PADA tahun 1964 saya duduk di kelas 1 SMA di Jakarta. Ketika itu para pelajar di SMA harus memilih tambahan 1 bahasa asing selain Bahasa Inggris.
Yang tersedia adalah Bahasa Jerman dan atau Perancis. Kebetulan kelas saya memilih Bahasa Jerman.
Hari pertama pelajaran Bahasa Jerman, masuk ke dalam kelas kami seorang guru Bahasa Jerman yang masih muda.
Beliau baru saja kembali dari memperdalam Bahasa Jerman di Jerman atas bea siswa Goethe Institut, kalau tidak salah.
Penjelasan awal dari Pak Guru bahwa kelas akan menerima pelajaran Bahasa Jerman yang merujuk kepada buku deutsche sprache für ausländer.
Berikutnya ditekankan oleh beliau bahwa Bahasa Jerman jauh lebih mudah dari pada Bahasa Inggris.
Saya masih ingat Sang Guru berkata bahwa dalam Bahasa Jerman vocal dibaca sesuai dengan abjadnya. Tidak seperti dalam Bahasa Inggris i dibaca ai.
Dalam Bahasa Jerman i dibaca i dan seterusnya kecuali ei harus dibaca ai dan eu dibaca oi.
Hari pertama belajar Bahasa Jerman, sang guru “hanya” mengajak para murid untuk bernyanyi.
Namun yang dinyanyikan adalah lagu Malam Kudus yang sudah sangat dikenal oleh hampir semua orang.
Sebagai pengantar diceritakan terlebih dahulu bahwa lagu Malam Kudus, aslinya adalah merupakan ciptaan Josephus Franciscus Mohr dan Franz Xaver Gruber pada tahun 1818.
Walaupun text aslinya Bahasa Jerman, namun sang pencipta lagu adalah berkebangsaan Austria.
Sebenarnya sang Guru mengajak murid membaca Bahasa Jerman. Namun agar tidak merasa bosan, maka membaca Bahasa Jerman dilakukan sambil bernyayi.
Bernyanyi lagu yang memang sudah populer, yaitu lagu Malam Kudus namun dengan lirik aslinya dalam Bahasa Jerman.
Sebuah metoda yang cerdas, semua murid turut menyanyikan lagu dengan lirik Bahasa Jerman, yaitu Stille Nacht Heilige Nacht.