Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Belajar dari Kepemimpinan Militer

Kompas.com - 18/04/2023, 08:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT mendengar kata militer, kita mungkin langsung berpikir tentang wajib militer dan perang, organisasi yang formal, birokratis, dan hierarkis. Dalam konteks organisasi, gambaran tersebut cukup adil karena organisasi militer memang didesain seperti itu.

Namun, jika bicara kepemimpinan, kita perlu melihat dari kacamata yang lebih luas, di luar dari suasana organisasi militer. Karena itu, kita perlu punya definisi yang kontekstual tentang kepemimpinan militer.

Kepemimpinan militer adalah kemampuan seorang individu memimpin dan mengatur tindakan sekelompok orang dalam konteks tugas-tugas militer. Pemimpin militer harus mampu memimpin, mengambil keputusan cepat, dan mempertahankan integritas dalam situasi yang sangat berbahaya.

Contoh kepemimpinan militer dalam kehidupan sehari-hari bisa ditemukan di dalam organisasi atau tim, di mana seseorang memegang peran sebagai pemimpin dan bertanggung jawab atas kinerja anggota timnya. Sebagai contoh, dalam sebuah proyek di tempat kerja, seorang manajer proyek harus memimpin dan mengatur timnya mencapai tujuan proyek secara efektif.

Baca juga: Geser Gaya Kepemimpinan Anda

Dalam situasi itu, seorang pemimpin yang baik harus memahami kekuatan dan kelemahan anggota timnya, memberikan arahan jelas, dan memastikan semua anggota tim bekerja secara efektif bersama-sama.

Brigadir Jenderal (Brigjen) Lincoln C Andrews dalam buku Military Leadership: In Pursuit of Excellence (Sixth Edition) menuansakan kepemimpinan militer dengan gambaran yang altruistik. Lincoln mengatakan, pemimpin yang baik adalah yang mengerti perasaan orang lain, ingin melalui kesulitan bersama-sama, dan menjaga kesejahteraan (fisik dan mental) anggotanya, baik secara individu maupun kelompok.

Sarjito (2017) menjelaskan sikap kepemimpinan militer dalam kacamata Industri 4.0. Sarjito masih mengaitkannya dengan organisasi militer, tetapi penjelasannya memiliki makna yang luas.

Dia mengatakan, sikap pemimpin militer adalah dia yang mengevaluasi dan mengontrol segala proses kerja organisasi. Selain itu, dia dapat bekerja lintas tim dan lintas hierarki, mampu memanfaatkan sumber daya sesuai potensi dan kompetensi, serta mengintegrasikan feedback untuk hasil yang maksimal.

Taylor (2015) mengemukakan, pemimpin militer tidak sungkan mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas tindakannya. Taylor juga menggambarkan, pemimpin bersedia memberi apresiasi pada anggota yang mendapatkan pencapaian, loyal, rendah hati, kuat, berwibawa, dan mengutamakan kepentingan banyak orang.

Robert T Kiyosaki melengkapi karakter penting dalam kepemimpinan militer. Dalam buku 8 Lessons in Military Leadership for Entrepreneurs, Kiyosaki mengatakan, salah satu aspek yang patut kita tiru adalah kedisiplinannya.

Kiyosaki menilai tinggi kedisiplinan organisasi militer. Dia sendiri  pernah masuk akademi militer. Kiyosaki mengungkapkan, disiplin menjadi syarat mutlak agar seseorang berkembang.

Sifat disiplin memengaruhi aspek mental, emosional, fisik, dan spiritual. Dia mengibaratkannya seperti mengubah batu bara menjadi permata. Agar mampu membuat permata, butuh tekanan, kompresi, dan tegangan di keempat aspek tersebut.

Seseorang akan berkembang menjadi pemimpin sejati apabila diberi tekanan dan keluar dari zona nyaman. Seseorang yang terbiasa dalam tekanan dan tidak pada zona nyaman akan menjadi pemimpin yang versatile atau serba bisa.

Baca juga: Urgensi Praktik Kepemimpinan Berbasis Data

Riset Kaiser (2020) menunjukkan, pemimpin yang serba bisa mampu membantu anggota serta organisasinya untuk regroup, kembali fokus, dan melanjutkan kerja-kerja baik. Pemimpin yang serba bisa masih jarang dimiliki organisasi. Berdasarkan riset yang dimuat dalam Harvard Business Review tahun 2023, hanya ada 9 persen pemimpin yang versatile.

BukuKepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman karya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menguak satu lagi sifat yang menjadi ciri khas kepemimpinan militer, yaitu rasa cinta tanah air. Rasa cinta tanah air yang dimaksud adalah tidak menuntut balas budi untuk dicintai maupun dihormati. Semua dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com