Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan MK Tolak Gugatan UU Cipta Kerja

Kompas.com - 03/10/2023, 19:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.comMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai UU.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.

Keputusan ini dibacakan dalam sidang pembacaan putusan yang melibatkan sembilan hakim konsitusi pada Senin (2/10/2023).

Penolakan tersebut menjadikan UU Cipta Kerja berkekuatan hukum tetap dan dapat mulai dilaksanakan oleh pemerintah.

Berikut catatan perjalanan UU Cipta Kerja dan alasan gugatannya ditolak oleh MK.

Baca juga: Apa Isi UU Cipta Kerja yang Didemo Jefri Nichol dan Mahasiswa?


Pembuatan UU Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo pertama kali mengungkapkan ide pembuatan Undang-undang Cipta Kerja pada 20 Oktober 2019. UU ini bersifat omnibus law atau mencangkup berbagai topik.

Diberitakan Kompas.com (21/3/2023), draf rancangan undang-undang (RUU) Cipta Kerja dinyatakan selesai pada 12 Februari 2020. Kemudian, RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2 April 2020.

Rancangan aturan ini mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan, terutama kaum buruh yang khawatir aturan ini merugikan hak-hak kaum pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.

Pada 24 April 2020, Jokowi mengumumkan penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan. Namun, DPR dan pemerintah kembali membahas RUU tersebut pada 25 September 2020. Selama tujuh bulan kemudian, rapat pembahasan aturan ini terjadi sebanyak 64 kali.

UU Cipta Kerja disahkan

RUU Cipta Kerja selesai dibuat dan disahkan sebagai UU pada 5 Oktober 2020.

Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU Cipta Kerja.

Namun, Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyetujuinya.

Pada 2 November 2020, Presiden Jokowi menandatangani RUU tersebut sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Aturan itu resmi berlaku sejak 2 November 2020.

UU Cipta Kerja digugat

Namun, UU Cipta Kerja kemudian digugat oleh sejumlah pihak seperti kalangan pekerja, akademisi, dan mahasiswa ke MK. Pada 25 November 2021. MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

MK menilai, UU tersebut cacat formil karena proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan. MK memberi waktu perbaikan UU Cipta Kerja selama dua tahun setelah putusan dibacakan.

Jika tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen. Ini berarti, aturan yang berubah berkat UU tersebut akan dinyatakan berlaku kembali.

Baca juga: 15 Poin Penting Perppu Cipta Kerja Menurut Kemnaker

Pemerintah terbitkan Perppu Cipta Kerja

Setahun setelah UU Cipta Kerja digugat dan dinyatakan cacat formil, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Aturan ini diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022).

"Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," lanjut dia.

Perppu digugat ke MK

Meski begitu, dikutip dari Kompas.com (6/1/2023), Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini juga digugat ke MK pada Kamis (5/1/2023) oleh sejumlah akademisi, kelompok pekerja, serta mahasiswa.

Penggugat menilai tindakan pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja sebagai bentuk pelecehan terhadap MK. Ini karena MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan harus ada perbaikan.

Namun, MK menyatakan tidak menerima permohonan pengujian formil terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2023 pada Jumat (14/4/2023).

Dilansir dari Kompas.id (16/4/2023), MK beralasan Perppu tersebut telah disetujui oleh DPR menjadi UU sehingga tidak dapat lagi dipersoalkan. Perppu Nomor 2 Tahun 2023 ditetapkan sebagai UU melalui UU Nomor 6 Tahun 2023.

Tak berakhir di situ, organisasi buruh dari berbagai sektor industri beserta pekerja perorangan kembali menggugat UU Nomor 6 Tahun 2023.

Penggugat memohon diadakan pengujian materiil dan formil dengan tuntutan pembatalan undang-undang secara keseluruhan karena proses pembentukannya melanggar peraturan perundangan yang berlaku.

Uji materiil dituntutkan karena isi ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi. Sementara uji formil diajukan karena penuntut tidak menemukan alasan genting yang memaksa aturan itu diterbitkan, tidak ada partisipasi masyarakat sesuai putusan perbaikan UU oleh MK, serta disetujui di luar masa sidang DPR yakni pada 21 Maret 2023.

Baca juga: Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja, Isi, dan Dampaknya bagi Buruh?

Halaman:

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com