Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Konvalesen Jadi Alternatif Pengobatan Covid-19, Ini Kata Pakar UGM

Kompas.com - 02/07/2020, 07:31 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Sempat digunakan saat pandemi flu Spanyol, terapi konvalesen (convalescent) atau terapi plasma darah kini kembali digaungkan sebagai salah satu terapi alternatif dalam mengobati pasien positif Covid-19 di sejumlah negara.

Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM) Sumardi mengatakan, jenis terapi ini memang telah lama digunakan sebagai metode pengobatan penyakit akibat infeksi.

Misalnya, saat pandemi flu Spanyol pada tahun 1900-an, pengobatan difteri, flu burung, flu babi, ebola, SARS, dan MERS.

Baca juga: 8 Kampus Terbaik Indonesia di Pemeringkatan Dunia QS WUR 2021

Pada kasus Covid-19, terapi ini dilakukan dengan cara mengambil plasma darah pasien positif Covid-19 yang sudah sembuh, lalu plasma darah yang terdapat antibodi tersebut ditransfusikan ke pasien Covid-19 yang masih sakit.

“Jadi, plasma darah yang mengandung antibodi dari pasien yang sembuh diberikan pada orang-orang yang masih sakit,” papar Sumardi seperti dilansir dari laman UGM, Rabu (1/7/2020).

Sumardi menjelaskan terdapat sejumlah syarat khusus yang harus dipenuhi untuk melakukan transfusi konvalesen.

Salah satunya pendonor merupakan pasien positif Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh. Selain itu, pendonor juga harus terbukti memiliki antibodi terhadap Covid-19 dalam kadar yang cukup.

Baca juga: Beasiswa D3/S1 dari Universitas Islam Indonesia, Bebas Biaya Kuliah

“Plasma yang diambil sekitar 400 milimeter dengan memakai metode plasmapheresis yakni hanya mengambil plasma dari sel darah merah saja. Pemberian plasma darah ini sebanyak 2 kali sehari pada pasien Covid-19,” terang dia.

Pengambilan plasma pun, lanjut Sumardi, lebih baik dilakukan pada pendonor yang merupakan pasien Covid-19 yang sudah sehat dan berjenis kelamin laki-laki karena tidak memiliki antigen HLA.

Antigen HLA sendiri dapat menimbulkan reaksi atau masalah bagi penerima donor.

Hanya saja, Sumardi mengatakan terapi plasma konvalesen ini masih terbatas untuk uji klinik, yang mana keberhasilan terapi ini masih terbatas pada jumlah pasien yang masih sedikit.

Baca juga: Beasiswa Sawit Indonesia, Kuliah Gratis dan Magang di Perkebunan Besar

Ia mencontohkan dalam terapi plasma konvalesen yang dilakukan pada 5 pasien Covid-19 dengan alat bantu pernafasan/ventilator di rumah sakit Shenzhen, China, dilaporkan dapat mempercepat penyembuhan 1 orang pasien.

Sementara 3 lainnya menunjukkan proses penyembuhan yang tergolong lambat dan 1 orang meninggal dunia.

Pemberian terapi plasma konvalesen, imbuh dia, juga tidak diberikan kepada semua pasien positif Covid-19.

Terapi ini hanya diberikan untuk pasien dengan gejala berat atau kondisi kritis.

“Diberikan pada pasien dengan gejala berat untuk membantu mempercepat penyembuhan, bukan untuk pencegahan. Namun, terapi plasma konvalesen ini menjadi alternatif pengobatan hingga ditemukan vaksin,” pungkasnya.

Baca juga: Ini Kebijakan Baru Mendikbud Nadiem soal Keringanan UKT Mahasiswa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com