Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/05/2021, 12:12 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Para mahasiswa yang saat ini menyelesaikan studi di negara lain tentunya menghadapi banyak tantangan saat menjalani ibadah puasa.

Mulai dari adaptasi durasi puasa yang berbeda dengan Indonesia, cuaca hingga citarasa makanan dari negara lain yang jauh berbeda dengan makanan asli Indonesia. 

Apalagi jika berada di negara yang umat Muslim justru jadi warga minoritas. Sebagian besar teman-teman kuliah yang merupakan warga negara asing, belum tentu tahu jika orang berpuasa itu, tidak makan dan minum.

Hal ini dirasakan betul oleh Adi Kusmayadi, PhD student di Departement Chemical and Materials Engineering di Tunghai University Taiwan.

Banyak yang tidak tahu berpuasa

Kepada Kompas.com, Sabtu (8/5/2021) mahasiswa asal Bandung ini menceritakan pengalaman menjalani Ramadhan di luar negeri atau puasa di Taiwan. Apalagi di tahun-tahun pertamanya, banyak teman atau bahkan Profesor yang mengajar, tidak tahu apa itu berpuasa.

Baca juga: Cerita Ramadhan di Perancis, Wisnu Punya Trik Puasa Berdurasi Panjang

Bahkan ada juga teman yang justru menawari minuman saat Adi tengah berpuasa.

"Lingkungan sekitar saat kuliah ini juga jadi tantangan tersendiri saat berpuasa. Teman-teman tidak tahu puasa itu apa, kenapa tidak makan dan minum. Ada yang beranggapan, tidak makan tapi masih boleh minum kan. Ada juga yang bertanya kamu tidak meninggal kan karena tidak makan dan minum?," kata Adi sembari tertawa.

Meski harus menjalankan puasa di negara yang mayoritas non Muslim, hal ini membuat Adi lebih memaknai nilai-nilai keberagaman. Kondisi ini juga memotivasi dirinya untuk melakukan syiar, agar teman-temannya jadi tahu makna berpuasa yang dijalankan umat Muslim.

Baca juga: Berpuasa di Negeri Paman Sam, Zafran Rindu Es Buah dan Kolak

Ramadhan 2021 lebih spesial

Adi yang juga Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan (PPIDK) Asia Oceania menerangkan, tahun pertama berpuasa di Taiwan, dia juga harus beradaptasi dengan citarasa makanan di Taiwan yang cenderung hambar.

Berbeda dengan makanan Indonesia yang kaya akan bumbu dan rempah. Adi pun memilih memasak makanan sederhana seperti telur, sarden dan sayur sederhana.

Tapi tahun ini, Ramadhan 2021 yang dijalankan Adi lebih berwarna karena sudah bersama istrinya Regina Agustina yang juga seorang PhD student di Departement of Industrial Engineering and Enterprise Information dan buah hati mereka. Sehingga menu makanan berbuka dan sahur lebih variatif.

"Saat berbuka puasa dan sahur jadi tambah ramai dan berwarna karena kehadiran si kecil. Menu makanan khas Indonesia juga jadi lebih variatif karena ada istri yang memasak," ungkap Adi.

Baca juga: Puasa di Lebanon, Masak Bersama untuk Buka dan Sahur Jadi Rutinitas Hamzah

Bulan Ramadhan di tengah pandemi

Adi bersyukur, meski saat ini menempuh pendidikan di kampus non Muslim namun pihak universitas sangat Muslim friendly. Bahkan juga tersedia mushola di kampus agar para mahasiswa bisa menjalankan shalat 5 waktu, shalat tarawih atau berbuka puasa bersama.

Selama bulan Ramadhan ini, Adi dan teman-temannya saling bergantian memberikan kultum. Selain itu juga rutin melakukan kajian bersama baik secara online maupun offline.

Selain mushola di kampus, untuk ibadah shalat Jumat, Adi biasa ke masjid Taichung yang bisa ditempuh selama 45 menit hingga 1 jam perjalanan menggunakan bus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com