Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Risiko Pemimpin Psikopat Berkuasa

Kompas.com - 21/12/2023, 13:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

THE man in the Oval Office of the White House.” (Orang ini di Kantor Oval Gedung Putih). Begitu bunyi keterangan gambar (image) tentang sosok seorang pria usia tua yang menjulurkan lidahnya di halaman koran Inggris, The Guardian, edisi online pada 7 Januari 2018. Gambar itu, karya Saul Loeb dari kantor berita Prancis, Agence France-Presse (AFP), adalah citra Presiden ke 45 Amerika Serikat (AS) (2017-2021), Donald Trump, di Oval Office, Gedung Putih, Washington.

Di bawah gambar sosok Donald Trump itu, ada artikel opini psikiater forensik dan spesialis kesehatan masyarakat Bandy Xenobia Lee asal AS berjudul “Trump is now dangerous – that makes his mental health a matter of public interest.” (Trump kini berbahaya, karena kesehatan mentalnya menjadi kepentingan publik.)

Baca juga: 30 Menit di Penjara, Donald Trump Dibebaskan dengan Jaminan Rp 3 Miliar

Sebelumnya, pada Mei 2017, Lee merilis pernyataan bahwa Donald Trump menderita gangguan mental. Karena Trump seorang presiden, gangguan mentalnya itu termasuk ‘keadaan darurat’ negara, sebab gangguan mental seorang presiden mempertaruhkan ‘keberlangsungan hidup kita sebagai spesies’ (Colin Kalmbacher, 2020; C. DeVega, 2017).

Usul ‘keadaan darurat’ negara karena keadaan mental Presiden Trump dari Lee itu pertamakali dalam sejarah dan praktek demokrasi presidensial AS sejak tahun 1787.

Indonesia menerapkan juga demokrasi presidensial sejak 18 Agustus 1945, ketika para pendiri (PPKI) Indonesia  mengesahkan UUD 1945 di Jakarta. Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Pasal 12 UUD45 berbunyi: “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.”

Tulisan ini hendak mengulas kadar risiko dan anatomi ‘keadaan darurat’ negara-bangsa, jika presiden terpilih mengidap gangguan mental, khususnya psikopat.

Di AS tahun 2017, terbit buku The Dangerous Case of Donald Trump: 27 Psychiatrists and Mental Health Experts Assess a President. Lee menyunting buku itu, yang sangat laris (best seller) menurut harian The New York Times. Isinya adalah esai 27 psikiater, psikolog, dan spesialis kesehatan mental tentang efek-nular dan efek-imbas simbiosa narsistik dan psikosis Presiden Donald Trump terhadap keadaan mental atau kejiwaan masyarakat di AS.

Kesehatan mental Presiden Donald Trump menempatkan rakyat dan negara AS pada risiko besar, misalnya risiko perang, dan merapuhkan demokrasi akibat mental presiden (Kathleen Harker/The Washington Post, 2017). Para penulis buku itu yakin bahwa Presiden Trump mewakili suatu keadaan darurat; maka psikiater boleh dan wajib menyampaikan peringatan ke Pemerintah dan Rakyat AS (Gail Sheehy, 2017).

Lee menolak kode etik ‘Goldwater rule’ dari asosiasi psikiater American Psychiatric Association (APA) bahwa tidak etis psikiater singkap kesehatan mental tokoh masyarakat, tanpa memeriksa atau persetujuan tokoh itu (Gersen, 2017). Lee merujuk Deklarasi Jenewa tahun 1948 dari Majelis Umum Asosiasi Medis Dunia (World Medical Association). Isinya, sumpah atau janji tiap dokter di seluruh dunia mengabdi kepada nilai kemanusiaan.

Pada April 2017, Lee menggalang seminar ilmiah di Yale University tentang etika singkap bahaya mental Presiden Trump terhadap rakyat (Moris, 2018). Hasilnya, peserta seminar sepakat bahwa mereka wajib mengingatkan publik dan pemerintah AS (Gail Sheehy, 2017).
Diagnosa mental seorang mensyaratkan informasi relevan dan wawancara langsung pelaku. “But to assess dangerousness, one only needs enough information to raise alarms. It is about the situation rather than the person,” papar Lee (2018). (Diagnosa ancaman dan bahaya, hanya membutuhkan informasi cukup guna membunyikan alarm. Ini soal situasi ancaman dan bahaya bagi masyarakat dan negara, bukan urusan pribadi.)

Tahun 2017-2018, Lee menyampaikan bahaya mental Presiden Trump kepada sekitar 50 anggota Kongres AS (Blakely, 2018). Lee pada 2020 merilis buku Profile of a Nation tentang risiko kekerasan, jika Donald Trump kalah dalam Pilpres 2020. “…he is truly someone who would do anything, no matter how terrible, no matter how destructive, to stay in power.” Trump akan melakukan apa saja agar tetap duduk di kursi Presiden.

Baca juga: Ada di Sekitar Kita, Ini Cara untuk Mengenali Seorang Psikopat

Karena gigih menyingkap risiko-risiko gangguan mental Trump, tahun 2020 Bandy Xenobia Lee diberhentikan dari Yale University dengan alasan melanggar kode etik Goldwater rule (Hahamy et al., 2021). Lee juga mendapat ribuan pesan ancaman melalui surat, telepon, dan media sosial termasuk ancaman pembunuhan (Blakely, 2018).

Risiko Demokrasi Presidensial

Satu pelajaran penting dari hasil kerja-keras Lee dan kawan-kawan ialah keadaan mental seorang presiden berimbas dan menular juga ke publik. Bagaimana Lee membaca bahaya mental Presiden Trump? “It is Trump in the office of the presidency that poses a danger. Why? Past violence is the best predictor of future violence!” (Tanda bahaya datang dari gangguan mental Donald Trump di kursi presiden; sebab kekerasan masa silam adalah alarm terbaik bagi perkiraan kekerasan masa datang!)

Apa saja alarm bahaya dari mental Presiden AS Donald Trump? Lee, tahun 2018, melacak bahaya mental Donald Trump terhadap daulat-rakyat (demokrasi) dan rezim presidensial yakni: (1) Agresi verbal, bual tentang pelecehan seks, hasut orang lain melakukan kekerasan, tertarik pada kekerasan, ejek negara lain bersenjata nuklir; (2) Impulsif, ceroboh, paranoia, reaksi marah, kurang empati, dan haus-lapar berkuasa; (3) Rapuh fungsi olah pengetahuan, sulit menyusun kalimat lengkap, memikirkan sesuatu, dan menggunakan kata-kata rumit.

Ketiga alarm tersebut di atas, menurut Lee, sangat berisiko bagi rakyat dan pemerintah AS, sebab Trump adalah presiden. Maka Lee mengusulkan pemeriksaan lengkap alasan penurunan kognisi: apakah akibat psikiatris, neurologis, medis, atau pengobatan; gejala kejiwaan karena gangguan jiwa, obat, atau kondisi fisik. Diagnosa adalah urusan pribadi Trump, papar Lee, tapi kepentingan bangsa-negara ialah apa ia mampu mengemban tugas presiden dan panglima tertinggi Angkatan Bersenjata AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com