Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nasir
Wartawan

Wartawan Kompas, 1989- 2018

Belajar Hidup dari Pertarungan Silat

Kompas.com - 06/01/2022, 13:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA suatu siang menjelang tengah hari, hujan rintik-rintik di kawasan Puncak perkebunan teh, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Orang-orang berseragam kaos oblong dan celana longgar putih tampak bertarung dengan pasangan masing-masing.

Gerakan mereka kadang terlihat cepat, dan kadang pelan, slow motion, seperti tengah melakukan gerakan meditatif. Mereka seperti sedang merenungkan gerakan tubuh, seakan-akan mencari makna lain dari apa yang mereka sedang lakukan.

Tubuh mereka yang rata-rata terlihat ideal, dan lentur bagai tak bertulang ketika berguling-guling menggelinding ke depan, belakang, dan samping. Entah sudah berapa banyak waktu yang mereka gunakan berlatih.

Baca juga: Lie Djie Tong, Legenda Silat Cina Benteng Berpulang

Mereka adalah para pelatih dari Perguruan Silat Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih yang berkumpul di Pedepokan Cisarua, Bogor yang dikelilingi banyak rumpun bambu yang tinggi-tinggi.

Dengan energinya yang lembut, tangan kanan pelatih Eric Sinaryo tiba-tiba menempel di pundak rekannya. Dia memberi tantangan buat temannya, sekaligus melihat bagaimana cara penyelesaiannya.

Tantangan itu diselesaikan hanya dengan tangkisan lembut bagian luar telapak tangan, tangan Eric terlepas.

“Betul. Sudah halus,” kata Eric mengomentari gerakan tangan kawannya.

Eric dengan kalem menangkis tangan kawannya yang menyasar dadanya. Tangkisannya halus, tidak terasa sehingga kawannya tidak memberi reaksi. Tangkisan Eric mendorong tangan kawannya keluar dan tak terduga tangan kanannya bergerak mengepit tangan kawannya.

Kawannya tahu, Eric punya peluang untuk membanting tubuhnya yang beratnya 65 kilogram. Tetapi Eric mempersilakan kawannya mengambil kesempatatan membanting tubuhnya, meskipun kawannya sudah siap untuk dijatuhkan. Eric tipikal pelatih baik yang menunjukkan setiap ada peluang.

“Bungkukkan tubuhmu menyerong ke depan. Bergerak natural saja, jangan ada maksud menjatuhkan,” kata Eric memperjelas peluang kawannya untuk membanting dirinya. Dalam hitungan detik tubuh Eric jatuh, punggungnya menghantam lantai, “gubrak”.

Itulah adegan tuicu (pertarungan silat berpasangan) dalam acara pertemuan pelatih PGB pada 30-31 Oktober 2021 di Padepokan PGB Bangau Putih, Jalan Sindang Subur, Tugu Selatan, Cisarua, Bogor.

PGB Bangau Putih pada 25 Desember 2021, dirayakan ulang tahunnya yang ke-69.

Gerakan silat Perguruan Silat Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih.ISTIMEWA Gerakan silat Perguruan Silat Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih.
Belajar dari tuicu

Tuicu bisa dikatakan sebagai gambaran dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan nyata selalu dihadapkan pada tantangan dan rintangan, serta pukulan dan jebakan-jebakan.

Bahkan dalam tuicu, lawan dipancing untuk menjadi tidak sabar, dan kemudian emosi, memboroskan tenaga sampai kelelahan sendiri dan jatuh.

Dalam kehidupan nyata, setiap tantangan dan rintangan dapat diselesaikan dengan fokus, tanpa emosi, menggunakan pengetahuan dan cara yang tepat guna seperti dalam tuicu. Dan, tentu saja semua tindakan dilakukan dalam keadaan sadar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com