Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Keluarga Palestina, Melarikan Diri dari Perang di Gaza, Tewas dalam Gempa Turkiye

Kompas.com - 09/02/2023, 20:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wedad tak kuasa menahan air mata ketika menerima kabar kematian keluarga anaknya, Abdel-Karim Abu Jalhoum (50) akibat gempa.

Abu Jalhoum melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Gaza menuju Turkiye dua belas tahun lalu. Keamanan dan masa depan keluarganya menjadi alasan di balik keputusannya.

Namun, gempa besar pada Senin (6/2/2023) yang menghancurkan perbatasan Turkiye-Suriah membunuhnya dan seluruh keluarganya.

Baca juga: Cerita Kesaksian WNI Korban Gempa Turkiye, Wisata yang Menyisakan Trauma

Di rumah keluarga besarnya di Gaza, Wedad berdoa agar jenazah mereka dapat dikembalikan ke rumah untuk dimakamkan.

"Saya tidak melihat putra saya, atau anak-anaknya selama 12 tahun," kata Wedad, ibu yang menangis, berpakaian hitam dan dikelilingi tetangga, dikutip dari Reuters.

"Saya ingin anak-anak saya, saya ingin melihat mereka dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka," sambungnya.

Baca juga: Nasib Penanganan Gempa di Suriah, Alat Usang dan Sulit Menerima Bantuan karena Sanksi


Penghormatan terakhir

Para kerabat dan tetangga telah memadati rumah keluarga Wedad untuk memberi penghormatan kepada mendiang Abu Jalhoum.

Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, Abu Jalhoum, istrinya Fatima (33), dan empat anak mereka termasuk di antara 70 warga Palestina yang ditemukan tewas.

"Saudaraku pergi ke Turkiye untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jauh dari perang dan blokade di Gaza," Ramzy (50) saudara laki-laki Abu Jalhoum.

Baca juga: Mengapa Respons Dunia terhadap Konflik Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel Berbeda?

Abu Jalhoum sebelumnya bekerja sebagai sopir taksi di Gaza untuk menghidupi keluarganya yang sedang tumbuh dan pergi ke Turkiye pada 2010.

Di sana, ia bekerja di sebuah pabrik kayu di Antakya. Fatima beserta anak-anaknya kemudian menyusul Abu Jalhoum ke negara itu.

Di Antakya, Abu Jalhoum dan keluarganya menjalani hidup yang jauh lebih menjanjikan. Bahkan, enam bulan lalu mereka pindah ke apartemen baru.

Keempat anaknya masing-masing bernama Noura (16), Bara (11), Kenzi (9), dan Muhammad (3) yang lahir di Turkiye.

Baca juga: Mengenal Ramallah, Kota Pusat Pemerintahan Palestina

Usai gempa Turkiye

Pemandangan dari udara ini menunjukkan penduduk yang dibantu oleh buldoser, mencari korban dan penyintas di puing-puing bangunan yang runtuh, menyusul gempa Turkiye di kota Sarmada, pedesaan provinsi Idlib, Suriah barat laut, 6 Februari 2023 dini hari. Gempa berkekuatan besar melanda Turkiye dan Suriah pada 6 Februari, menewaskan ribuan orang saat mereka tidur, meratakan bangunan, dan guncangannya terasa hingga pulau Siprus dan Mesir.AFP/MUHAMMAD HAJ KADOUR Pemandangan dari udara ini menunjukkan penduduk yang dibantu oleh buldoser, mencari korban dan penyintas di puing-puing bangunan yang runtuh, menyusul gempa Turkiye di kota Sarmada, pedesaan provinsi Idlib, Suriah barat laut, 6 Februari 2023 dini hari. Gempa berkekuatan besar melanda Turkiye dan Suriah pada 6 Februari, menewaskan ribuan orang saat mereka tidur, meratakan bangunan, dan guncangannya terasa hingga pulau Siprus dan Mesir.

Beberapa jam setelah gempa, keluarga besarnya di Gaza berusaha mati-matian untuk menghubungi dan mencari informasi tentang kondisi Abu Jalhoum.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com