Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Urgensi Pembentukan Provinsi Kepulauan Nias

Kompas.com - 17/05/2023, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, dan Kabupaten Nias Barat di Kepulauan Nias, Sumatera Utara sebagai ‘Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024’. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63/2020 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, pada 27 April 2020.

Kriteria daerah tertinggal antara lain perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana-prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah wilayah dan masyarakatnya kurang berkembang. Sebanyak 58 kabupaten lain di 11 provinsi di Indonesia juga termasuk ‘Daerah Tertinggal 2020-2024’.

Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Orang Nias, dari Leluhur hingga Usulan Pembentukan Provinsi Kepulauan Nias

Kira-kira 20 tahun sebelum rilis Pepres Nomor 63/2020 itu, Dr Helmut Weber (1999:74), ahli-peneliti pada Pusat Penelitian Kebudayaan dan Perubahan Sosial, Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis hasil survei dan kajian tentang Kepulauan Nias. Nias masuk urutan pertama daerah termiskin di antara 17 kabupaten/kota di Sumatera Utara; pendapatan per kapita tahun 1991 sebesar Rp 350.000 per tahun; sekitar 65 persen dari 657 desa Kepulauan Nias tercatat sebagai desa tertinggal.

Data Badan Pusat Stastitik (BPS) pada Maret 2021 menyebut, sekitar 1,34 juta penduduk miskin di Sumatera Utara; sekitar 26,42 persen dari jumlah itu tersebar di Kabupaten Nias Barat dan 25,66 persen di Kabupaten Nias Utara.

Weber menyebut wilayah dan masyarakat Kepulauan Nias berkarakter khas wisata-alam dan keotentikan budaya, misalnya wisata alam Pantai Algundri dan Sorake, desa-desa adat seperti Bawomataluo, Botohilitane, dan Orahili sangat eksotik.

Nias memiliki atraksi asli-budaya peninggalan batu megalit di Tumori, Alasa, Gomo, dan Soligatop; atau arsitek rumah khas, kerajinan ukiran kayu dan pahatan batu, serta ritual dan seni tari eksotis. Namun, menurut Weber, potensi wisata ini sulit dikapitalisasi karena sarana dan prasarana sangat terbatas. Kendala ini sekilas hendak diatasi melalui program infrastruktur di Kepulauan Nias sejak tahun 2022.

Pada 6 Juli 2022, Presiden Jokowi meninjau pembangunan jalan Laehuwa-Ombolata-Tumula-Faekhuna’a dengan anggaran sebesar Rp 32,36 miliar di Kabupaten Nias Utara. Targetnya, membangun kontektivitas antar-wilayah Pulau Nias tahun 2023. Infrastruktur diharapkan memacu pertumbuhan sosial-ekonomi wilayah.

Seperti Weber, Presiden melihat potensi sektor wisata, selain kelapa dan ikan, di Kepulauan Nias. “Pertama, pariwisata. Kedua, perikanan. Dua ini kita harus fokus,” papar Presiden pada kunjungan kerja pada 19 Agustus 2016 ke Kabupaten Nias.

Pilihannya antara lain industri cold storage. Riset Nurdin (2014) dan Sarianto et al. (2019:60) menyebut lonjakan pesat jumlah rumpon (alat bantu pengumpul ikan) dari para nelayan asal Pulau Nias dan Pulau Mentawai di Samudera Hindia. Nelayan menggunakan pukat cincin (purse seine) penangkap ikan di sekitar rumpon; hasilnya, produktivitas penangkapan ikan meningkat.

Selain itu, riset Guebes et al. (2005) dan LaLo (2003) menyebut sumber daya alam pesisir kepulauan bernilai ekonomis, ekologis dan keamanan yakni hutan bakau (mangrove). Ini pula kekayaan Kepulauan Nias yang terdiri dari 133 pulau di barat Sumatera Utara dan bibir Samudera Hindia. Pulau dihuni antara lain Pulau Nias (9.550 km²), Pulau Tanah Bala (39,67 km²), Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau Tello (18 km²), dan Pulau Pini (24,36 km²).

Riset Zai et al. (2014) menemukan 15 jenis mangrove di Desa Sisarahili Teluk Siabang, Kabupaten Nias Utara. Hutan bakau ini menjadi zona eko-wisata. Luas hutan mangrove Kabupaten Nias Utara berkisar 178,96 ha di beberapa kecamatan. Pantai Utara Nias memiliki sekitar 25 jenis mangrove. Hutan bakau melindung Kepulauan Nias dari gelombang tsunami 26 Desember 2004.

Baca juga: KPK Nilai Tata Kelola Pemerintahan Kepulauan Nias Buruk dan Sangat Mengecewakan

Selama 200 tahun terakhir, Kepulauan Nias mengalami gempa dan tsunami yakni 1861 (8,5), 1907 (7,6) dan 2005 (8,5). Kota Nagasaki di Jepang juga mengalami empat kali gempa sejak 1922 (6,6), Agustus 1984 (5,3), Oktober 1984 (5,1), dan tahun 2019 (4,6). Kota ini tidak miliki sumber daya alam, cuma desa nelayan tahun 1543.

Namun tahun 1575, armada dagang Portugal mengubah desa ini dengan membangun dermaga-pelabuhan yang melayani perdagangan tembakau, roti, tekstil asal Tiongkok dan sutera asal Jepang, dan kastela asal Portugal. Selama Restorasi Meiji (1868-1912), Mitsubishi membangun basis industri di Nagasaki. Pasca Perang Dunia II, Nagasaki merajut jaringan-kerja perdagangan dunia, perikanan dan produksi kapal-kapal (Gian P. Gentile, 2000: 86-87)

Apa pelajaran penting dari desa nelayan Nagasaki? Zona-zona yang tidak melayani jaringan-kerja produksi, nilai, dan mata-rantai komoditi dunia, selalu stagnan. Ini pula pelajaran penting bagi kemajuan zona-zona terluar dan tertinggal seperti Kepulauan Nias kini dan ke depan.

Geopolitik Pulau Terluar Indonesia

Pada 2 Maret 2017, Presiden Jokowi menanda-tangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Keppres ini menetapkan 111 pulau sebagai Pulau-Pulau Kecil Terluar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com