KOMPAS.com - Aksi Kamisan genap berusia 17 tahun pada hari ini, Kamis (18/1/2024).
Dimulai sejak 18 Januari 2007, Aksi Kamisan digelar untuk menuntut negara menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia.
Dikutip dari situs Komisi Nasional HAM (Komnas HAM), ada 17 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang terjadi dalam rentan waktu 1965 hingga 2014.
Presiden Joko Widodo juga telah mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) awal tahun lalu.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," ujar Jokowi, diberitakan Kompas.com (11/1/2023).
Lantas, apa saja kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia?
Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan, Perjuangan Tanpa Lelah Menuntut Keadilan
Berikut deretan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang disampaikan oleh Komnas HAM. Di antara jumlah itu, ada empat peristiwa yang belum resmi dinyatakan pelanggaran HAM oleh pemerintah.
Dikutip dari Kompas.com (11/1/2023), tragedi ini berawal dari demonstrasi menuntut pemerintah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi sayapnya. Aksi protes berubah menjadi kemarahan terhadap siapa pun yang dituduh terlibat dengan PKI.
Banyak penangkapan, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan, perkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, dan penghilangan paksa saat itu. Komnas HAM mencatat, terdapat 32.774 orang hilang dan 2 juta orang lebih meninggal dunia dalam tragedi ini.
Penembakan Misterius (Petrus) terjadi semasa Orde Baru pada 1982-1985. Tanpa alasan jelas, banyak preman dan pelaku kriminal yang tercatat di data pemerintah meninggal dunia.
Pada 1983, ada 532 orang meninggal dengan 367 di antaranya tertembak. Tahun berikutnya, 107 tewas dan 74 orang tewas dengan 28 di antaranya meninggal ditembak pada 1985.
Tragedi Talangsari dilatarbelakangi oleh penerapan asas tunggal Pancasila dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Program ini sering menyasar kelompok Islamis yang saat itu kritis terhadap pemerintah Orde Baru.
Aturan ini membuat satu kelompok pimpinan Warsidi di Lampung memberontak. Tragedi pecah saat Komandan Koramil Way Jepara, Kapten Soetiman tewas. Akibatnya, pasukan ABRI dan Brimob menyerbu markas kelompok ini dan menewaskan sedikitnya 246 penduduk sipil.
Tragedi ini berlangung ketika aparat TNI melakukan penyekapan, penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan terhadap rakyat Aceh atau terduga anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Rumah Geudong.
Rumah Geudong menjadi makas TNI di Desa Bili, Kabupaten Pidie saat mengawasi GAM. Pada 20 Agustus 1998, warga yang marah membakar rumah tersebut.