Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mengatasi Overthinking", Belajar dari TVRI bagi Orangtua

Kompas.com - 05/06/2020, 23:14 WIB
Irfan Kamil,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Program Belajar dari Rumah di TVRI hadir kembali dengan tayangan “Keluarga Indonesia episode: menghindari jadi toxic parent” untuk pengasuh dan pendidik anak pada 5 Juni 2020.

Belajar dari Rumah adalah Program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) memberikan alternatif pendidikan bagi semua kalangan di masa darurat Covid-19.

Berikut adalah rangkuman tayangan "keluarga Indonesia: menghindari jadi toxic parent"

Dalam tayangan tersebut Pritta Tyas Mangestuti psikolog klinis @Ibunda.id dan juga founder dari sekolah montesorri berbicara tentang overthinking dan cara mengatasinya bagi orangtua.

"Kalau bicara tentang overthinking kayaknya hampir semua dari kita pernah ya mengalami itu," ujarnya.

Menurut Prita, "overthinking adalah gejala dari disorder  yang lain bisa jadi gejala dari anxiety disorder. Overthinking itu kan memikirkan sesuatu secara berulang-ulang dan kadang-kadang kita tidak bisa stop pikiran kita. Bisa wajar, bisa juga engga."

Ia melanjutkan, "overthinking dikatakan tidak wajar kalau mengganggu produktivitas kita, lelah banget membuat kita jadi moodnya jelek seharian."

Ciri-ciri overthinking

Ciri-ciri orang terkena overthinking  menurut Pritta: 

1. Pikiran negatif: Mencemaskan sesuatu, takut tidak mencapai sesuatu. Pikiran terus menerus berputar di kepala.

2. Memikirkan "What if Scenario": "Nanti kalo anak saya masukin ke sekolah itu, gimana kalau dia gabisa beradaptasi, gimana kalau dia di bully sama teman-temannya, gimana kalau dia tidak bisa mengikuti perkembangan teman-temannya," ujar Prita.

3. Selalu memikirkan kemungkinan terburuk: "Memikirkan hal buruk terjadi kepadanya atau kepada orang yang dicintainya; Aduh gimana ya kalau tiba-tiba besok saya dipanggil Tuhan, kalo tiba-tiba suami saya di kantor kena serangan jantung," ucap Pritta.

4. Merembet kemana-mana: "Kalo saya tiba-tiba ga ada terus anak saya gimana, terus suami saya gimana dan seterusnya, itu semua berimpact ke perasaan kita, ke mood kita, ke cara kita men-treat anak," kata Prita.

Faktor penyebab

Kenapa overthinking banyak dialami setelah punya anak, kenapa jadi lebih sering cemas, jadi lebih banyak pikiran negatif?

Menurut Prita, "Pertama kalau para parents bayangkan hidup kita seperti balance wheel of life  jadi roda keseimbangan ada pekerjaan, ada anak, ada suami, ada mengurusi orangtua, ada me-time, ada olahraga, ada ibadah."

"Begitu kita melahirkan anak atau punya anak seolah-olah roda ini kalau dulu 20% 20% semua. Begitu ada part anak nih langsung dimakan 70 persen oleh anak yang lain seolah-olah hilang pokoknya semua tentang anak," kata Pritta.

Ia melanjutkan, "karena anak dapat porsi besar di roda kehidupan kita maka ini juga yang akhirnya menjadi porsi terbesar sumber kecemasan kita yang akhirnya melahirkan overthinking" Ujarnya.

"Penyebab kedua, kalau kita mau masak gitu, semua kan ada SOP-nya jelas, kita tinggal buka resep, tinggal googling gitu," ucap Prita.

"Tapi pas anak ini lahir itu sebenernya tidak ada panduan, tidak ada aturan, tidak ada SOP yang jelas. Ini anak nangis maunya apa, itu baru di usia dini belum nanti dia kalau remaja," kata Prita.

"Dan yang terakhir anak itukan tidak bisa 1+1 = 2. Kita kasih stimulasi yang sama tapi bisa jadi yang satu udah bisa jalan yang satu belum," ujarnya.

