Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Hari Batik Nasional

Kompas.com - 02/10/2019, 05:30 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini terjadi ketika batik memperoleh pengakuan dunia pada tahun 2009 dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).

Organisasi ini menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda atau intangible cultural heritage.

Arsip pemberitaan Harian Kompas, 13 September 2009 menyebutkan, Batik Indonesia didaftarkan untuk mendapat status ICH melalui kantor UNESCO di Jakarta oleh kantor Menko Kesejahteraan Rakyat mewakili pemerintah dan komunitas batik Indonesia, pada 4 September 2008.

Harian Kompas, 3 Oktober 2009 menyebutkan, dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui UNESCO saat itu, Indonesia hanya menyumbangkan satu. Adapun China ketika itu menyumbangkan 21 dan Jepang menyumbangkan 13 warisan.

Menurut UNESCO, batik dinilai sebagai ikon budaya yang memiliki keunikan dan filosofi mendalam, serta mencakup siklus kehidupan manusia. Saat itu, setelah UNESCO resmi menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda.

Baca juga: Indahnya Batik yang Dibuat dari Daur Ulang Limbah

Presiden SBY meminta seluruh masyarakat Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 mengenakan batik.

Sebelum batik, UNESCO telah menyatakan wayang dan keris sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.

Sekilas tentang Batik

Batik telah berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Namun menurut maestro batik Iwan Tirta dalam bukunya A Play of Light and Shades, batik boleh jadi berkembang secara bersamaan di beberapa tempat di dunia.

Di Indonesia sendiri, Iwan menyebut pada akhir abad ke-19 seorang akademisi bernama Rouffer melaporkan adanya motif batik sehalus gringsing diproduksi di Kediri pada abad ke-12.

Corak batik tersebut menggambarkan sisik ikan. Ini artinya, kemungkinan besar, motif batik tersebut dibuat menggunakan canting.

Kemudian dalam perkembangannya, batik berkaitan erat dengan kesenian lain yakni wayang, tarian, dan lagu. Oleh karenanya, batik memiliki ciri yang terkait dengan komunitas pembuatnya.

Bahkan, sebagian cirinya menggambarkan suasana zaman dan alam sekitarnya. Batik pada perjalanannya kemudian diproduksi untuk keperluan komersial, meski sebagian lain ada juga yang menggunakan batik untuk melengkapi kebutuhan adat serta tradisi.

Tetapi, ia berpendapat, batik Jawa menjadi sangat halus karena coraknya yang berkembang luas. Selain itu, batik Jawa juga memiliki keistimewaan lain yakni metode pewarnaannya yang maju, serta ada penyempurnaan dalam tekniknya.

Iwan menyebut, cikal bakal batik bentuknya lebih sederhana. Adapun kain simbut dari Banten merupakan salah satu contoh batik paling awal yang pernah ada. Kain ini dibuat dengan menggunakan bubur nasi sebagai perintang warna.

Baca juga: Cerita Ketua GP Ansor Jateng Saat Hadiahi Paus Fransiskus Batik Truntum

Kemudian kain ma'a dari Toraja juga menggunakan teknik serupa dalam pewarnaan, yakni menggunakan bubur nasi. Bahkan para ahli menduga, batik berasal dari wilayah Toraja karena wilayahnya yang terisolasi di pegunungan.

Hal ini kemudian memunculkan teori bahwa Indonesia bisa jadi merupakan tempat lahirnya batik pertama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com