Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Grit, Pilar untuk Meraih Sukses

Oleh: Arki Sudito dan Doan Adikara Simanullang*

KOMPAS.com - Kegigihan atau grit memang tidak bisa dilepaskan dari pola pikir. Keduanya menjadi faktor internal yang menentukan kesuksesan seseorang.

Siapa yang tidak kenal JK Rowling, penulis serial novel Harry Potter? Tidak hanya laris, kesuksesan buku Harry Potter berlanjut hingga ke layar lebar, membuat Rowling menjadi salah satu orang terkaya di dunia.

Saat sedang menulis "Harry Potter", kehidupan rumah tangganya hancur dan harus mengurus putri kecilnya sendirian dengan ekonomi pas-pasan. Sebelum menerbitkan Harry Potter, Rowling yang sudah menulis sejak umur enam tahun, sempat ditolak sebanyak 12 kali oleh penerbit.

Begitu pula dengan Jose Mourinho, "The Special One", salah satu pelatih sepak bola andal yang sering membawa timnya mendapat trofi. Sebenarnya, dia bercita-cita ingin menjadi pemain sepak bola dan sudah berlatih keras untuk itu namun tidak kesampaian.

Dia sempat kuliah di fakultas ekonomi namun berhenti karena hasratnya pada dunia sepak bola terus membara. Singkat cerita, dia akhirnya memilih untuk kuliah di bidang olahraga.

Kemudian ia mengambil sertifikasi pelatih, dipercaya menjadi asisten pelatih, meningkat menjadi pelatih tim junior sampai akhirnya dipercaya menjadi pelatih divisi utama (Premier League).

Lalu bagaimana dengan Jeff Bezos, pendiri Amazon dan salah satu orang terkaya dunia? Dia sudah kenyang jatuh bangun membangun bisnis di internet. Beragam idenya kandas membuat dia rugi miliaran dolar.

Dia sempat membuat sebuah situs pelelangan Amazon Auctions dan mendirikan situs perbelanjaan zShops. Namun, dari kegagalan-kegagalan itulah, dia akhirnya sukses membangun Amazon Marketplace.

Apa sebenarnya kunci kesuksesan mereka? Sylvia Duckworth, seorang sketchnoter, pelatih, dan inovator bersertifikat Google, menjawabnya dalam sebuah ilustrasi yang dinamakan The Iceberg Illusion.

Dalam ilustrasi itu, diperlihatkan bahwa orang hanya melihat kesuksesan, kekayaan, gelar, atau jabatan yang tinggi. Padahal di balik semua itu ada kegigihan, kerja keras, pengorbanan, dan kekecewaan.

JK Rowling, Jose Mourinho, dan Jeff Bezos, menjadi beberapa contoh dari banyak nama yang berhasil berkat kegigihan mereka.

Apa sebenarnya arti grit atau kegigihan?

Dalam pengertian sederhana, kegigihan adalah ketahanan dan keuletan seseorang dalam menghadapi serta mengatasi kesulitan hidup dan kemampuan bangkit dari kegagalan.

Seorang profesor psikologi di University of Pennsylvania, Angela Duckworth, memperkenalkan konsep ‘Grit’, untuk menjelaskan kegigihan yang dimiliki oleh seseorang ketika tengah melakukan sesuatu.

Dia meyakini bahwa IQ (intelligence quotient) bukan satu-satunya kunci kesuksesan, bukan pula bakat, namun grit (kegigihan) jauh lebih memiliki peran penting dalam memprediksi kesuksesan jangka panjang seseorang.

Dia menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kegigihan akan mengerjakan sesuatu dengan penuh perhatian sehingga dia akan loyal terus untuk mengerjakannya. Orang dengan kegigihan tak hanya jatuh cinta pada apa yang dia kerjakan, tapi terus mencintai apa yang dia kerjakan.

Sebuah studi yang dilakukan UBS dan PricewaterhouseCoopers (PwC), sebagaimana dilansir dari Business Insider (2019), menemukan bahwa kecerdasan bukanlah kunci kesuksesan utama para miliarder.

Dalam laporannya yang bertajuk 2019 Billionaires Report, ada tiga hal yang menjadi kunci kesuksesan para miliarder.

Pertama, mereka memiliki minat yang tinggi untuk mengambil risiko secara cerdas. Kedua, mereka fokus dalam bisnis yang membuat mereka melihat peluang bisnis yang tak dilihat orang lain. Terakhir, mereka memiliki kegigihan serta keteguhan yang tinggi.

Dalam bukunya berjudul Grit - Why Passion and Resilience are The Secrets to Success, Angela Duckworth menyatakan bahwa individu dengan kegigihan (grit) tinggi, ketika dihadapkan dengan perasaan kecewa dan bosan pada sesuatu, tidak akan mengubah haluan atau memilih mundur.

Orang tersebut akan tetap berusaha pada hal yang telah dipilihnya. Seorang atlet dengan kegigihan tinggi akan menghabiskan waktu yang lebih lama untuk berlatih. Seorang kartunis atau penulis yang mempunyai kegigihan tidak akan menyerah meski telah banyak karya mereka yang ditolak penerbit.

Sedangkan menurut Hochanadel & Finamore (2015), kegigihan (grit) adalah salah satu ciri khas untuk membantu seseorang mengubah persepsi bahwa penentu keberhasilan atau kesuksesan bukan hanya dari kecerdasan. Kegigihan adalah bagaimana seseorang dapat mencapai tujuan jangka panjang dengan mengatasi hambatan dan tantangan.

Angela Duckworth mengidentifikasi dua dimensi dalam grit yaitu The Power of Passion dan The Power of Perseverance. The Power of Passion adalah kemampuan untuk mempertahankan minat pada satu tujuan.

Passion menciptakan koneksi dari sesuatu yang belum ada menjadi ada, mengubah sesuatu yang lama menjadi inovasi baru yang berguna dan diminati. Individu yang memiliki konsistensi minat biasanya tidak mudah goyah minatnya dalam setiap waktu maupun keadaan.

Individu tersebut tetap mempertahankan minatnya dalam jangka panjang. Sedangkan The Power of Perseverance berbicara tentang individu yang tetap berjuang untuk mencapai tujuan jangka panjang apapun tantangan atau hambatan yang dihadapi.

Kegigihan sering diartikan sama dengan resiliensi. Menurut Stoffel & Cain (2018), kegigihan dan resiliensi merupakan konsep yang menjelaskan kemampuan seseorang untuk bertahan dalam situasi yang sulit. Namun ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.

Kegigihan melibatkan unsur tujuan dan komitmen usaha dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan resiliensi tidak melibatkan unsur-unsur tersebut dan lebih menekankan pada kemampuan seseorang untuk bangkit kembali dari pengalaman negatif pada suatu waktu.

Hubungan kegigihan dan pola pikir

Dalam banyak penelitian, disebutkan bahwa kegigihan tidak bisa dilepaskan dari pola pikir atau mindset. Bahkan kegigihan dan mindset menjadi faktor internal yang menentukan well-being atau kesuksesan seseorang.

Dr Carol S. Dweck, seorang profesor psikologi dari Stanford University memperkenalkan dua kategori mindset yaitu fixed mindset (pola pikir tetap) dan growth mindset (pola pikir tumbuh). Menurutnya, pola pikir seseorang dapat dilihat dari kebiasaannya, terutama dari reaksinya pada kegagalan.

Seseorang yang percaya bahwa kemampuan, karakter, potensi dan intelegensi yang dimiliki bersifat bawaan, cenderung menetap, dan tidak dapat berubah disebut memiliki fixed mindset. Sebaliknya, seseorang yang percaya bahwa mereka dapat mengembangkan kemampuan, karakter, potensi, dan intelegensinya dengan usaha dan ketekunan disebut memiliki growth mindset.

Dweck menjelaskan, mereka dengan growth mindset menganggap bahwa kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki bisa ditingkatkan sehingga mereka lebih tekun dan fokus dalam mencapai tujuan jangka panjang.

Mereka juga lebih dapat mengatasi tantangan dan hambatan. Dengan kata lain, mereka yang memiliki growth mindset akan cenderung memiliki kegigihan. Orang yang gigih akan lebih dapat mencapai tujuannya sehingga memiliki well-being atau kesuksesan yang lebih tinggi.

Menyeimbangkan Grit dan Growth Mindset

Di dunia kerja terutama di Indonesia, konsep atau istilah grit (kegigihan), belum begitu mengemuka. Istilah yang umum digunakan masih seputar passion, kemampuan diri (self-efficacy), dan resiliensi.

Padahal, menurut penelitian dari Von Culin, Tsukayama, dan Duckworth (2014), grit berhubungan dengan pengejaran akan keterikatan dan makna dari hal yang dikerjakan.

Seseorang dengan grit yang tinggi lebih berhasil dalam pekerjaan dibandingkan dengan yang memiliki grit yang rendah.

Hasil penelitian Suzuki, Tamesue, Asahi, dan Ishikawa (2015) menunjukkan bahwa grit adalah alat ukur yang kuat untuk melihat kinerja di dunia kerja dan dunia akademik. Individu dengan derajat grit yang tinggi akan lebih tekun dalam bekerja, serta tidak mudah menyerah jika mengalami kegagalan.

