Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos dan Fakta Terkait Vaksin Virus Corona

Kompas.com - 22/12/2020, 14:24 WIB
Tita Meydhalifah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah negara telah menyetujui penggunaan darurat vaksin virus corona.

Bahkan, ada negara yang telah memulai program vaksinasi, misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

Meski begitu, sebagian masyarakat masih meragukan efektivitas dan keamanan dari vaksin Covid-19.

Beragam mitos dan kabar palsu atau hoaks terkait vaksin virus corona pun menyebar di masyarakat. 

Apa saja mitos yang beredar di masyarakat dan bagaimana fakta yang sebenarnya?

  • Mitos:

Vaksin virus corona tidak bisa diberikan kepada orang yang memiliki alergi.

Melansir CNN, Jumat (18/12/2020), faktanya vaksin Covid-19 memang tidak diberikan pada orang yang memiliki alergi tertentu.

Namun, para ahli mengklaim hanya terdapat sedikit zat-zat yang akan berbahaya jika diberikan kepada orang dengan alergi tertentu, misalnya polietilen glikol.

Profesor dari George Washington University dan peneliti uji klinis vaksin Moderna, Dr. Elissa Malkin menyatakan, adanya reaksi orang yang memiliki alergi terhadap pemberian vaksin merupakan risiko yang wajar.

Baca juga: Update Corona di Dunia: 77 Juta Kasus | Kemanjuran Vaksin Sinovac | Negara-negara yang Menutup Perbatasan

  • Mitos:

Vaksin virus corona akan mengubah DNA.

  • Fakta:

Mitos ini beredar ketika pembuatan vaksin Pfizier dan Moderna menggunakan materi genetik mRNA. Faktanya, vaksin tersebut tidak dapat mengubah DNA.

  • Mitos:

Vaksin virus corona lebih berbahaya daripada Covid-19.

  • Fakta:

Faktanya, tidak ada efek samping berbahaya dalam uji coba vaksin Pfizier dan Moderna. Covid-19 tetap jauh lebih berbahaya dari efek samping vaksin.

Terdapat setidaknya 1 persen dari orang yang tertular virus corona meninggal dunia, 10-20 persen dirawat di rumah sakit, dan 30 persen pasien postif Covid-19 mengalami gejala jangka panjang (long covid).

Sementara, dituliskan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada 25 Agutus 2020, reaksi paling umum terjadi setelah menerima vaksin ialah nyeri di bagian tubuh yang disuntik (84,1 persen), merasa kelelahan (62,9 persen), sakit kepala (55,1 persen), nyeri otot (38,3 persen), menggigil (31,9 persen), nyeri sendi (23,6 persen), dan demam (14,2 persen). 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com