Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pemerintah Larang Impor Pakaian Bekas?

Kompas.com - 21/03/2023, 12:50 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah saat ini secara tegas telah melarang penjualan produk pakaian bekas impor atau thrift.

Larangan ini sebenarnya sudah ada sejak dua tahun lalu melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021.

Akan tetapi, realita di lapangan masih banyak orang yang melanggar aturan itu, khususnya terkait impor pakaian bekas.

Baca juga: Mengenal Fenomena Thrift, Upaya Penghematan dengan Beli Pakaian Bekas

Untuk menegakkan larangan ini, pemerintah bahkan menggandeng aparat penegak hukum untuk menindak pelaku bisnis impor pakaian bekas atau thrift.

Di Indonesia, pakaian bekas atau aktivitas membeli pakaian bekas (thrifting) banyak diminati oleh masyarakat.

Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan thrifting semakin digemari, yakni faktor ekonomi karena masyarakat bisa mendapatkan barang-barang bermerek dengan harga lebih murah, dan faktor kedua karena tren.

Baca juga: Dilarang Pemerintah, Mengapa Thrifting di Indonesia Sangat Diminati?


Baca juga: Ramai soal Tren Fashion Pakaian Bekas, Bagaimana agar Aman dari Rasa Gatal?

Lantas, apa alasan pemerintah melarang impor pakaian bekas?

Alasan larangan thrifting

Menteri Koperasi dan UKM Teten MasdukiDok KemenKopUKM Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki
Melalui larangan ini, pemerintah berharap dapat melindungi produk-produk usaha mikro, kecil, menangah (SMKM) lokal, khususnya bidang tekstil.

"Argumen kami untuk menolak masuknya pakaian bekas dan sepatu bekas ini sangat kuat. Kami ingin melindungi produk UMKM kita terutama di sektor tekstil dan produk tekstil," kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Senin (13/3/2023).

Selain masalah kesehatan dan lingkungan, thrifting impor juga tidak sejalan dengan Gerakan Bangga Buatan Indonesia yang belakangan kerap digaungkan pemerintah.

Baca juga: Jokowi Heran Impor Cangkul, Ini 10 Barang Lainnya yang Masih Impor

Gerakan itu ditujukan untuk mengajak masyarakat agar mencintai dan membeli produk-produk lokal karya anak bangsa.

Senada, Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, thrifting yang menjual barang-barang branded luar negeri dengan harga murah, sangat merugikan pelaku UMKM.

Baca juga: Viral, Utas Pemilik Olshop Baju Bekas di Makassar Aniaya dan Keroyok Pembeli, Polisi: Pelaku Marah karena Korban Minta Kembali Uang Pembelian

Ancaman tambahan

Menurutnya, larangan impor barang bekas ini juga sebelumnya telah dilakukan oleh banyak negara-negara Afrika Timur karena banyak masalah.

"Melihat di internet penyalahgunaan donasi di Singapura, ada pelanggaran di perusahaan yang cukup besar itu terkait dengan yang tadi," kata Hanung, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (14/3/2023).

"Ini juga satu isu yang serius karena saat ini tantangan untuk negara-negara, impact barang-barang bekas juga menjadi ancaman tambahan," sambungnya.

Dibandingkan thrifting impor, Hanung meminta warga beralih ke barang bekas lokal yang legal.

Thrifting barang lokal ini memiliki nilai tambah, seperti barang-barang dijahit ulang yang bisa menambah kegiatan ekonomi untuk UMKM dan memperpanjang life cycle sebuah produk terkait dengan go-green.

Baca juga: Bangga Menggunakan Produk dalam Negeri

(Sumber: Kompas.com/Zalafina Safara Nasytha, Rheina Arfiana | Editor: Wahyu Adityo Prodjo, Bambang P Jatmiko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Bisakah Perjanjian Pranikah Atur Perselingkuhan Tanpa Pisah Harta?

Bisakah Perjanjian Pranikah Atur Perselingkuhan Tanpa Pisah Harta?

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 30-31 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 30-31 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ini yang Terjadi jika Tidak Memadankan NIK dan NPWP | La Nina Muncul Juni, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

[POPULER TREN] Ini yang Terjadi jika Tidak Memadankan NIK dan NPWP | La Nina Muncul Juni, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Tren
Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com