Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Banyak Teman Tak Tahu Apa Itu Berpuasa, Adi Lakukan Syiar di Taiwan

KOMPAS.com - Para mahasiswa yang saat ini menyelesaikan studi di negara lain tentunya menghadapi banyak tantangan saat menjalani ibadah puasa.

Mulai dari adaptasi durasi puasa yang berbeda dengan Indonesia, cuaca hingga citarasa makanan dari negara lain yang jauh berbeda dengan makanan asli Indonesia. 

Apalagi jika berada di negara yang umat Muslim justru jadi warga minoritas. Sebagian besar teman-teman kuliah yang merupakan warga negara asing, belum tentu tahu jika orang berpuasa itu, tidak makan dan minum.

Hal ini dirasakan betul oleh Adi Kusmayadi, PhD student di Departement Chemical and Materials Engineering di Tunghai University Taiwan.

Banyak yang tidak tahu berpuasa

Kepada Kompas.com, Sabtu (8/5/2021) mahasiswa asal Bandung ini menceritakan pengalaman menjalani Ramadhan di luar negeri atau puasa di Taiwan. Apalagi di tahun-tahun pertamanya, banyak teman atau bahkan Profesor yang mengajar, tidak tahu apa itu berpuasa.

Bahkan ada juga teman yang justru menawari minuman saat Adi tengah berpuasa.

"Lingkungan sekitar saat kuliah ini juga jadi tantangan tersendiri saat berpuasa. Teman-teman tidak tahu puasa itu apa, kenapa tidak makan dan minum. Ada yang beranggapan, tidak makan tapi masih boleh minum kan. Ada juga yang bertanya kamu tidak meninggal kan karena tidak makan dan minum?," kata Adi sembari tertawa.

Meski harus menjalankan puasa di negara yang mayoritas non Muslim, hal ini membuat Adi lebih memaknai nilai-nilai keberagaman. Kondisi ini juga memotivasi dirinya untuk melakukan syiar, agar teman-temannya jadi tahu makna berpuasa yang dijalankan umat Muslim.

Ramadhan 2021 lebih spesial

Adi yang juga Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan (PPIDK) Asia Oceania menerangkan, tahun pertama berpuasa di Taiwan, dia juga harus beradaptasi dengan citarasa makanan di Taiwan yang cenderung hambar.

Berbeda dengan makanan Indonesia yang kaya akan bumbu dan rempah. Adi pun memilih memasak makanan sederhana seperti telur, sarden dan sayur sederhana.

Tapi tahun ini, Ramadhan 2021 yang dijalankan Adi lebih berwarna karena sudah bersama istrinya Regina Agustina yang juga seorang PhD student di Departement of Industrial Engineering and Enterprise Information dan buah hati mereka. Sehingga menu makanan berbuka dan sahur lebih variatif.

"Saat berbuka puasa dan sahur jadi tambah ramai dan berwarna karena kehadiran si kecil. Menu makanan khas Indonesia juga jadi lebih variatif karena ada istri yang memasak," ungkap Adi.

Bulan Ramadhan di tengah pandemi

Adi bersyukur, meski saat ini menempuh pendidikan di kampus non Muslim namun pihak universitas sangat Muslim friendly. Bahkan juga tersedia mushola di kampus agar para mahasiswa bisa menjalankan shalat 5 waktu, shalat tarawih atau berbuka puasa bersama.

Selama bulan Ramadhan ini, Adi dan teman-temannya saling bergantian memberikan kultum. Selain itu juga rutin melakukan kajian bersama baik secara online maupun offline.

Selain mushola di kampus, untuk ibadah shalat Jumat, Adi biasa ke masjid Taichung yang bisa ditempuh selama 45 menit hingga 1 jam perjalanan menggunakan bus.

"Tapi baru-baru ini terjadi kasus positif, yang terkonfirmasi positif ini sempat berkunjung di salah satu masjid. Hal ini mengakibatkan ada pengetatan di berbagai masjid. Saat Idul Fitri mendatang, masjid tidak membuka shalat Ied seperti biasanya," imbuh Adi.

Saat ini jumlah mahasiswa dari Indonesia di kampusnya sekitar 200 orang. Namun yang Muslim sekitar 20 orang. Jumlah ini termasuk banyak karena di tahun pertama Adi menempuh pendidikan, jumlah teman Muslim, hanya 2 orang yang biasa jadi imam saat shalat dan 3 makmum.

"Sudah 4 tahun berturut-turut tidak mudik, karena saat Idul Fitri biasanya masih ada jadwal perkuliahan. Biasanya kami setelah shalat Ied, bersilahturahmi dengan sesama mahasiswa dan masak makanan khas Indonesia, seperti opor," tutur Adi.

Rindu berbuka dan sahur bersama keluarga besar

Adi mengaku, saat Ramadhan seperti ini sangat merindukan suasana berbuka puasa dan sahur bersama keluarga besar. Ditambah lagi dengan makanan khas Indonesia. khususnya makanan-makanan khas Bandung yang sangat sulit ditemukan di Taiwan.

Selama berada di Taiwan, Adi jadi lebih mensyukuri hal-hal kecil yang dulu dianggap hal biasa. Yakni mendengarkan suara adzan di masjid atau mendengarkan suara membangunkan sahur.

Hal-hal sederhana seperti itu tidak bisa ditemukan selama Adi berada di Taiwan. Karena saat shalat Jumat di masjid, suara adzan hanya diperbolehkan di area masjid saja.

Penggunaan pengeras suara diperbolehkan sampai keluar masjid diperbolehkan saat hari-hari besar saja seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Adi berpesan bagi mahasiswa lain di PPI yang belum bisa mudik agar tetap bersabar. Tetap sehat dan tetap semangat menjalankan ibadah puasa di luar negeri.

"Kita juga harus selalu menjaga kuantitas dan kualitas ibadah selama Ramadhan. Hal ini harus dilakukan untuk memaknai Ramadhan di masa pandemi seperti sekarang," pungkas Adi.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/05/08/121248271/banyak-teman-tak-tahu-apa-itu-berpuasa-adi-lakukan-syiar-di-taiwan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke