Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Orang Miskin Karena Malas Bekerja? Ini Kata Sosiolog Unair

Kompas.com - 24/10/2021, 17:17 WIB
Artika Rachmi Farmita

Penulis

KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar orang yang bercita-cita hidup miskin? Sebagian masyarakat menilai bahwa seseorang jatuh miskin karena malas bekerja.

Rasanya tak ada seorang pun yang ingin terjerat kemiskinan.

Namun tak sedikit yang menuding jika kita hidup dalam kekurangan, itu artinya kita kurang bekerja keras. Malas bekerja akan membawa kehidupan yang lebih sulit dan ketidaknyamanan.

Lalu benarkah orang miskin disebabkan malas bekerja?

Lantas bagaimana kemiskinan dan kemalasan menjadi saling berkaitan?

Baca juga: Wapres Tekankan Pemberdayaan Umat untuk Hilangkan Kemiskinan

Faktor penyebab kemiskinan

Dilansir dari laman Unair, Minggu (24/10/2021), Guru Besar FISIP Unair, Bagong Suyanto angkat bicara mengenai anggapan di masyarakat tentang kemiskinan.

Dari sudut pandang Ilmu Sosiologi, kata dia, terdapat dua penyebab kemiskinan.

Pertama, kemiskinan dianggap bersumber dari hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik psikologis kultural individu. Contohnya malas atau tidak punya etos wirausaha.

Kedua, kemiskinan muncul dari faktor-faktor struktural. Seperti kurangnya kesempatan dan kompetisi yang terlalu ketat atau tidak memiliki modal usaha.

Miskin dan malas tidak berhubungan

Atas dasar itulah, Bagong menyatakan bahwa miskin dan malas tidak berhubungan.

Sebab, kemiskinan terjadi karena faktor-faktor yang sifatnya struktural daripada kultural.

"Kita terbiasa menghakimi orang yang miskin sebagai orang yang malas atau tidak mau bekerja keras. Padahal, jika kita lihat pengemis di pinggir jalan, panas-panas, pakai pakaian badut menari-nari. Itu kan pekerjaan yang berat sebetulnya," ucap dia.

Baca juga: Maruf Amin: Kemiskinan Tak Bisa Dikurangi hanya dengan Bansos

Jika dibandingkan, kata Bagong, pekerjaan di sektor informal bahkan lebih keras dari pada pekerjaan kelas menengah.

Namun, ketidakmampuan pendidikan ditambah minimnya akses jaringan memaksa kaum miskin untuk bertahan.

Bagong mengutip sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 2019. Penelitian yang dilakukan SMERU Research Institute itu mengungkap bahwa anak-anak dari keluarga miskin, ketika dewasa akan tetap miskin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com