa kolonial masuk, tradisi ini tetap dipertahankan oleh masyarakat, tetapi ada dinamika di dalamnya. Dinamika itu terlihat dari wujud makanannya.

Pada masa ini, kudapan yang berasal dari benua Eropa mulai menjadi hantaran selain kudapan lokal. Seperti jenis kue nastar, kastengel, hingga putri salju.

Baca juga: Ramadhan di Serbia, Mahasiswi Ini Dihujani Kejutan Manis

"Dulu kue-kue yang dibuat keluarga Eropa dijadikan hantaran antar kaum priyayi. Masyarakat Muslim kalangan priyayi pada masa lalu itu menerima hantaran dari orang Eropa," terangnya.

Maka tak heran jika aneka kue kolonial tersebut tetap eksis menjadi kudapan khas hari raya hingga saat ini berkat resep yang diwariskan turun temurun.

Tak kalah penting ialah makna dari hantaran itu sendiri. Menurut Fadly, makanan sangat identik dalam perayaan hari raya keagamaan. Pada zaman dahulu, sajian makanan pada hari raya keagamaan bersifat sakral.

"Baik Islam, Hindu, dan agama lokal memiliki tradisi yang menempatkan makanan sebagai suatu makna simbolis dan sakral," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com