Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Kampus Merdeka, Menjawab Tuntutan Masa Depan

Kompas.com - 15/01/2021, 13:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bergerak sangat cepat dan telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Disadari atau tidak, kita dituntut untuk mampu beradaptasi dan bersaing agar bisa bertahan di tengah perubahan zaman.

Hal tersebut merupakan hal yang sangat lazim karena pada dasarnya manusia memiliki karakteristik untuk terus berinovasi dan menciptakan hal-hal baru. Sebagai akibatnya revolusi selalu menjadi fenomena sosial khas dalam sejarah kehidupan manusia.

Setiap revolusi identik dengan perubahan dan tegangan sosial karena selalu saja ada kelompok yang berhasil bertahan dan kelompok lain yang terpinggirkan.

Contohnya, revolusi industri di Inggris pada abad 18 yang ditandai dengan perubahan dalam skala besar di berbagai sektor esensial seperti pertanian, transportasi, pertambangan, teknologi, dan manufaktur sehingga hal tersebut berdampak langsung terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

Berangkat dari fakta di atas, saat ini kita kembali berhadapan dengan munculnya revolusi industri 4.0 yang identik dengan teknologi otomatisasi dan siber yang melalui sistem komputasinya terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia.

Belum lagi, revolusi industri 5.0 yang muncul dari peradaban Jepang awal Januari 2019 sebagai respon dari revolusi industri 4.0 yang identik dengan konektivitas (internet of things), sehingga khas dengan model artificial intelligence (kecerdasan buatan), meskipun belum terlalu populer di negara berkembang seperti Indonesia, revolusi industri 5.0 memiliki potensi mempengaruhi keadaan sosial saat ini.

Pandemi dan refleksi

Di era pandemi saat ini, refleksi dari perubahan sebagai dampak dari revolusi industri 4.0 dan 5.0 semakin terlihat. Hal ini ditandai dengan perubahan di berbagai sektor penting yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Sektor ekonomi adalah yang paling cepat merespons perubahan ini. Sistem transaksi yang sebelumnya masih berjalan secara konvensional kemudian berubah menjadi low-touch economy dan hygiene precaution akibat dari penerapan social distancing sehingga e-commerce dan consumer goods menjadi banyak diminati masyarakat saat ini. Sistem ekonomi konvensional pun perlahan ditinggalkan.

Selain itu, sektor pendidikan juga mengalami perubahan secara besar-besaran. Aktivitas pembelajaran yang semula berlangsung secara tatap muka kini harus berjalan secara daring dan virtual.

Pihak sekolah dan kampus dituntut untuk merespons perubahan ini secara cepat mulai dari menyusun model pembelajaran daring hingga mendesain platform virtual.

Selain itu, baik guru, dosen, pelajar, dan mahasiswa dituntut untuk mengasah literasi teknologi-digital demi tetap berjalannya proses pembelajaran.

Kampus merdeka sebagai respons

Belajar dari sejarah dan pengalaman masa lalu, bahwa setiap revolusi selalu memunculkan tegangan sosial yang mengharuskan kita untuk selalu siap akan segala kemungkinan dan berbagai perubahan, peradaban sejatinya tidaklah stagnan. Peradaban berjalan terus dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang dihasilkannya.

Meminjam pemikiran Raymond Williams (1977) bahwa budaya selalu bergerak dan berubah, artinya secara teoritis budaya memiliki tiga siklus (budaya residual, dominan, emergen). Budaya residual merujuk kepada budaya yang pernah berjaya di masa lalu harus tergantikan atau tergeser dengan budaya dominan saat ini.

Sedang budaya dominan selalu merasa terancam oleh kemunculan budaya emergen yang berpotensi untuk mendominasi.

Hadirnya revolusi 1.0 hingga revolusi industri 5.0 saat ini merupakan refleksi nyata dari siklus budaya dalam pemikiran Williams. Alih-alih merasa tertekan dan khawatir, kita harus mampu untuk mempersiapkan diri dan mengembangkan rencana strategis untuk tetap sintas di segala bentuk perubahan zaman.