Lalu, bagaimana agar seseorang bisa memiliki kegigihan? Menurut Angela Duckworth, kegigihan dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada seseorang melalui dua jalur, yaitu internal dan eksternal.

Kegigihan dapat ditumbuhkan dari dalam dengan memupuk minat, terus fokus berlatih hingga menjadi ahli, merumuskan tujuan (sense of purpose) dalam berbagai kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan, dan menumbuhkan harapan agar bisa tetap bertahan meskipun sedang ragu atau keadaan sedang sulit.

Sedangkan dari faktor luar, ada pepatah mengatakan, "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya”.

Kegigihan bisa ditumbuhkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Atau dari bantuan orang lain seperti bimbingan dari ahli atau pelatih yang akan memberikan umpan balik maupun berkumpul dengan orang-orang yang memiliki grit yang tinggi.

Satu hal yang perlu diingat, kegigihan bukanlah tentang siapa yang lebih cepat sampai di garis akhir seperti lari sprint, melainkan tentang siapa yang bertahan hingga garis akhir dalam sebuah lari maraton (tujuan jangka panjang).

Namun seperti semua hal lainnya, terlalu banyak akan sesuatu tidaklah baik. Hal ini juga berlaku untuk grit. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Research in Personality menunjukkan bahwa terlalu banyak grit terbukti merugikan.

Orang-orang dengan kegigihan yang sangat tinggi cenderung meningkatkan usaha ketika mereka menilai hal-hal yang mereka kerjakan belum sesuai dengan ekspektasi.

Walaupun kondisi ini sebenarnya menguntungkan di banyak situasi seperti contoh-contoh di atas, namun ada beberapa situasi di mana riset menunjukkan grit yang sangat tinggi dapat merugikan.

Contohnya adalah ketika seseorang mengerjakan tes/ujian tertulis. Ketika orang yang mengikuti tes tersebut mengerjakan sebuah soal yang sulit dan membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikannya, cara terbaik sebenarnya adalah dengan melompati soal tersebut dan mengerjakan soal-soal lain dulu yang lebih mudah.

Namun bukannya berpindah, orang-orang dengan grit yang sangat tinggi cenderung meningkatkan usahanya untuk menyelesaikan soal sulit tersebut sehingga mereka kehabisan waktu untuk mengerjakan soal-soal lainnya.

Bahkan ketika menghadapi kondisi yang sebenarnya sudah sangat tidak memungkinkan (losing battle), orang-orang dengan grit yang sangat tinggi cenderung menolak untuk menyerah, yang kadang-kadang hal tersebut bisa sangat berbahaya.

Riset menemukan bahwa orang-orang dengan kegigihan yang sangat tinggi tidak menyerah, bahkan mereka menolak ketika ditawari insentif finansial untuk berhenti. Mereka memilih untuk tetap berusaha walaupun kegagalan sudah di depan mata.

Ada banyak kondisi di mana sifat keras kepala dalam mengakui kekalahan dapat menjadi berbahaya.

Seorang pengusaha yang sedang mengalami kerugian bisnis, misalnya, memaksa untuk terus beroperasi walaupun kondisi finansial yang sudah sangat buruk.

Keinginan pantang menyerahnya membuat dia terjerumus ke kerugian yang jauh lebih besar. Akhirnya dia terjebak di kondisi keuangan yang parah.

Seorang pimpinan yang memaksa untuk memajukan perusahaan di satu area spesifik akhirnya berdampak negatif ke performa keseluruhan perusahaan.

Kegigihan yang sangat tinggi membuatnya gagal melihat gambaran yang lebih besar atau terjebak pada tunnel vision–hanya fokus pada apa yang terjadi saat ini yang sebenarnya bukan gambaran besar dari isu sebenarnya.

Jadi, kuncinya adalah menemukan keseimbangan antara grit dan growth mindset.

Salah satu karakteristik growth mindset adalah melihat kegagalan sebagai sebuah peluang pembelajaran untuk dapat tumbuh dan berkembang, sehingga kita tidak perlu takut untuk gagal.

Nah, silakan klik di sini bagi rekan-rekan yang ingin mengetahui kondisi grit dan growth mindset masing-masing.

(*Doan Adikara Simanullang - Senior Consultant dan Arki Sudito - Co-founder & CEO | Growth Center, HR Business Accelerator - membantu individu menemukan dan mengembangkan potensi diri, agar menjadi versi terbaik diri mereka | Powered by Kompas Gramedia)

https://www.kompas.com/edu/read/2021/03/05/105500271/grit-pilar-untuk-meraih-sukses

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke