Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Menemukan Air Tertua di Bumi yang Berusia Miliaran Tahun, Bagaimana Rasanya?

Kompas.com - 15/06/2023, 08:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para ahli geologi yang sedang mempelajari tambang di Kanada membuat penemuan yang luar biasa di 2016.

Pada kedalaman sekitar 3 kilometer (1,8 mil) mereka menemukan air mengalir, yang menurut pengujian air tersebut telah berusia antara 1,5 hingga 2,64 miliar tahun.

Setelah terisolasi miliaran tahun, disimpulkan bahwa air tersebut adalah air tertua yang ditemukan di Bumi.

"Ketika orang berpikir tentang air ini, mereka menganggap itu pasti sejumlah kecil air yang terperangkap di dalam batu," kata Profesor Barbara Sherwood Lollar yang memimpin tim dikutip dari iflscience.

“Air ini mengalir dengan kecepatan liter per menit dengan volume airnya yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan oleh siapa pun,” tambahnya.

Baca juga: Ilmuwan: Perubahan Iklim Global Bisa Picu Tsunami Raksasa di Masa Depan


Peneliti menemukan jejak kehidupan sebelumnya

Lebih lanjut, tim peneliti ahli geologi itu juga menemukan jejak yang mengindikasikan adanya kehidupan yang pernah ada di dalam air tersebut.

“Dengan melihat sulfat di dalam air, kami dapat melihat sidik jari yang menunjukkan adanya kehidupan. Kami dapat menunjukkan bahwa sinyal yang kami lihat dalam cairan harus diproduksi oleh mikrobiologi dan yang paling penting harus diproduksi dalam skala waktu yang sangat lama," ungkap Lollar.

"Mikroba yang menghasilkan tanda ini tidak dapat melakukannya dalam semalam. Ini menjadi indikasi bahwa organisme telah hadir dalam cairan ini pada skala waktu geologis," sambungnya.

Tanpa cahaya, mikroba bertahan menggunakan substrat yang dihasilkan dari radiasi.

Lollar mengungkapkan, sulfat dalam air purba ini bukanlah sulfat modern dari air permukaan yang mengalir ke bawah.

"Akan tetapi, apa yang kami temukan adalah bahwa sulfat, seperti hidrogen, sebenarnya diproduksi di tempat melalui reaksi antara air dan batu," kata Long Li, asisten profesor di Departemen Ilmu Bumi dan Atmosfer Universitas Alberta.

Artinya, kata Li, reaksi akan terjadi secara alami dan dapat bertahan selama air dan batu bersentuhan yang berpotensi selama miliaran tahun.

Sementara penemuan itu memiliki implikasi untuk menemukan kehidupan di tempat lain di Bumi dan juga di tata surya.

Baca juga: Ilmuwan China Menggali Lubang Sedalam 10.000 Meter untuk Mencapai Bebatuan Zaman Kapur

Seperti apa rasa air tersebut?

Chris Ballentine, seorang profesor geokimia di University of Manchester di Inggris dan penulis senior studi tersebut mengatakan, air itu tidak bisa diminum, namun ia mengakui bahwa airnya jernih saat pertama kali keluar dari batu.

Meski begitu, Lollar mencoba untuk merasakan air yang ditemukan itu dengan menggunakan jarinya.

"Jika Anda seorang ahli geologi yang bekerja dengan bebatuan, Anda mungkin telah menjilat banyak bebatuan," kata Sherwood Lollar dikutip CNN.

Ia mengatakan bahwa airnya sangat asin dan terasa pahit, jauh lebih asin daripada air laut.

"Ini sama sekali tidak mengejutkan, mengingat usianya sudah lebih dari 2 miliar tahun," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com