Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah THR: Dicetuskan Menteri Masyumi, Diperjuangkan Buruh PKI

Kompas.com - 17/03/2024, 18:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.comTHR adalah singkatan dari tunjangan hari raya. THR merupakan pendapatan di luar gaji atau non-upah yang wajib dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan, setiap perusahaan wajib membayarkan membayar tunjangan hari raya (THR) dengan batas maksimal tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 2024.

”Saya kira semua sudah tahu, ya. THR itu adalah kewajiban pengusaha yang harus diberikan kepada pekerja atau buruh untuk memenuhi kebutuhan Lebaran,” ujar Menteri Ketenagakerjan Ida Fauziah, dikutip dari Kompas.id.

Baca juga: Kapan THR Lebaran 2022 Dibayarkan? Berikut Sejarah THR di Indonesia

THR wajib diberikan H-7

Meskipun kewajiban pembayaran THR sudah lazim dilakukan setiap tahun, pihaknya akan tetap menerbitkan surat edaran kepada gubernur dan para pengusaha terkait dengan THR pada pekan ini.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi mengatakan bahwa perusahaan wajib membayarkan THR karyawan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 5 Ayat (4) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perushaan.

"Berdasarkan Permenaker Pasal 5 Ayat (4) diatur bahwa pengusaha wajib membayar THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (16/3/2024).

Anwar menyampaikan, jangka waktu pembayaran paling lambat tujuh hari tersebut dimaksudkan sebagai batas akhir pembayaran THR.

Lalu, bagaimana sejarah THR ada di Indonesia? 

Sejarah THR digagas Kabinet Soekiman dari Masyumi

Dilansir dari laman sptsk-spsi.org, pemberian THR ada sejak tahun 1950. Namun pada saat itu hanya terbatas bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berhak menerima bonus ini, sementara buruh belum menerima.

Kebijakan memberikan THR kepada PNS diawali dari Kabinet Soekiman Wirjosandjojo yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri dari Masyumi.

Laman setkab.go.id mencatat, Soekiman memimpin Kabinet Soekiman selama periode 27 April 1951-3 April 1952 dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian.

Selama memimpin kabinet, Sukiman mencanangkan program kerja peningkatan kesejahteraan pegawai atau aparatur negara.

Berangkat dari hal itu, Sukiman mengeluarkan kebijakan bahwa PNS (dulunya disebut pamong pradja) mendapatkan tunjangan sebelum hari raya.

Pemberian THR kepada PNS dimungkinkan karena kondisi perekonomian Indonesia saat itu dinilai stabil sehingga pemerintah berani mengambil kebijakan ini.

Pada saat itu, besaran THR yang diberikan kepada PNS sebanyak Rp 125-200 yang saat ini diperkirakan setara dengan gaji pokok pegawai.

Baca juga: Sejarah THR, Awalnya Hanya untuk PNS Sebelum Didemo Buruh

Diperjuangkan buruh PKI

Terlihat Spanduk SOBSI dalam rapat Serikat Buruh Kiri  di Surabaya pada tahun 1964. Gahetna Terlihat Spanduk SOBSI dalam rapat Serikat Buruh Kiri di Surabaya pada tahun 1964.

Kebijakan memberikan THR bagi PNS mendapat protes dari buruh atau karyawan swasta.

Mereka juga menuntut mendapatkan bonus hari raya atau THR seperti yang diberikan pemerintah kepada PNS.

Buruh kemudian melakukan aksi mogok kerja pada 13 Februari 1952 agar tuntutannya dipenuhi Pemerintah.

Pada saat itu awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji.

SOBSI adalah singkatan dari Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia. SOBSI merupakan federasi serikat buruh terbesar di Indonesia yang didirikan pada akhir tahun 1940-an. SOBSI berkembang pesat pada tahun 1950-an dan terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com