"Kita sama-sama tidak pernah kasih gadget tapi yang satu lancar ngomong yang satu speech delay misalnya," ujar Prita.

"Nah itu juga yang akhirnya membuat kita merasa saya kurang apa lagi sebagai orang tua, kok hasil yang saya lihat atau hasil yang terjadi di keluarga saya itu ga sesuai dengan harapan saya," ujar Pritta.

Mengatasi overthinking

Kita bisa ringkas dengan 4T+1M

"T-1 adalah tanya ke diri sendiri "kok saya mikir ini terus ya" tanyakan dan sadari apa sih yang sedang kita fikirkan, apa sih pemicunya, apa sih harapan saya yang tidak tercapai sehingga pemikiran Kita itu negatif terus," jelas Prita.

Ia melanjutkan "Jangan sekali-kali fikiran kita langsung denial "ah udahlah lebay banget, gausah mikirin itu, focus ajalah sama hal yang positifnya" jangan. Tapi kita perlu sadari," jelasnya.

"T-2 adalah tulisan (journaling). Kehidupan sebagai ibu itu seolah-olah kita gabisa nafas, maka sisihkan waktu paling tidak 20 menit pas keadaan udah aman, tentram, damai gitu ya. untuk kita merefleksikan sebenarnya apa saja sih yang kita rasakan dan jangan tulis yang bagus-bagusnya semua pikiran negatif kita tuliskan disitu," ucap Prita.

"Misalnya tadi si A tetangga saya komen begini tentang anak saya, saya sedih banget nih, terus sebenernya saya takut beneran nih kenapa ya kok dia kecil, kenapa ya kok dia belum bisa A, belum bisa B sebenarnya saya ngerasa saya payah sebagai ibu," lanjutnya.

"T-3 adalah "tantang" maksudnya adalah setelah pemikiran negatif kita tulis semua, kita tantang pemikiran negatif kita itu," ujar Prita.

"Emang bener ya kalo anak saya ga makan dua sampai tiga hari ujung-ujungnya dia stunting tumbuh kembangnya terhambat, atau ada pemikiran alternatif lain oh sebenernya dia bukan ga mau makan sama sekali kok cuma porsinya berkurang," ucap Pritta.

"Jadi kita tantang pemikiran negatif kita atau biasa kita namakan irrational thinking atau irrational believes untuk kita menemukan pemikiran yang lebih rasional," ujarnya.

"T-4 adalah temukan alternatif solusi kita mengarahkan diri kita untuk ke solusi jadi kalau anak saya ga mau makan, alternatif solusinya apa aja kita kedokter tumbuh kembang anak, ke ahli gizi atau kita ganti menunya," ujar Prita

Ia melanjutlan, "Kita ganti suasana dia makan, kita percantik tampilan dari makanannya. Jadi focus Kita ke alternatif solusi," kata Prita

"M-nya adalah mindfulness sering kali yang membuat kita overthinking adalah badan kita dimana, pikiran kita dimana, kecemasan kita dimana," kata Pritta.

Menurut Pritta, "Kalau kita jalan nemenin anak main tapi kita terus memikirkan yang belum kejadian 'kok dia belum bisa gini ya, ntar kalo begini gimana ya' atau kita terus menyesali kesalahan kita yang belakang 'wah dulu saya kurang stimulasi nih waktu dia umur 6 atau 7 bulan' jadinya kayak gini nih"

"Sebenernya badan kita doang yang ada disitu, tapi pikiran dan hati kita lagi melanglang buana kemana-mana"

Saat pasangan overthinking

1 Bantu pasangan untuk menentang pikiran negatif

"Emang dia tidak mau makannya bagaimana sih," atau tanyakan kembali, "memangnya apa yang kamu takutkan kalau dia tidak mau makan." 

2. Bantu pasangan mencari alternatif solusi

"Ya sudah yuk kita cari alternatif solusi supaya si anak ini mau makan, lebih bagus lagi kalo di ujung suami bilang, apa yang bisa saya lakukan untuk me-support kamu," kata Pritta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com