Singkatnya, di setiap revolusi selalu ada tuntutan baru sehingga kompetensi-kompetensi yang dimiliki manusia pun harus berorientasi pada apa yang dibutuhkan saat itu, karena kompentensi lama biasanya sudah dianggap tidak memadai lagi.

Khususnya di bidang pendidikan, penerapan konsep kampus merdeka merupakan salah satu jawaban dan respons positif untuk mengantisipasi perubahan akibat dari kemajuan teknologi-informasi yang identik dengan kehidupan manusia saat ini.

Melalui konsep yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadim Makarim, pihak kampus dituntut untuk mengembangkan strategi pendidikan guna menghasilkan sumber daya manusia yang adaptif dan siap bersaing di era otonomi dan disruptif ini.

Senada dengan Makarim, Dirjen Dikti Nizam, seperti yang dilansir Kompas (07/12/2020), menekankan pentingnya mempersiapkan kompetensi generasi milenial untuk menghadapi era revolusi industri 4.0 melalui pembekalan yang terencana dan berorientasi pada tuntutan zaman.

Baca juga: Dirjen Dikti: Kampus Merdeka Siapkan Kompetensi Masa Depan

Artinya, pihak kampus harus membangun kompetensi-kompetensi lulusan yang berorientasi pada kebutuhan zaman karena beberapa sektor yang diprediksi akan tenggelam sementara pekerjaan-pekerjaan baru yang menuntut keahlian spesifik akan bermunculan sehingga pekerjaan dengan kompetensi lama secara perlahan akan hilang.

Kompetensi di era revolusi industri 4.0

Adapun beberapa keahlian dan kompetensi tertentu yang menjadi kebutuhan dasar dan harus dikuasai di era sekarang antara lain literasi teknologi-digital, kreativitas, komunikasi antar personal, multitasking skills, adaptif, problem-sloving, multidisiplin, kemampuan berbahasa asing, dan kemandirian.

Semua elemen di atas merupakan keahlian dasar di luar skill khusus yang harus dimiliki oleh generasi milenial saat ini.

Multitasking skills dan kreativitas merupakan tuntutan yang tak terhindarkan. Selain dituntut menguasai berbagai skills penting secara bersamaan generasi milenial juga diharapkan mampu berpikir kreatif dan visioner agar dapat menciptakan peluang kerja seperti yang telah dilakukan oleh Nadim Makarim melalui perusahaan Gojek miliknya.

Penerapan kurikulum kampus merdeka di level pendidikan tinggi juga secara potensial memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan kompetensi secara lebih terbuka dan luas karena kebijakan ini memungkinkan mereka untuk mengakses disiplin ilmu lain yang mendukung keahlian khusus di luar program studi mereka secara intergratif dalam satu kesatuan program melalui pendekatan antardisiplin dan multidisiplin.

Selain itu, konsep ini juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk terjun langsung ke dunia kerja dan juga ke masyarakat untuk melihat pengalaman nyata tentang kondisi yang terjadi di lapangan melalui sebuah proses pembelajaran yang tematik dan kontektual dengan berbagai karakteristik keilmuan program studi yang dikaitkan dengan pendekatan transdisiplin sehingga diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dalam ranah keahliannya.

Mereka akan dilatih untuk mempertajam hard skills dan soft skills melalui pengalaman langsung sehingga melalui program ini mereka diarahkan secara terencana untuk mengembangkan model berpikir holistik, kreatif, analitik, solutif, serta inovatif.

Konsep kampus merdeka mengutamakan pengembangan kreativitas mahasiswa, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan dalam mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan untuk menjawab tantangan dan tuntutan perubahan zaman, sekaligus sebagai langkah positif untuk membangun Indonesia dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, mandiri, dan siap bersaing di era revolusi 0.4 dan 5.0.

Meskipun demikian, konsep kampus merdeka terbilang cukup siap dalam tataran konsep. Tentunya kebijakan ini akan berjalan dengan baik apabila terjalin komunikasi dan kerja sama kolaboratif yang baik antara pemerintah, pihak kampus, pihak industri, masyarakat, dan pemilik lapangan kerja.

Tujuannya, untuk bersama-sama mengatur rencana strategis secara mutual dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berorientasi pada kebutuhan dunia kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com