Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mangkunegoro VI Sang Reformis: Sebuah Biografi

KOMPAS.com - Sosok Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VI ternyata bukan sembarang raja tanah Jawa. KGPAA Mangkunegara VI, dikenal sebagai sosok raja yang mampu mengatasi krisis ekonomi dan paham urusan kesetaraan gender di masa pendudukan Belanda. 

Urusan ekonomi, kala itu hutang kepada Belanda  sempat menciutkan ekonomi. Namun Mangkunegara VI sanggup melunasi hutang kepada Belanda. Langkah ini, disebut Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka sama dengan situasi pandemi Covid-19 yang kini melanda seluruh dunia.

"Keberhasilannya saat memulihkan keuangan dan ekonomi dengan prinsip manajemen Jawa, bisa membuat reformasi keuangan. Hal ini yang menginspirasi dan bisa memulihkan ekonomi pasca Covid-19," ujarnya, saat membuka Peluncuran Buku "Mangkunegoro VI Sang Reformis: Sebuah Biografi" dan Talk Show The Game Changer Ala Mangkunegoro VI, Minggu (28/11/2021). 

Pasca Covid-19, yang ditandai dengan angka penurunan kasus membuat Gibran optimis semua elemen masyarakat bisa meningkatkan ekonomi yang sempat terpuruk. "Maka dari itu, kita harus bangkit, dan bisa melihat atau mencontoh KGPAA Mangkunegara VI," jelasnya.

Lalu, seperti apa sosok KGPAA Mangkunegara VI sebetulnya? Di buku Mangkunegara VI Sang Reformis yang diluncurkan sang raja tidak cuma berhasil mengatasi krisis ekonomi. 

Sang raja berani melepas tahta dan langkah  ini pertama kali terjadi di dalam sejarah Pura Mangkunegara yang dilatarbelakangi oleh keinginan sendiri.

Wakil Pemred Kompas, Tri Agung Kristanto mengatakan KGPAA Mangkuengara VI mengajarkan bahwa kekuasaan bukan suatu yang utama bagi seorang pemimpin.

"Keutuhan negara dan majunya sebuah negara dengan rakyat yang tentram adalah sebuah keutamaan yang harus diperjuangkan oleh pemimpin," ujarnya. 

Sebagai sosok yang bergelut dengan sejarah, ia mengatakan buku ini termasuk buku yang perlu dimiliki para penikmat sejarah. 

"Dengan lengkapnya Informasi Mangkunegara VI, bisa menambah cerita sendiri jika ada raja di Jawa yang punya sikap berbeda dengan raja lainnya," tambahnya. 

Sejarawan Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso mengatakan Mangkunegara VI sosok yang kurang begitu disorot seperti Mangkunegara 1 atau Mangkunegara IV.

"Mangkunegara VI ini seorang enterpreneur. Mungkin ini yang membuat beliau jarang disorot karena warisannya bukan sebuah karya, bukan pula legasi panutan atau legitimasi politik," Jelas Bondan.

Seringkali, raja tak memiliki aspek kewirausahaan. Berbeda dengan era Sultan Agung yang penuh legitimasi politik, era Mangkunegara VI sudah mengarah penuh pada pengentasan ekonomi.

"Era Mangkunegoro sudah mulai menjawab tantangan jaman. Nah ini yang oleh teman-teman yang hidup di era sekarang ini patut diangkat," tambahnya.

Apalagi, Mangkunegara VI berani melepas tahtanya dan memilih kumpul dan berada di tengah masyarakat biasa dianggap simbol kesederhanaan seorang raja.

Berkaitan dengan gender, zaman dahulu perempuan masih terbelenggu dengan batasan-batasan adat. Perempuan masih berada di belakang kaum lelaki. Era Mangkunegara VI, perempuan sudah diizinkan melangkah lebih jauh dalam hal kesetaraan.

Pemerhati budaya sekaligus pemilik Rumah Budaya Keratonan, Krisnina Akbar Tandjung, menyebut Mangkunegara VI bisa mendukung emansipasi perempuan dari upaya beliau mendirikan sekolah Siswarini. "Saat itu pula, Mangkunegara VI juga pernah mengirim 4 penari ke Paris," jelasnya perempuan yang akrab disapa Nina ini.

Ia menjelaskan, kemajuan pendidikan perempuan di era Mangkunegara VI juga melesat. Meski, dalam urusan ekonomi Mangkunegara VI punya kendala yang berat.

"Mangkunegara IV mendirikan pabrik, Mangkunegara V bisa menikmati hasilnya. Tetapi Mangkunegara VI berkata saya tidak akan menyewakan tanah itu lagi, karena tanah sudah terlalu lama diatur kolonial. Lebih baik jika kontrak habis akan diolah bersama rakyat," jelas Nina.

Pendiri IKAT Indonesia, Didiet Maulana mengatakan justru spirit Mangkunegara VI bisa dicontoh generasi sekarang. "Pandemi membuat digitalisasi semakin cepat. Jika tidak diatur akan membuat kita kehilangan identitas. Padahal identitas penting untuk membangun karakter," kata dia.

Identitas, berkaitan dengan akar budaya dan Didiet menilai jika masyarakat bisa menanamkan budaya pada digitalisasi akan menjadi identitas yang kuat. "Mangkunegara VI mengingatkan kita kembali. Teknologi bisa maju tapi sejarah harus tetap dijaga. Misalnya, dari segi busana beliau termasuk rebellion,"ujarnya.

Sebagai perancang busana, ia melihat Mangkunegara VI tidak hanya mengubah tampilan visual saja, tetapi mengubah fungsi. "Dulu pria rambut panjang saat itu disarankan untuk potong rambut. Bersih dan efisien. Ada busana yang diubah beliau, namun tidak mengurangi estetika," tambahnya.

Busana dibuat serba substansial, karena pekerjaan yang menuntut seseorang harus bekerja lebih cepat. "Pada saat beliau pula ada udeng instan dibuat lebih cepat. Karena itu, berbusana menjadi sebuah alat yang mencerminkan fungsi," tambahnya.

Mangkunegara VI memadukan pakaian Eropa dengan Jawa sehingga keris bisa digunakan. "Memang semua ide yang beliau keluarkan agar pemuda bisa efisien dalam hal kerjaan. Beliau juga membuat 13 motif batik. Enterprenuer sekali sehingga batik lebih luas lagi pasarnya," pungkasnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/11/30/093036271/mangkunegoro-vi-sang-reformis-sebuah-biografi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke