Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Pattimura: Kronologi, Tokoh, Strategi, dan Akhir Perang

Kompas.com - 03/11/2023, 08:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perang Pattimura adalah pertempuran yang terjadi di Maluku pada 1817.

Pertempuran ini berawal dari ketidakpuasan masyarakat Maluku terhadap kebijakan-kebijakan VOC dan Pemerintah Hindia-Belanda.

Pertempuran ini dipimpin oleh Thomas Matulessi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kapitan Pattimura.

Orang-orang Maluku merasa bahwa pertempuran adalah cara terbaik bagi mereka untuk melawan penjajahan dan perlakuan yang tidak adil.

Baca juga: Penyebab Perang Pattimura (1817)

Latar belakang Perang Pattimura

Kekayaan alam di Maluku membuat wilayah ini sangat menarik bagi bangsa Eropa.

Sangking menariknya, bangsa Eropa bahkan menyebut Maluku sebagai "mutiara dari timur" karena keindahan dan kekayaan sumber daya alamnya.

Hal tersebut pun membuat bangsa Eropa berlomba-lomba ingin datang ke Maluku.

Awalnya, kedatangan Eropa ke Maluku hanya untuk tujuan perdagangan, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka mulai memperluas pengaruh dan mengganggu masyarakat Maluku.

Selama pemerintahan Inggris di bawah Raffles, keadaan di Maluku menjadi relatif tenang karena Inggris setuju membayar masyarakat Maluku atas hasil bumi mereka.

Akibatnya, pekerjaan paksa berkurang dan pemuda-pemuda Maluku diberi kesempatan untuk bekerja di dinas angkatan perang Inggris.

Namun, situasinya berubah saat Belanda kembali menguasai Maluku. Monopoli perdagangan di Maluku kembali diperketat yang memberatkan masyarakat.

Mereka tidak hanya diwajibkan menyerahkan hasil bumi, tetapi juga diwajibkan bekerja paksa dan menyerahkan produk-produk seperti ikan asin, dendeng, dan kopi.

Selain itu, kerja paksa yang dilakukan oleh penduduk Maluku tidak hanya mencakup pengelolaan kebun, tetapi juga produksi garam.

Bagi siapa pun yang melanggar kebijakan ini, maka ia akan diberi hukuman.

Semua pekerjaan ini jelas dilakukan demi kepentingan ekonomi kolonial.

Terdapat beberapa faktor lainnya juga yang mendorong masyarakat Maluku untuk memberontak, seperti penjajahan kembali Benteng Duurstade oleh pasukan Belanda. 

Sekolah-sekolah yang telah ada di wilayah tersebut juga ditutup oleh pihak Belanda.

Lalu, para guru dan pegawai pemerintah dipecat, dan sekolah hanya tersedia di kota-kota besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com